Suara detak jantung yang terdengar dari monitor, menjadi begitu akrab di telinga Danish, semenjak tadi malam. Beberapa selang yang menempel pada tubuh mamanya, membuat Danish merasakan ketakutan yang sama untuk kedua kalinya. Sungguh dia tidak akan sanggup untuk kehilangan lagi, benar-benar tidak sanggup.
"Ma, bangun ma. Danish butuh mama." gumamnya pelan, sambil menggenggam tangan mamanya erat. "Danish nggak mau sendiri ma." katanya lagi, sambil mencium tangan mamanya berulang kali.
"Danish."
"Eh, om. Kenapa om?"
"Ada yang harus om bicarakan sama kamu, ini mengenai perusahaan."
"Oh iya, jadi gimana om, apa ada masalah?"
"Iya biasalah, tapi tenang saja, ini bukan masalah besar kok."
Berbincang selama kurang lebih dua jam, bersama dengan orang kepercayaan papanya, mengenai masalah kepemimpinan perusahaan, yang berada di Singapura, pada akhirnya Danish mau menerima memimpin perusahaan yang berada di negara tetangga itu. Bukan tanpa sebab, kenapa Danish mau untuk tinggal di Singapura, hal itu dia lakukan tidak lain, untuk membawa mamanya berobat disana. Karena seperti yang sudah di katakan oleh dokter, mamanya mengalami cidera kaki yang cukup parah, hingga menyebabkan lumpuh. Tapi untung saja hanya lumpuh sementara, bukan permanen, jadi masih ada kemungkinan untuk bisa sembuh dan berjalan normal kembali.
"Jadi kapan, kamu mau berangkat ke Singapura?"
"Lusa om, dan Danish minta tolong om siapin semua berkas yang perlu Danish bawa."
"Ok. Dan untuk masalah yang kita bahas tadi, kamu tenang aja, biar om yang urus."
"Iya om, terimakasih. Kabari saja bagaimana perkembangannya om."
"Pasti. Ya sudah, om pulang dulu."
Merebahkan tubuh ke sofa, Danish memejamkan matanya sejenak sembari memijit pelan keningnya. Kurangnya istirahat dan makan berakibat membuat kepalanya di serang rasa pusing.
Di tengah rasa pusingnya, Danish teringat akan senyum manis seorang gadis. Senyum manis yang mampu membuatnya merasakan damai dan tenang dalam waktu yang bersamaan. Senyum manis yang membuat semangat dalam dirinya kembali hidup.
"Terimakasih buat senyum manismu, kemarin Hilya." gumamnya pelan, dengan mata yang tetap terpejam.
Menghampiri sang mama yang tengah terbaring lemah, Danish kemudian memegang kening mamanya sembari mencium keningnya lembut. "Mama cepat sembuh ya, cepat pulih. Biar Danish bisa cepat-cepat melamar Hilya." candanya, untuk menghibur hatinya yang kelabu.
Dan, gue sama Ello mau ke RS. Lo mau di bawain apa?
Pesan dari Raka, masuk ke ponselnya ketika Danish, baru saja menghapus setitik airmata yang jatuh ke pipinya. Danish bahkan merasa, jika dia menjadi laki-laki yang cengeng sekarang.
"Nggak usah bawa apa-apa."
Setelah membalas pesan dari Raka, Danish kemudian beranjak masuk kedalam kamar mandi. Karena rasanya dia perlu mandi, untuk menyegarkan badan dan juga fikirannya, sembari menunggu kedatangan sahabatnya.
___
"Kenapa belum mandi sayang?" Rahma bertanya dengan lembut, ketika masuk kedalam kamar puteri bungsunya. "Keluarga Alan, habis maghrib lho datangnya, dan ini bentar lagi udah mau maghrib."
"Masih males umi."
"Kok males sih, emang lagi nggak sholat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilya END ✅
RomansaGadis cantik itu bernama Hilya, sebuah nama indah yang cocok di sematkan untuk gadis sepertinya. Gadis yang mampu merubahku untuk melangkah ke arah yang lebih baik, hanya karena aku menyukainya. Gadis kaku yang selalu membuat ku rindu, walau dia tid...