Hilya menatap tanpa minat, pada sepiring nasi goreng udang yang tersaji di depannya. Dia sama sekali tidak berminat untuk menyantapnya, nafsu makannya, entah menghilang kemana, selama dua hari belakangan ini.
"Hilya, kok nasi gorengnya nggak dimakan nak? Kamu sakit, atau nggak suka ya?" tanya Rike, sang mertua yang saat itu tengah sarapan berdua dengannya. Hanya berdua, karena Danish tengah berada di Padang, untuk mengurus proyek baru disana.
"Suka kok ma, cuma ini belum lapar aja, jadinya masih malas buat makan." jawabnya, sambil mengulas sebuah senyum tipis.
Rike balas tersenyum hangat, "Mama tahu, kamu bukannya belum lapar, tapi emang nggak nafsu makan kan?" mengusap tangan Hilya yang berada di samping piring. "Kamu kenapa nak? Ada masalah? Atau kamu lagi sakit?"
Dengan kepala tertunduk, Hilya lantas menggelengkan kepalanya. Dia juga tidak mengerti akan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Dia merasa mood nya hancur sejak beberapa hari yang lalu. Terutama sejak Danish pergi ke Padang. Jangankan untuk makan, bangun dari kasur saja dia merasa luar biasa malas. Hilya bahkan merasa, jika dia sangat cengeng karena setiap telfonan dengan Danish ingin menangis, sehingga dia lebih memilih untuk chat saja, karena dia tidak mau suaminya khawatir jika tahu dia sedang menangis. Padahal, dia menangis karena dia sedang rindu pada sang suami, amat sangat rindu hingga membuatnya selalu menangis diam-diam. Dia malu, jika mama mertuanya tahu.
"Kenapa nak?" tanya Rike lembut. "Cerita sama mama, kalau memang Hilya ada masalah." lanjutnya, sembari mengusap tangan Hilya. Mencoba memberi ketenangan pada anak menantunya itu.
"Hilya kangen kak Danish ma, kangen banget." jawabnya, lirih yang di sertai dengan lelehan airmata. "Nggak tahu kenapa, tapi Hilya merasa kangen banget sama kak Danish ma, padahal ini bukan pertama kalinya kak Danish pergi keluar kota."
Dengan senyum keibuan yang menghiasi wajahnya, Rike kemudian berkata. "Itu wajar sayang, apalagi buat wanita hamil kayak kamu gini," katanya seraya menjawil hidung Hilya dengan gemas.
"Kok?!" Hilya membelalakkan matanya kaget, ketika ibu mertuanya ini ternyata mengetahui, rahasia manis yang di simpannya selama dua hari ini. "Kok, mama tahu?"
"Tahu dong sayang, kemarin mama lihat benda itu di kamar kamu, pas bangunin kamu buat sholat subuh bareng."
"Ma, ma'af ya, kalau Hilya belum bilang ke mama. Soalnya Hilya rencananya mau ngomong pas kak Danish udah pulang, biar jadi kejutan gitu ma."
"Kamu ini, jahil banget sih. Gemes mama jadinya."
"Mama nggak marah kan?"
"Kenapa harus marah sayang, mama justru sedang berbahagia sekarang, karena sebentar lagi, mama akan menimang cucu."
Senyuman terkembang di wajah cantik Hilya, ketika dia melihat binar bahagia di mata sang ibu mertua, yang masih tetap terlihat cantik di usianya yang tak lagi muda. Dan betapa Hilya bersyukur, mendapat ibu mertua sebaik mama Rike.
Mendudukkan dirinya di kursi kayu yang berada di balkon kamarnya, Hilya terus saja tersenyum sembari memandangi dua buah testpack beserta foto USG nya kemarin. Meskipun masih berupa titik kecil berwarna hitam, Hilya merasa sudah sangat menyayangi calon bayinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilya END ✅
RomanceGadis cantik itu bernama Hilya, sebuah nama indah yang cocok di sematkan untuk gadis sepertinya. Gadis yang mampu merubahku untuk melangkah ke arah yang lebih baik, hanya karena aku menyukainya. Gadis kaku yang selalu membuat ku rindu, walau dia tid...