Suara bel pintu yang di tekan berulang kali, membuat Danish yang tengah membuat segelas teh hangat, harus menghentikan kegiatannya itu sejenak. Dengan handuk yang masih melingkar di leher, rambut setengah basah, Danish membuka pintu. Dan ternyata dua manusia menyebalkan, yaitu Ello dan Raka lah, pelaku pemencet bel yang sungguh berisik itu.
"Ya ampun, gue kira siapa."
"Hehe, peace Dan. Soalnya lo lama sih buka pintunya."
"Gue lagi bikin teh tadi. Ya udah masuk."
Ello dan Raka langsung masuk, begitu sang empunya apartemen sudah mempersilahkan mereka. Keduanya mengedarkan pandangan kesetiap sudut apartemen. Mewah. Itu satu kata yang pas untuk tempat tinggal Danish, selama berada di Singapura.
"Apartemen lo banget bro." Ello berkata, sambil mengekori Danish dapur.
"Punya papa." ujar Danish singkat.
Ello dan Raka sendiri, memilih langsung diam dan mengalihkan pembicaraan. Keduanya tidak enak jika berbicara tentang sosok papa, kepada Danish. Karena sahabatnya itu, baru saja kehilangan sosok sang papa sebulan yang lalu.
"Tante Rike gimana kabarnya?"
"Udah mendingan. Hasil pemeriksaan di kepalanya juga semua baik, jadi besok udah boleh pulang."
"Kalau gitu kita besok pindah ke hotel aja deh, nggak enak sama nyokap lo."
"Santai aja, nyokap malah seneng kalau rumah rame."
Setelah mengobrol beberapa saat, Danish izin keluar kepada kedua sahabatnya. Dia ada kuliah jam 11 siang, dan sekarang sudah pukul 09:03. Selain itu dia juga harus, pergi ke kantor untuk bertemu dengan orang kepercayaan papanya. Danish ingin membahas, terkait penggelapan Dana yang terjadi di perusahaannya.
"Gue pergi dulu, kalian santai aja."
Ello dan Raka hanya mengacungkan jempol, karena mulut mereka penuh dengan makanan.
Berada di kampus selama kurang lebih dua jam, Danish kini tengah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Rencananya, malam ini dia akan menginap di rumah sakit, karena besok pagi mamanya sudah bisa pulang. Dan tinggal menunggu therapy untuk kakinya dua minggu lagi.
Suara adzan dari aplikasi pengingat sholat di ponsel Danish berbunyi, tepat ketika dia baru saja mematikan mesin mobilnya. Danish pun memilih untuk menunaikan sholat terlebih dahulu, sebelum dia ke ruangan, tempat mamanya di rawat.
Dinginnya air wudhu, membuat kantuk dan lelah yang dirasakan Danish sedikit berkurang, ketika air wudhu itu mulai masuk kedalam kulitnya melalui celah pori-pori. Hingga membuat Danish merasa sejuk setelahnya.
"Yaa Allah yaa Rabb... Segala puji hanya untuk engkau. Terimakasih yaa Allah telah mengembalikan mama kepada hamba, tanpa kurang suatu apapun. Yaa Allah, jauhkan papa dari segala siksa yaa Allah, kasihani dia dan tempat kan dia di surga-Mu yaa Allah. Aamiin yaa Rabbal Aalamiin..."
Danish mengusap setitik airmata yang jatuh ke pipinya. Dia sungguh merindukan papanya saat ini. Bukan berarti Danish tidak ikhlas, Danish hanya merasa rindu saja. Kerinduan akan seorang anak kepada ayahnya.
"Om kenapa nangis?" seorang anak perempuan cantik yang berusia sekitar empat atau lima tahun, tiba-tiba berada di depan Danish. Yang membuatnya langsung menghapus airmatanya detik itu juga.
"Om nggak nangis sayang, om cuma kelilipan saja." jawabnya sambil mencubit lembut pipi gembil, gadis cilik di depannya itu. "Nama kamu siapa? Kok ada disini, papa atau mama kamu dimana?"
Gadis cilik dengan matanya yang bulat itu kemudian menunjuk seorang laki-laki yang tengah sholat, yang Danish yakini, dia adalah ayah dari anak perempuan di depannya ini. "Itu ayah." tunjuknya dengan jari telunjuknya yang mungil, yang kemudian hanya di respon Danish dengan anggukkan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilya END ✅
RomanceGadis cantik itu bernama Hilya, sebuah nama indah yang cocok di sematkan untuk gadis sepertinya. Gadis yang mampu merubahku untuk melangkah ke arah yang lebih baik, hanya karena aku menyukainya. Gadis kaku yang selalu membuat ku rindu, walau dia tid...