Menyenandungkan shalawat dengan suara yang begitu pelan, Hilya berjalan menyusuri lorong-lorong kampus yang sudah mulai sepi, karena memang waktu yang sudah menjelang sore. Khimar berwarna biru muda yang dia kenakan, yang mana itu merupakan warna favoritnya, sesekali melambai saat terkena sapuan lembut angin sore hari.
"Abang udah di depan, kamu udah keluar belum?"
Hilya tersenyum ketika membaca pesan dari kakaknya itu. "Tumben nggak telat." gumam Hilya. Dan baru saja dia akan mengetik balasan untuk sang kakak, sesuatu yang keras menabraknya dari belakang, atau lebih tepatnya ada orang yang menabrak bahu sebelah kanannya dengan keras, hingga membuat dua buku yang di pegangnya jatuh ke lantai, begitu pula ponselnya yang juga ikut jatuh terbanting bersamaan dengan buku-buku itu.
"Astagfirullah hal adzim!" ucap Hilya dengan sedikit keras. Dia kesal, karena ada orang yang berjalan dengan asal, sampai akhirnya menabrak orang. Baru saja dia berbalik dan siap menumpahkan kekesalannya. "Lain kali kalau jalan yang bener dong. Lihat ak-." perkataan Hilya terhenti, ketika dia tahu siapa yang telah menabrak dirinya. "Kak Danish!"
Dan laki-laki yang tengah memungut, buku serta ponsel Hilya langsung membelalakkan matanya kaget.
"Ya ampun, ma'af ma'af Hilya." katanya sambil menyerahkan buku dan ponsel Hilya, yang tadi dia ambil. "Sekali lagi aku minta ma'af." ucapnya dan setelah itu langsung berlalu pergi. Meninggalkan Hilya, yang tengah berdiri mematung, seraya memandang punggung tegap Danish, yang kian menjauh.
"Kenapa sih dia? Kok kayaknya buru-buru banget." tanyanya pada dirinya sendiri. "Yaa Allah, sampai retak begini." gumamnya lirih, saat melihat layar ponselnya yang retak.
Masuk ke dalam mobil dengan wajah yang cemberut, membuat Atta sang kakak, mengerutkan dahinya bingung. "Kamu kenapa dek? Kok mukanya cemberut gitu?"
"Nggak papa."
"Kalau nggak papa, kenapa mukanya kayak gitu? Nggak enak banget tahu, lihatnya."
"Beneran nggak papa abang, Hilya cuma kecapean aja, udah ayo pulang."
Jika Hilya menikmati kemacetan dengan tertidur pulas di dalam mobil, beda halnya dengan Danish. Laki-laki itu terus saja mengumpat, dan mengeluarkan sumpah serapahnya. Dia kesal, amat sangat kesal. Pasalnya, dia sudah sangat khawatir dengan kondisi kedua orangnya.
Getaran ponsel yang berada dalam sakunya, membuat Danish yang saat itu tengah duduk do kantin bersama Ello dan Raka, menghentikan obrolannya sejenak.
"Iya, pak Agus, ada apa?"
"Mas, ba-bapak mas, bapak sama ibu mas."
"Iya, papa sama mama kenapa pak?"
"Itu mas, bapak sama ibu, kecelakaan mas."
"APAAAA?! terus sekarang papa sama mama dimana pak?" tanyanya dengan tidak sabar.
"Di rumah sakit, Medica Pratama mas."
Tanpa berkata apapun lagi, Danish langsung mematikan telfon. Menyambar ransel dan kunci mobil di atas meja, Danish kemudian langsung berlari menuju parkiran. Demi apapun, Danish tidak memikirkan apapun lagi saat ini, dia hanya secepatnya ingin sampai dirumah sakit dan melihat langsung kondisi kedua orangtuanya.
Teringat Danish dengan ucapan papanya, pagi tadi.
"Kuliah yang bener Dan, karena cuma kamu satu-satunya penerus papa."
"Iya pa, ini juga Danish lagi berusaha biar bisa lulus cepet.
"Bagus, itu baru anak papa." ujar papanya dengan nada bangga, sembari menepuk bahu puteranya. "Jagain mama juga ya, jangan pernah buat mama sedih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilya END ✅
RomanceGadis cantik itu bernama Hilya, sebuah nama indah yang cocok di sematkan untuk gadis sepertinya. Gadis yang mampu merubahku untuk melangkah ke arah yang lebih baik, hanya karena aku menyukainya. Gadis kaku yang selalu membuat ku rindu, walau dia tid...