Satu

34.4K 1.5K 91
                                    

Di atas rooftop sekolahnya, Lee Jeno dengan santainya menyalakan rokok elektik miliknya. Kepulan asap putih tebal beraroma permen karet menyebar ke langit. Ia seakan tak peduli dengan larangan siswa merokok di area sekolah dan larangan membolos pelajaran. Ia menanggalkan kacamata yang ia pakai sebelum kembali menghisap rokoknya lagi. Tak pernah ada yang tahu penyebab Jeno bisa berkacamata sebab sifat aslinya sangat tertutupi kelakuan badung dan urakan selama di area sekolah. Ia berulang kali masuk ke ruang konseling karenanya.

Jaemin, teman-lebih tepatnya sahabat-hanya bisa pasrah menghirup aroma asap-asap tebal yang dihasilkan Jeno dengan rokoknya. Ia juga terpaksa ikut Jeno untuk membolos dari kelas hari ini. Jaemin sendiri terlalu lelah membolos sejak mereka masuk kelas akhir ini. Jika dihitung, kehadiran Jeno dan Jaemin di kelas selama hampir tiga tahun ini tak lebih dari tiga puluh persen.

"Cobalah." Jeno mengulurkan tangannya yang membawa rokok. Belum lama setelah itu, Jeno menarik kembali tangannya dan malah meminta maaf, "Maaf, aku lupa kalau rokok elektrik tak cocok untukmu."

"Tapi, itu juga tidak baik untukmu juga Lee Jeno." kata Jaemin. "Kau gila? Kita sudah terlalu sering membolos, kau masih dengan santainya berani merokok, kita akan dapat masalah besar." sambungnya.

"Aku memang anak yang punya banyak masalah di sekolah." Jeno menepis tangan Jaemin.

Jaemin tak ingin mendebat sahabatnya itu lebih dari ini. Ia sadar kalau itu akan memancing Jeno mengepalkan tangannya dan meninjunya.

Keheningan menyergap mereka kembali. Jeno sibuk dengan rokoknya. Sementara Jaemin bermain dengan kuku-kuku jari tangannya. Keheningan itu sirna ketika keduanya mendengar suara isak tangis perempuan yang letaknya tak jauh dari tempat mereka berdiri. Jaemin melompat ke belakang Jeno sebab terkejut.

"Apa itu hantu penghuni sekolah?" Jaemin bergidik ngeri.

"Tak ada hantu di siang hari, bodoh. Dasar penakut!" Jeno pergi meninggalkan Jaemin untuk mencari sumber suara.

Jeno melihat seorang perempuan berdiri di ujung rooftop dengan separuh sepatunya yang sudah menyentuh udara. Ia menangis di sana.

"Mundur, kau bisa mati jika di sana." kata Jeno.

"Tapi itu yang kuinginkan." si perempuan justru membentangkan tangannya dan mencondongkan tubuhnya ke luar.

Jeno berlari dan tangannya terulur untuk menarik pinggang si perempuan. Jeno sendiri tak tahu apa yang ia lakukan. Semuanya terjadi secara spontan.

Perempuan itu jatuh lemas di pelukan Jeno. Perempuan itu tak sadarkan diri ketika ditarik Jeno. Jeno panik ketika menyadari kalau perempuan itu pingsan di pelukannya. Jaemin juga terkejut karena perempuan itu tidak sedang bercanda.

"Astaga perempuan sialan. Kenapa harus pingsan?" Jeno mengumpat ketika perempuan itu dalam gendongannya.

"Bawa saja ke UKS, dia butuh pertolongan pertama." Jaemin panik.

"Kalau ada guru yang melihatku membolos lagi bagaimana? Kau ini." Jeno mempermasalahkan tindakan bolosnya kali ini.

"Tak akan ada yang mempermasalahkannya kalau kau datang membawa perempuan pingsan seperti ini. Cepatlah!" Jaemin berlari ke bawah kembali ke dalam gedung.

Jeno dengan cepat membawa perempuan itu ke UKS sekolah. Jeno diminta untuk menunggu oleh dokter sekolah karena dia yang dianggap bertanggung jawab. Ia menemukan perempuan itu pingsan dan membawanya ke sana.

"Nona Miyoung sepertinya kelelahan. Oleh karena itu dia pingsan." kata Dokter sekolah sebelum pergi dari UKS.

"Mi...Miyoung? Si anak olimpiade?" Jeno baru sadar satu hal. "Untuk apa tadi dia berdiri di ujung gedung dan menangis?" Jeno bingung.

Bad Boy (Lee Jeno)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang