Jeno kembali dari tempat olimpiade membawa medalinya dengan bangga. Jeno kembali ke rumah sakit untuk menemui Miyoung. Meskipun ia tahu, kini mungkin Miyoung sedang sangat kacau. Jeno tetap berusaha masuk ke ruang perawatan Miyoung dengan damai.
"Mi..." kata-kata Jeno seketika hilang dari otaknya begitu membuka pintu ruang perawatan Miyoung.
Jeno langsung memeluk Miyoung yang menangis di atas ranjangnya. Kondisi di sekitar ranjangnya memang sangat berantakan. Nampan sarapan yang isinya telah tercecer dan pecah, vas bunga yang pecah dan bunganya mulai layu karena tersiram air. Keadaan Miyoung sangat kacau.
"Miyoung sayang, kau kenapa?" Jeno makin erat memeluk Miyoung.
Miyoung menenggelamkan wajahnya ke dada Jeno dan memeluknya erat. Miyoung masih menangis. Jeno berusaha menarik kepala Miyoung hingga pipinya menyentuh medali yang dingin. Hal itu membuatnya mulai tenang.
"Ceritakan padaku, apa yang membuatmu kacau begini?" Jeno melepaskan pelukannya dan mencoba menyejajarkan mata mereka berdua.
"Medali itu..." Miyoung menunjuk medali yang dikalungkan di leher Jeno.
"Ini medali untukmu. Aku berhasil mengikuti olimpiade ini, karena kamu." Jeno memakaikan medalinya ke leher Miyoung.
"Tapi kau yang memenangkan ini. Ini artinya, medali ini milikmu." kata Miyoung menatap lempeng medali yang indah itu.
"Simpanlah, medali itu seharusnya milikmu jika kamu ingat. Siapa yang dari awal ditunjuk?" Jeno tersenyum.
"Aku." Miyoung langsung tertunduk lalu memeluk Jeno lagi.
"Sekarang kamu senang kan? Bawa saja medali itu." Jeno berubah lembut kembali. "Tidurlah, kamu pasti lelah karena menangis. Biar aku panggilkan petugas kebersihan untuk membereskan kekacauan ini." Jeno melangkah perlahan agar dirinya tak terkena pecahan vas.
"Jeno-ya... Jangan pergi. Di sini saja." kata Miyoung.
"B...baiklah. akan kutekan bel pemanggil di belakangmu sebentar." Jeno meraih bel pemanggil dan menekannya sesuai tanda isyarat. "Kau tidak makan hm? sejak pagi?" Jeno melihat kalau jam makan siang sudah hampir berakhir.
"Tidak mau." Miyoung berubah manja.
"Kamu harus makan sayang, kamu engga akan sembuh kalau tidak makan secara teratur. Ada siapa di luar sana? Biar aku kirim pesan ke mereka untuk membeli makan untukmu. Oh iya tahu, Jaemin dan Renjun. Budakku." Jeno menelepon Renjun untuk membelikan Miyoung dan dirinya makan siang.
Setelah Jeno selesai menelepon, perut Jeno langsung dicubit oleh Miyoung.
"Memangnya kau juga mau dipanggil budak olehku? Kau budak cinta terhadapku." Miyoung menatap Jeno nakal.
"Aku tidak seperti itu." bantah Jeno.
"Buktinya kamu berusaha keras untuk medali ini. Hanya karena aku. Iya kan?" Miyoung men-skakmat Jeno.
Jeno hanya memasang wajah datar karenanya.
Petugas kebersihan rumah sakit akhirnya datang untuk membereskan kekacauan itu. Miyoung diberikan selimut baru karena selimut yang lama basah akibat terkena tumpahan makanan. Beberapa menit kemudian, Renjun datang membawa makanan yang dipesan Jeno. Renjun hampir mengumpat karena telah merasa dijadikan tukang suruh.
"Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik?" tanya Renjun pada Miyoung.
"Ya lumayan, tapi sepertinya kalau kalian butuh bantuanku untuk belajar, kalian masih harus sering ke rumah sakit." ujar Miyoung.
"Benarkah? Itu pasti merepotkan. Kau kan sedang sakit." Renjun ragu.
"Tidak, datang saja. Aku menerima kalian kapanpun kalian akan datang." Moyoung bersikap ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy (Lee Jeno)
Fanfiction[Finished(+bonchapt)] Urakan tapi cerdas? Apa mungkin? Cerdas tapi bodoh dalam hal cinta? Bisa saja terjadi. Lee Jeno, seorang anak yang rusak karena rumah tangga orang tuanya berantakan. Di sisi lain sebenarnya ia adalah anak yang cerdas dalam bid...