Bonchapt 3

6.8K 379 9
                                        

Miyoung berubah jadi sangat manja ketika hamil yang kali ini. Jeno cukup lelah menghadapinya. Miyoung selalu memaksa Jeno menggunakan baby cologne milik Jaeyoon agar dirinya tak mual-mual sebab aroma parfum Jeno yang kebanyakan terlalu maskulin. Meskipun Miyoung tak begitu menunjukkan ngidam yang berlebih, tetapi sekalinya Miyoung punya permintaan, hal itu cukup sulit dipenuhi.

Sembilan bulan berlalu, sudah waktunya Miyoung melahirkan. Miyoung sendiri sudah merasakan kalau bayinya akan lahir sejak dini hari. Jeno dan Miyoung-bersama Jaeyoon tentunya- pergi ke rumah sakit sejak pukul dua pagi.

Kata dokter yang akan menangani Miyoung, karena kelahiran putra pertama mereka dengan operasi caesar, maka yang kali ini juga akan dilakukan dengan cara yang sama. Miyoung setuju-setuju saja dengan keputusan dokter. Yang penting kedua calon anaknya bisa lahir dengan selamat ke dunia.

***

Proses pembedahan memakan waktu satu jam. Kedua bayi yang dikandung berhasil lahir dengan selamat ke dunia. Keduanya, perempuan. Namun, sang ibu mengalami kekurangan darah. Miyoung sangat lemas setelah proses bedah selesai. Miyoung tak sadarkan diri. Dokter menanyakan golongan darah Miyoung agar cepat mendapat transfusi. Beruntungnya, golongan darah Miyoung menjadi stok paling banyak di rumah sakit tersebut.

"Sayang... Bertahanlah... Anak-anak kita membutuhkanmu." ucap Jeno menahan tangisnya.

Tangan Jeno menggenggam tangan Miyoung yang dingin. Sangat dingin. Jeno menumpahkan air matanya karena ini. Ia takut kehilangan Miyoung. Benar-benar takut. Ia takut kehilangan perempuan yang membuatnya berubah, ia takut kehilangan perempuan yang membuatnya belajar banyak hal, ia takut kehilangan perempuan sangat menyayanginya itu. Terlebih, kini ada tiga malaikat kecil yang masih butuh penjagaan seorang ibu. Anak-anak mereka, Jaeyoon dan si kembar belum bernama.

Deru napas Miyoung sedikit melemah. Hampir tak terasa. Dokter menyatakan kalau Miyoung harus masuk ICU. Tangis Jeno makin menjadi. Jeno terpaksa keluar dari ruang perawatan Miyoung untuk tindakan lebih lanjut dari dokter.

***

"Jaeyoon, dan... Ah Papa belum menyiapkan nama untuk kalian... Tapi... Papa tak bisa bertanya pada mama kalian..." kata Jeno terisak ketika melihat Jaeyoon dan dua adiknya yang ada di keranjang bayi. "Ah, bagaimana dengan Haemi dan Haera? Apa kalian suka?" Jeno seakan mengajak kedua putri kecilnya mengobrol.

Kedua putri Jeno merespon dengan gerak tubuh dan ekspresi wajah yang berubah seakan tersenyum.

"Papa anggap itu jawaban setuju dari kalian. Anak-anak Papa yang cantik." Jeno membelai Pipi Haemi, kakak dari pasangan kembar. Menurut dokter, Haemi lahir lima menit lebih dulu dari Haera.

"Sayangnya kalian belum bisa melihat wajah mama kalian. Mama kalian sedang berjuang di sana. Mama pasti juga ingin melihat kalian." Jeno kembali terisak.

"Papa, nda oyeh nanis... Ata papa, ati-ati nda oteh nanis tan?" kata Jaeyoon dengan kecadelannya menjelaskan kalau Jeno tak boleh menangis, sebab Jeno pernah mengatakan pada Jaeyoon kalau anak laki-laki tidak boleh menangis.

"Anak papa yang tampan makin pintar saja." Jeno tak jadi menangis karena ucapan anaknya sendiri.

"Kami berhasil menyelamatkan nyawa nyonya... Nyonya sudah sadar sekarang... Anda bisa menemuinya... Tapi belum untuk anak-anak anda Tuan." kata sang Dokter.

"Saya harus bagaimana? Jaeyoon tak bisa saya tinggal sendirian." Jeno khawatir.

"Titipkan saja padaku, pamannya." kata seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang.

"Taeyong?" Jeno agak terkejut.

"Tae Amcheon..." panggil Jaeyoon.

"Keponakan paman yang tampan, ikut paman dulu yuk. Biarkan papamu bertemu dengan mama." Taeyong mengambil alih Jaeyoon dari gendongan Jeno. "Temui Miyoung, dia membutuhkanmu." kata Taeyong yang menimang-nimang Jaeyoon.

"Baiklah..."

***

Miyoung terbaring lemah dengan selang oksigen yang terpasang di wajahnya. Matanya sayu, kulitnya pucat. Ada dua selang yang tertancap pada tangan Miyoung. Selang transfusi darah dan selang infus. Dengan begitu, kondisi Miyoung kini benar-benar ada di titik terlemah dirinya.

"Sayang... Ini aku." panggil Jeno mengalihkan pandangan Miyoung yang sedari tadi seperti kosong menatap langit-langit.

Gerak kepala Miyoung sangat lemah. Terlihat bulir-bulir air mata mulai jatuh dari kelopak mata indah Miyoung. Jeno bergerak cepat untuk menyeka bulir-bulir itu sebelum membasahi bantal tempat istrinya disandarkan.

"Jangan menangis sayang... Kamu hebat. Kamu berhasil. Anak-anak kita yang cantik lahir dengan selamat ke dunia." kata Jeno berusaha menghibur.

"Di mana mereka sekarang?" tanya Miyoung dengan sangat lemah.

"Kamu belum boleh bertemu mereka. Kamu harus pulih terlebih dulu." kata Jeno.

"Lihat, itu mama kamu. Mama kamu masih sakit. Jaeyoon belum boleh mendekat ya?" samar-samar suara Taeyong terdengar dari balik jendela ruang perawatan.

"Taeyong ada di sini? Dia bersama Jaeyoon? Dia pulang?" Miyoung bertanya dengan kalimat yang agak terputus-putus.

Jeno hanya tersenyum dan mengangguk.

***

Tiga tahun akhirnya berlalu, putri-putri kecil Miyoung dan Jeno tumbuh menjadi cantik dan menggemaskan. Jaeyoon kini masuk ke Taman Kanak-kanak. Haemi dan Haera keduanya sama-sama mewarisi sifat Miyoung yang agak banyak bicara. Miyoung kini hanya melanjutkan pekerjaannya sebagai desainer di rumah, tak sampai pulang pergi ke luar negeri. Itu karena paksaan Jeno yang takut kondisi kesehatan Miyoung drop. Belum lagi, beberapa waktu yang lalu Miyoung hanya bisa duduk di kursi roda. Jeno akhirnya melarang Miyoung berkelana di luar negeri.

"Mama... Udah makan?" ya, yang bertanya ini adalah Jaeyoon.

"Sudah, Jaeyoon sudah pulang? Mana papa kamu?" Miyoung masih sibuk mencoret-coret kertas desain pakaian.

"Papa..." panggil Jaeyoon dengan nada khas anak kecilnya.

"Iya sayang, papa ke sana." Jeno menghampiri Miyoung dan Jaeyoon dengan mendorong stroller si Kembar Hae.

"Kalian menikmati jalan-jalan kalian? Maaf ya aku tidak bisa ikut." kata Miyoung.

"Kesehatanmu lebih penting Miyoung sayang. Benar kata ayah, kamu mirip mendiang ibumu. Im Yoona." ujar Jeno. "Yang penting, keluarga kita masih lengkap. Haemi, Haera besar nanti jadi model buat Mama ya? Atau salah satu teruskan mama jadi desainer. Jaeyoon, Perusahaan kakek di masa depan akan ada di tangan kamu. Tumbuhlah jadi anak yang pintar dan tanggung jawab. Papa menyayangi kalian." Jeno merengkuh Jaeyoon ke pelukannya.

Haemi dan Haera yang melihat kakaknya dipeluk merasa cemburu. Mereka menangis merengek minta dipeluk oleh Miyoung. Miyoung tertawa lalu melepaskan tali pengaman stroller yang melekat pada tubuh Haemi dan Haera. Membiarkan Haemi dan Haera bangun dan melompat ke pelukan Miyoung.

"Mama juga menyayangi kalian." kata Miyoung membalas pelukan Haemi dan Haera.

****
The End
****

Ya ini adalah benar-benar akhir dari cerita Badboy-Lee Jeno. Semoga kalian tidak kecewa:'

Salam hangat dari author Blue

Terima kasih sudah membaca BadBoy-Lee Jeno^^

Sampai jumpa di Work lainnya^^

Bad Boy (Lee Jeno)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang