Sudah beberapa hari sejak kejadian di saat Jeno ditemukan dengan wajah lebam. Luka di wajah Jeno juga sudah cukup kering dan lebamnya sudah memudar. Sikap Jeno yang dingin juga perlahan menghilang. Tergantikan oleh Jeno yang periang tetapi tetap beringas.
"Sial aku lupa kalau markasku ada di daerah ini juga. Bagaimana kalau Renjun dan Jaemin tahu aku tinggal di sini sekarang?" tanya Jeno.
"Masukkan motormu ke garasi, jangan beritahu. Jangan membawa temanmu yang pemabuk atau perokok ke sini karena aku benci itu. Jika mereka datang untuk belajar, itu tak apa." jawab Miyoung.
Tak sengaja secara bersamaan, Jeno dan Miyoung mendapat pesan singkat di ponsel masing-masing. Isinya juga tak jauh beda.
"Makan malam bersama keluarga Lee dan Kim. Apalagi ini?" pekik keduanya bersamaan.
"What the... Kau juga dapat pesan yang sama?" hampir saja Jeno mengumpat.
Miyoung hanya mengangguk. Miyoung tak tahu harus berbuat apa karena ia pasti akan bertemu Taeyong besok malam. Miyoung hampir menangis. Miyoung tak mau bertemu lagi dengan Taeyong. Jeno punya cara untuk membuat Miyoung terhindar dari semua ini. Jeno menarik lengan Miyoung dan mulai membisikkinya dengan rencana-rencana yang ia punya.
"Tapi, karena itu juga, aku harus pulang. Kita akan bertemu besok." Jeno mengambil masker dan segera memakai helmnya. "Aku akan kembali kemari." Jeno keluar dari rumah Miyoung.
***
Jeno memarkirkan motornya di dalam garasi rumah. Garasi rumah tak kosong, ada mobil Range Rover yang Jeno ketahui adalah milik ayahnya, Jaejoong.
"Akhirnya kau pulang nak. Apa ini karena makan malam bersama keluarga Kim?" kata Jaejoong dengan nada angkuhnya.
"Aku ingin lihat apa yang di dapat Taeyong besok malam, ayah. Uang? Wanita? Atau justru bogem mentah. Kupikir yang ketiga adalah yang terbaik untuknya saat ini." jawab Jeno.
"Jaga bicaramu jika itu tentang kakakmu." bentak Jaejoong.
"Sampai kapan ayah akan membanggakan laki-laki itu? Oh aku tahu, sampai keburukannya terbuka semua." kata Jeno yang langsung melenggang pergi.
Jeno menurunkan maskernya dan menampakkan luka di ujung bibirnya. Jaejoong tak pernah suka anaknya punya luka bekas perkelahian, Jaejoong meninggi lagi.
"Berkelahi saja terus hingga kau mati." kata Jaejoong.
"Itu yang kuinginkan dari hidupku." jawab Jeno. "Aku hanya Ingin ayah Kandungku, kembali! Bukan ayah tiri sepertimu!"
"DONGHAE SUDAH MATI, LEE JENO!"
Begitu naik ke kamarnya, Jeno bertemu dengan Taeyong. Taeyong tersenyum miring melihat kepulangan adiknya itu. Jeno menatapnya jengah. Ketika akan masuk ke kamarnya, Taeyong menghalangi langkah Jeno.
"Bisakah kau tak menggangguku? Sehari saja. Aku hanya ingin masuk ke kamarku." kata Jeno sedikit memohon.
"Oh, baiklah. Silakan masuk adikku." Taeyong berlagak lembut.
"Ku harap kau akan segera mendapat balasan dari apa yang kau perbuat." kata Jeno sebelum masuk ke kamar.
"Memang kau tahu apa yang kuperbuat?" tanya Taeyong menantang.
"Besok malam, lihat saja." Jeno membanting pintu kamarnya agar tak lagi diganggu oleh kakaknya.
***
"Ayah menjemputku akhirnya. Apa ini karena makan malam akhir pekan besok?" tanya Miyoung ketika sang Ayah, Kim Minseok.
"Tentu saja, ayah menjemputmu juga karena ingin membicarakan perjodohanmu dengan anak dari Jaejoong." Minseok menggandeng tangan Miyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy (Lee Jeno)
Fiksi Penggemar[Finished(+bonchapt)] Urakan tapi cerdas? Apa mungkin? Cerdas tapi bodoh dalam hal cinta? Bisa saja terjadi. Lee Jeno, seorang anak yang rusak karena rumah tangga orang tuanya berantakan. Di sisi lain sebenarnya ia adalah anak yang cerdas dalam bid...