Jeno menghabiskan waktunya dengan belajar di ruang perawatan Taeyong. Di tengah belajarnya, ia diselimuti rasa khawatir pada Miyoung. Ia juga semakin gusar karena olimpiade matematika hanya tinggal esok hari.
Taeyong sendiri tertidur karena lemas. Ia mengalami dehidrasi yang cukup parah. Ketika Jeno masuk ke ruangannya tadi, Taeyong tak banyak berulah bahkan bicara. Ia terlalu lemah untuk melakukannya. Jeno bisa sedikit lega karena ini. Seharian ia tak akan diganggu oleh otak nakal Taeyong.
Donghae duduk di samping putra bungsunya yang masih mengolah angka di atas kertas dan sesekali membenarkan kacamatanya yang melorot ke hidung. Sedari kecil, memang Jeno sudah punya potensi kecerdasan yang mumpuni. Tak heran kalau Jeno bisa ditunjuk untuk olimpiade—meskipun itu sangatlah mendadak—. Donghae memakaikan selimut di punggung putranya itu isyarat menyuruhnya tidur.
Jeno tekejut karena hal yang paling ia rindukan dari ayahnya itu bisa ia rasakan lagi. Sewaktu dulu, ketika Jeno kecil masih terlalu asyik bermain hingga larut malam, Donghae selalu menyelimuti punggungnya dan mengajaknya masuk ke kamar. Hal itu terus berlanjut hingga ia masuk sekolah dasar. Karena setelah itu, kehidupan Jeno berubah sejak kehadiran Jaejoong. Jaejoong merenggut kebahagiaan Jeno, sekaligus ia kehilangan seseorang yang selalu menyelimutinya ketika malam tiba. Yang kata Jaejoong telah mati.
"Ayah..." sebut Jeno lirih.
"Tidurlah, besok kau butuh banyak tenaga untuk berpikir." kata Donghae menyiapkan tempat untuk Jeno tidur.
"Bagaimana dengan Miyoung? Aku khawatir padanya." tanya Jeno.
"Miyoung akan baik-baik saja. Tenanglah, sekarang waktunya kamu istirahat." Donghae menepuk pundak putranya.
"Baiklah." Jeno langsung berbaring di sofa tempatnya duduk tadi. "Malam ayah." Jeno langsung bisa terlelap.
***
Kediaman keluarga Lee tak setenang dan semisterius biasanya. Kehadiran dua orang wanita lah yang membuat suasana rumah itu seketika gaduh. Dua wanita itu bertengkar karena Taeyong.
"Kau siapanya Taeyong?" tanya perempuan kecil berwajah garang bernama Jisoo.
"Aku ini kekasih Taeyong. Kau yang siapa?" balas perempuan berambut pendek yang aksen wajahnya sedikit kebaratan. Wendy namanya.
"Aku kekasih Taeyong, tolong jangan mengaku-aku." Jisoo percaya diri.
"Kau yang berkhayal!" Wendy tak terima.
Taeyeon tak sengaja melihat pertikaian dua gadis yang memperebutkan Taeyong itu. Taeyeon langsung memberitahu kalau orang yang dua gadis itu cari sedang tak ada di rumah. Taeyeon sendiri juga bingung harus mencarinya ke mana. Hari sudah cukup larut.
"Dia pergi? Selama ini dia menipu kita?" Wendy kesal dan langsung pergi.
***
Jaejoong mengamuk di dalam ruang bawah tanah rumahnya ini. Bisa-bisanya Taeyong lepas dari jeratan rantai yang ia buat. Jaejoong sudah menduga kalau ini adalah perbuatan Donghae yang sudah kembali dari perasingan.
"Akan kupastikan kau mati, Lee Donghae." kata Jaejoong. Tangan kanannya yang membawa pistol langsung menembakkan satu pelurunya ke lampu utama ruangan itu.
***
Pagi harinya, Lee Jeno segera bergegas menyiapkan diri untuk menghadiri lomba. Taeyong, selaku pembimbing persiapan olimpiade terkejut karena bukan Miyoung yang berangkat. Jeno agak kesal saat ingin menjawab. Namun, emosinya ia redam sebisa mungkin.
"Bukannya kau yang membuatnya terluka? Mengapa harus bertanya? Dia harus dioperasi karena kau berhasil mematahkan tulangnya." jawab Jeno ketus sebelum keluar dari ruang perawatan Taeyong.
![](https://img.wattpad.com/cover/179040436-288-k548703.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy (Lee Jeno)
Fanfiction[Finished(+bonchapt)] Urakan tapi cerdas? Apa mungkin? Cerdas tapi bodoh dalam hal cinta? Bisa saja terjadi. Lee Jeno, seorang anak yang rusak karena rumah tangga orang tuanya berantakan. Di sisi lain sebenarnya ia adalah anak yang cerdas dalam bid...