04-Nomor Ponsel
Zia meletakkan buku-buku pinjaman Zidan dengan kasar di meja si empunya.
Zidan duduk. Memasukkan sebagian buku pinjamannya ke ransel, menyisakan satu buku tebal di mejanya. Zia masih berdiri di sisi kanan meja Zidan.
"Lo ngapain masih di situ? Pergi sana!" Zidan mengusir Zia tanpa mengucapkan terima kasih. Zia yang sudah gondok dengan senang hati pergi dari kelas Zidan. Zia menumpahkan kekesalannya dengan meremas-remas tangannya sepanjang jalan.
"Nyebelin banget tuh cowok! Pantes gak ada cewek yang betah sama dia. Dan gue harus deketin dia selama empat belas hari? Gila!"
***
Zia menaruh buku serta alat tulisnya ke dalam loker. Pelajaran hari ini sungguh melelahkan. Belum lagi dia masih kesal dengan ulah Zidan tadi pagi. Namun, Zia masih pengen mengikuti tantangan Sherly. Tas branded itu masih menari-nari di pelupuk matanya.
Zia ingat cerita wattpad yang pernah dibaca Salza. Di cerita tersebut si cowok yang lagi jatuh cinta sama cewek, memberanikan diri meminta ID LINE si cewek. Zia kepikiran ingin meminta nomor Zidan.
"Eh tapi masa gue duluan sih?" gumam Zia ragu. "Ah gak papa deh."
Zia menutup pintu lokernya dan pada saat yang bersamaan Zidan keluar dari kelasnya. Jelas Zidan baru keluar, jam pelajaran terakhirnya Bahasa Inggris. Miss Elena yang terkenal cerewet itu pasti akan bercerita panjang lebar tentang pengalaman dia yang kuliah di luar negeri. Walau sudah berkali-kali, guru itu tidak bosan. Zia sendiri saat jam-nya Miss Elena akan memilih tidur sampai pelajaran selesai. Lumayan dapet tidur satu jam.
Kembali ke topik. Zia yang sudah bertekad akan meminta nomor ponsel Zidan kini mengejar Zidan sebelum menghilang.
"Hai." Zia menyapa Zidan. Walaupun Zia sudah tau tidak akan digubris.
"Tadi jam-nya Miss Elena ya? Lo pasti tidur 'kan?"
"Tidur cuma buat siswa yang lemah."
Ucapan Zidan menohok hati Zia. Kampret gue dibilang lemah.
"Oh iya, lo kan suka baca novel. Pasti asik kalo dengerin Miss Elena cerita."
"B aja."
Mengheningkan cipta. Zia masih berkutat dengan otaknya, memikirkan cara yang tepat untuk meminta nomor Zidan sekaligus cara memaksa jika ditolak mentah-mentah.
Zidan dan Zia sudah tiba di gerbang sekolah. Sebelum Ulil datang, Zia harus melancarkan aksinya. "Zi, bagi nomer Whatsapp lo dong."
"Gak."
"Ayolah Zi, nambah temen gak masalah 'kan?"
"Bagi gue masalah."
Sebelum Zia meminta lagi, Zidan menyetop laju taksi. Cowok itu menaiki taksi tersebut meninggalkan Zia.
Zia menghentakkan kakinya. "Dasar pelit!"
Begitu taksi yang membawa Zidan melesat jauh, BMW milik Ulil berhenti di depan Zia. Kaca mobilnya terbuka, orang yang berada di dalam menampakkan diri.
"Zidan sama lo gak?"
"Tadi sama gue. Sekarang udah pergi naik taksi."
"Naik taksi? Kok lo gak cegah sih?"
"Lho, emangnya gue siapanya ngelarang dia pergi. Zidan udah gede kali, Lil."
Setelah itu Ulil tancap gas tanpa pamit pada Zia. Zia dibuat heran, kenapa Ulil tampak khawatir Zidan pulang sekolah sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIZI - [Terbit]
Teen Fiction[SEBAGIAN PART DIHAPUS. BUKUNYA BISA KAMU BELI DI TOKBUK ONLINE KESAYANGAN KAMU] "Lo harus bisa menaklukan hati Zidan dalam waktu empat belas hari." Petualangan Zia dimulai. Ia pun rela jatuh bangun demi hadiah yang dijanjikan temannya. Empat belas...