ZIZI 15- Sakit

1.9K 113 3
                                    


15- Sakit

"Zia, duduk. Mami pengen bicara."

Zia yang baru saja bangkit duduk kembali. Tadi saat makan, sang mami lebih banyak diam. Zia juga tidak berani mengeluarkan suaranya.

"Mobil kamu nggak bisa diambil lagi, kan?" tanya Nindya.

Zia menunduk. Netranya menatap piring bekas makannya tadi. "Iya, Mi."

Nindya meraih cangkir. Lalu menyeruput cairan kopi yang ada di dalam cangkir tersebut. "Ikhlasin aja," ucapnya seraya meletakkan cangkir ke tempat semula.

Zia mengangkat kepalanya. Sedikit tidak percaya dengan omongan maminya. "Mami yakin?"

"Lho, kenyataannya hari ini kamu nggak berhasil ngambil mobilnya. Daripada memperpanjang urusan lebih baik Ikhlasin aja mobil itu di tangan Sherly selamanya. Ini juga sebagai pelajaran buat kamu biar nggak aneh-aneh lagi. Masih mending mobil kamu yang hilang, kalau rumah ini yang kamu gadai, kamu mau tinggal di mana? Lagian mami masih sanggup beliin kamu tas itu."

Nindya menumpuk piring bekas makan dirinya dan Zia. Lalu bangkit dari tempat duduknya. "Jangan diulangi lagi ya, Nak."

Zia yang masih duduk di kursi menganggukkan kepalanya.

"Ya sudah. Istirahat sana."

Setelah itu Nindya beranjak ke dapur dengan membawa tumpukan piring kotor. Sedangkan Zia masih termenung di tempatnya. Dia bersyukur Nindya tidak memperpanjang urusan, tetapi jika disuruh ikhlas, entah kenapa Zia merasa ... belum mampu.

***

Mentari pagi mulai bersinar. Menerobos sela-sela jendela kamar Zia. Si pemilik kamar belum beranjak dari ranjang Queen size-nya. Meski di luar, sang mami sudah menggedor pintu kamar berkali-kali.

Kepala Zia terasa berat sekali untuk sekadar bangun dari tidurnya. Tenggorokannya juga sakit. Sudah dari semalam Zia merasakan tidak enak badan, dia pikir dibawa tidur sakitnya akan hilang.

Akhirnya Zia mengirim pesan ke Nindya. Mengatakan buka saja pintunya pakai kunci duplikat. Tak butuh waktu lama, pintu terbuka dan Nindya tergopoh-gopoh menghampiri Zia.

"Zia, kamu kenapa?"

Nindya meletakkan punggung tangannya di atas dahi Zia. "Ya Allah, badan kamu panas!"

Secepat kilat Nindya keluar kamar. Mengambil thermometer digital dan kotak P3K di tempat biasa menaruh barang tersebut. Lalu balik lagi ke kamar Zia, menyelipkan thermometer di ketiak anaknya. Begitu alat tersebut berbunyi, Nindya segera mengambil dan melihat hasilnya. 39.8 derajat, tinggi.

"Mami belikan bubur dulu di depan, ya. Kamu harus makan. Habis itu minum obat."

Zia mengangguk.

***

Usai memakan bubur yang hanya dua suap saja, Nindya memberikan paracetamol supaya panasnya turun.

"Kamu istirahat, ya. Mami hubungi wali kelas kamu dulu."

Nindya keluar agar Zia bisa beristirahat. Lalu meminta izin tidak hadir kepada wali kelas Zia. Setelah itu, Nindya menelepon seseorang.

"Tolong kamu reschedule untuk empat hari kedepan ya. Anak saya lagi sakit."

***

Salza baru datang menjenguk Zia setelah dua hari Zia tidak sekolah. Zia sendiri sudah kelihatan lebih baik dari hari sebelumnya.

"Tadi gue kaget Zidan datang ke kelas kita. Nanyain elo kenapa dua hari ini nggak masuk sekolah."

"Hah? Serius lho?"

"Beneran. Coba deh cek hp lo. Kali aja dia ngechat elo."

Zia mengecek ponselnya yang sudah dua hari tidak disentuh sama sekali. Zia baru menyadari ada banyak chat WA dari nomor baru. Zia segera membukanya.

Hai Zia cantik

Aku Rendra

Kata guru kamu sakit ya?

Semoga cepet sembuh cantik

Kelas jadi sepi tanpa kamu

Dan masih banyak pesan dari Rendra berisi gombalan alay yang hanya Zia balas dengan kata 'makasih'. Di hpnya tidak ada satu pun pesan dari Zidan.

Ingat Zidan, jadi ingat mobilnya yang masih berada di tangan Sherly. Zia terus memikirkan apakah Sherly merawat mobilnya dengan baik, meletakkannya di tempat yang nyaman?

Zia bahkan masih ingat berapa harga mobil tersebut. Namun, kenapa Nindya mudah mengikhlaskannya?

Zia mencoba bangkit, meski kepalanya masih sempoyongan.

"Zi, lo mau ke mana?"

Zia tidak menyahut. Dia mendekati salah satu lemari yang tak jauh dari tempat tidurnya. Zia membuka lebar-lebar lemari tersebut. Terpampang banyak tas dan sepatu yang masih terbungkus plastik, hasil dari endorse maupun beli sendiri.

"Sal, lo bisa bantu gue?"

"Bantu apa?"

"Jualin semua barang yang ada di lemari ini."

Salza melotot tak percaya. "Semuanya?" serunya tidak yakin. Sebab, Zia sangat menginginkan barang-barang tersebut. Makanya dia rela endorse dan rela uang jajannya habis.

"Iya. Pakai IG gue ya, tuh hpnya di kasur."

"Lo udah yakin?"

Hening.

Zia memandang satu persatu sepatu dan tas yang berjejer rapi.

Nyokap lo kerja banting tulang buat mencukupi kebutuhan lo. Terus ini balasan lo? Lo foya-foya dari hasil keringat nyokap lo. Sumpah, yang lo lakuin tuh sampah tau nggak.

Zia memejamkan kedua mata dan membukanya lagi. Berusaha untuk yakin dengan keputusannya. "Gue udah yakin. Mami aja udah ikhlas mobil gue di tangan Sherly, masa gue nggak bisa ikhlas jual barang-barang ini. Siapa tahu hasil dari penjualan bisa buat ganti kerugian mami."

Salza terenyuh mendengarnya. Ah, seandainya dia membuka rahasia Sherly secepatnya, pasti mobil itu masih ada.

Salza merasa bersalah.

"Ya udah, gue bantu jualin."

❤❤❤

Done
011119

Published
061119

***

A/N

Maaf banget ya baru bisa up. Ada kerjaan yang harus diselesaikan. Intinya makasih semuanya yang udah bersedia nunggu ZIZI apdet.

Ternyata bukan di part 15 jawabannya, wkwkwk. Salah hitung akoh. Jadi kuis di part 10 masih berlaku ya, silakan lihat di part tersebut.

ZIZI - [Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang