13- Minta MaafPulang sekolah, Zia langsung menjalankan niatnya.
Pertama-tama yang Zia lakukan adalah menghubungi Zidan. Sudah empat kali Zia mengirim pesan yang sama, tetapi hanya berupa centang satu. Sampai Zia menelpon nomor itu dua kali, hanya berdering saja. Kemudian Zia mencoba menghubungi Zidan via seluler, dan tersambung.
Biasanya yang Zia mendengar bunyi tut tut tut, sekarang terdengar bunyi RBT yang diaktifkan Zidan.
Bagaimana caranya untuk
Meruntuhkan kerasnya hatimu
Kusadari ku tak sempurna
Ku tak seperti yang kau inginkanKau hancurkan aku dengan sikapmu
Tak sadarkah kau telah menyakitiku
Lelah hati ini meyakinkanmu
Cinta ini membunuhku ....Zia terus mendengarkan lagu tersebut hingga suara operator wanita memberitahu kalau nomor Zidan sedang tidak dapat dihubungi. Zia kemudian mengulangnya sekali lagi. Dan lagi, Zia mendengar RBT tetapi lagunya berbeda.
Menyakitkan bila cintaku
Dibalas dengan dusta
Namun mencintamu takkan ku sesali
Karena Aku yang memilihmuZia segera memutuskan sambungan sebelum lagu itu berlanjut. Entah kenapa Zia merasa sesak di dadanya setelah mendengar dua lagu tersebut. Seolah-olah lagu tersebut ditujukan kepadanya.
Kedua kakinya melangkah menuju kelas Zidan. Zia ingin meminta maaf secara langsung. Zia tidak mau rasa bersalahnya terus menghantuinya setiap hari.
Kelas Zidan sudah tampak sepi. Zia ingin memastikan masih adakah Zidan di dalam tetapi belum sempat Zia melangkahkan kakinya, netranya menangkap sosok Shilla yang baru saja keluar dari kelas Zidan dengan membawa sebuah ransel yang Zia duga milik Zidan.
"Hai Shilla. Kok tumben ke sini?" Zia mulai basa-basi. Meski jantungnya berdegup kencang melihat ekspresi wajah Shilla yang datar sejak kedatangannya.
"Kak Zia juga ngapain ke sini? Pasti mau ketemu sama Kak Zidan, kan?"
"Iya. Zidan masih ada di dalam, kan? Panggilin dong."
"Kak Zia mending nggak usah ketemu lagi sama Kak Zidan. Kak Zia nggak usah berteman lagi sama Kak Zidan."
"Shilla, aku bisa jelasin."
"Kak Zia jahat. Tega jadiin Kak Zidan taruhan. Padahal Kak Zidan sebenernya orang baik. Kalian aja yang nggak kenal deket, makanya seenaknya mempermainkan Kak Zidan! Kak Zidan punya salah apa sih sama kalian sampai kalian tega bikin taruhan itu?!"
Zia menegak salivanya. Shilla benar. Dia belum mengenali Zidan sepenuhnya. Bahkan Zia juga tidak tahu alasan Sherly menjadikan Zidan bahan taruhan.
"Mendingan Kak Zia nggak usah ketemu Kak Zidan lagi. Kak Zidan udah terlalu menderita, dan aku nggak mau Kak Zia nambahin penderitaannya. Cukup taruhan ini aja."
Shilla pergi. Meninggalkan tanda tanya besar di kepala Zia. Sebenarnya penderitaan macam apa yang dialami Zidan hingga Ulil maupun Shilla tidak rela Zidan disakiti olehnya?
***
Zia tidak tinggal diam. Dia terus mencari keberadaan Zidan di segala penjuru sekolah sambil terus menelepon Zidan. Entah kenapa Zia yakin kalau Zidan masih ada di sekolah, meski tidak tahu di mana cowok itu berada.
Kaki Zia melangkah menuju studio musik. Zia menelepon Zidan sekali lagi dan telinganya mendengar suara ponsel dari dalam ruangan studio.
Zia mantap memasuki ruangan tersebut. Benar. Zidan ada di sana. Sedang duduk di depan piano. Zia segera menghampirinya.
"Lo ngapain ke sini?"
"Gue dari tadi nyariin elo. Ternyata lo ada di sini. Lo lagi main piano ya?"
"Gue nggak bisa main piano."
"Lho terus yang kabarnya lo bisa main segala macam alat musik itu–"
"Itu bohong. Gue cuma bisa main gitar. Itupun cuma yang akustik."
Hening.
Mendengar pengakuan Zidan langsung, Zia tak tahu harus berkata apa. Zia merasa dibohongi selama ini.
"Lo ngapain masih di sini? Mendingan lo pulang sana." Zidan berkata tanpa menoleh ke arah Zia sedikit pun.
"Gue mau minta maaf. Gue sadar gue salah. Gue pengen ngulang semuanya dari awal. Gue mau kita berteman."
"Gue udah maafin lo. Tapi sorry, gue nggak mau ketemu sama lo apa pun hubungannya. Kembali percaya ke orang yang udah nyakitin, itu susah. Dan lo pasti udah tau itu, kan?"
Zia menunduk. Matanya memanas dan mulai berembun. Sefatal itukah kesalahannya? Hingga Zidan tidak mau mempercayainya lagi.
Kenapa rasanya sakit sekali?
"Lo nggak mau ngasih kesempatan kedua buat gue?" tanya Zia dengan suara bergetar. Tangisnya nyaris pecah.
"Di dunia ini, kesempatan kedua itu langka. Gue belum yakin apa lo akan menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya."
Zia mengusap kasar air matanya yang terlanjur jatuh. "Iya lo bener. Kesempatan kedua itu langka. Mendingan kita balik ke dulu lagi, kembali menjadi Zia dan Zidan yang nggak pernah saling sapa. Makasih udah mau maafin gue."
Gontai, Zia melangkah keluar. Baru setelah itu Zidan memutar posisi duduknya dengan susah payah. Zidan menatap layar ponselnya yang tidak sengaja menyala. Setidaknya, ada 50 panggilan tak terjawab dari Zia semua.
Biarlah kejadian ini menjadi pelajaran buat Zia. Semoga setelah ini, Zia akan berpikir panjang dalam mengambil tindakan.
❤❤❤
Done
141019Published
171019***
Next part...
"Mami nggak mau tau. Pokoknya gimana pun caranya, mobil itu harus bisa kamu ambil lagi!"
***
A/N
Tanggal 17 Oktober, bertepatan dengan hari ulang tahun emak. Doanya gak muluk-muluk, semoga kelak emak bisa liat buku novel karya pesulapcinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIZI - [Terbit]
Teen Fiction[SEBAGIAN PART DIHAPUS. BUKUNYA BISA KAMU BELI DI TOKBUK ONLINE KESAYANGAN KAMU] "Lo harus bisa menaklukan hati Zidan dalam waktu empat belas hari." Petualangan Zia dimulai. Ia pun rela jatuh bangun demi hadiah yang dijanjikan temannya. Empat belas...