ZIZI 20- Rumah Sakit

1.8K 120 5
                                    

20- Rumah Sakit

Dua hari Zidan tak masuk sekolah. Tentu saja Zia kepikiran. Karena terakhir bertemu dalam keadaan seperti itu. Meski saat ini raganya sedang bersama Rendra, hatinya tetap memikirkan Zidan. Apa sekarang cowok itu baik-baik saja?

Zia terus menerus mengecek ponselnya. Berharap chat yang dikirim ke Zidan sejak semalam berubah menjadi centang biru. Zia benar-benar khawatir.

"Sayang, dari tadi ngeliatin hp mulu. Ada apa?" Rendra yang tadi asyik makan bakso kini mulai mencurigai Zia.

"Gak papa. Gue cuma ngecek jam," jawab Zia.

"Kamu kan udah pakai arloji, kenapa masih lihat jam di hp?"

"Ya terserah gue dong."

Rendra melanjutkan makannya. Sedangkan Zia masih terus menatap ponselnya. Sampai akhirnya Rendra merebut ponsel Zia dari tangan pemiliknya.

"Jadi, dari tadi kamu nungguin WA dari Zidan?"

"Iya. Kenapa emangnya? Balikin hp gue!"

Bukannya dikembalikan, Rendra justru membanting ponsel Zia ke lantai. Apa yang dilakukan Rendra membuat Zia naik pitam.

"Lo!" Zia menampar keras wajah Rendra. Banyak pasang mata penghuni kantin yang melihat kejadian tersebut.

Zia memungut ponselnya yang sudah retak akibat ulah Rendra. Kemudian pergi meninggalkan Rendra yang tak berkutik setelah terkena tamparan.

***

Zia masuk ke kelasnya. Di bangkunya, ada Sherly yang entah ada keperluan apa dengan Salza.

"Muka lo kenapa kecut amat, Zi? Masih pagi ini," celetuk Salza.

"Nih lihat!" Zia meletakkan ponselnya di meja. "Gara-gara si bangsat, hp gue jadi ancur kek gini."

"Si bangsat siapa?" tanya Salza dan Sherly nyaris serentak.

"Siapa lagi kalo bukan pacar gue!"

"Ya ampun panggilan kesayangannya keren banget," sahut Salza.

"Najis panggilan kesayangan."

"Emang kalian habis ngapain sampai Rendra ngerusakin hp lo?" tanya Sherly.

"Gue ketauan nge-chat Zidan."

Setelah itu baik Salza maupun Sherly hanya ber-oh ria. Zia mencoba menyalakan ponselnya, tetapi tidak bisa.

"Wajar lah Rendra bisa sampai marah kayak gitu."

Fokus Zia teralih. Matanya menatap tajam Sherly. "Maksud lo apa? Ngerusakin barang pribadi gue menurut lo wajar? Nggak waras lo!"

"Bukan gitu. Lo tuh kan sekarang pacarnya Rendra. Jadi, lo fokus lah ke pacar lo, jangan ke cowok lain. Mana ada cowok yang suka ceweknya mikirin orang lain? Nggak ada, Zi."

"Untuk kali ini Sherly bener, Zi. Gue setuju," sahut Salza.

Terdengar embusan napas dari mulut Zia. Cewek itu malas berdebat dengan kedua temannya. Mempunyai rasa empati terhadap sesama manusia memangnya salah?

***

Setelah membeli ponsel menggunakan uang hasil penjualan barang-barangnya itu, Zia pulang.

Melihat mobil Nindya terparkir di depan garasi, itu berarti sang mami sudah pulang dari luar kota. Zia membuka pintu pagar, lalu melangkah masuk ke rumah. Rupanya, Nindya sedang membaca majalah di ruang tengah.

Zia mengeluarkan amplop cokelat tebal dari dalam tasnya. Sebelum pulang Zia sempatkan mengambil sisa uang tersebut di Bank. Perlahan, Zia mendekati maminya.

"Mi, ini buat Mami."

Zia meletakkan amplop tersebut di meja. Nindya menutup majalahnya, melepas kacamata bacanya, lalu menatap wajah putrinya.

"Ini apa, Zi?"

"Ini uang, Mi. Sebagai ganti kerugian karena Zia udah ikutan taruhan. Tapi sebagian Zia pakai buat beli hp baru, ini sisanya."

"Emangnya hp kamu yang lama kenapa?"

"Rusak, Mi."

Nindya memungut amplop tersebut. Begitu melihat isinya, Nindya kembali menatap Zia. "Terus kamu dapat dari mana? Ini nggak sedikit, Nak."

"Zia jual sepatu sama tas yang ada di kamar, Mi."

Nindya tertegun. Pantas saja tadi lemari anaknya tampak kosong. Ternyata isinya sudah dijual. Sisi hatinya pun terharu karena anaknya mau bertanggung jawab atas perbuatannya.

Nindya meletakkan kembali amplop itu di tangan Zia. Apa yang dilakukan maminya membuat Zia bingung.

"Kamu yang simpan, ya. Tapi jangan dihabiskan, ini banyak lho."

"Tapi ... ini buat Mami."

"Buat kamu aja. Mami senang kamu udah bisa tanggung jawab. Disimpan, ya."

Zia menatap amplop itu di tangannya. Sekarang dia yang bingung, mau untuk apa uang sebanyak ini?

***

Hari ini, Zia akan bertekad mencari tahu keberadaan Zidan sekarang. Tempat pertama yang menjadi target adalah kelas Zidan.

Tidak ada Zidan maupun Ulil di sana. Zia melirik arlojinya. Jam 06.53, harusnya mereka berdua sudah ada di kelas.

Zia kemudian menyusuri lorong-lorong sekolah. Siapa tahu bisa berpapasan dengan dua cowok itu. Namun, hingga sampai pos satpam, Zia tidak menemukannya.

"Ini ngapain gue nyariin mereka sih? Gak penting banget."

Zia hendak kembali ke kelas, tetapi matanya menangkap mobil Ulil yang baru saja melintas keluar dari gerbang sekolah. Zia berlari mengejar mobil tersebut dan nyaris keserempet motor.

"Beno, bantuin gue kejar mobil Ulil!" seru Zia pada si pengendara motor yang tadi hampir menabraknya.

"Hah? Gue? Orang lain aja sana. Gue mau sekolah."

Zia mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan dari saku bajunya. Menyerahkan uang itu ke tangan Beno. "Gimana? Masih nggak mau bantuin gue?"

"Kalo begini sih ... hayuk lah."

Zia menyambar helm dan langsung menaiki motor tersebut seraya mengenakan helmnya. Setelah itu Zia menyuruh Beno tancap gas. Tak butuh waktu lama motor Beno berhasil berada di belakang mobil Ulil. Zia menurunkan kaca helm supaya wajahnya tidak dikenali.

Mobil Ulil masuk ke area rumah sakit. Sementara itu, Zia menyuruh Beno berhenti. Lalu turun dari motor.

"Thanks ya, Ben. Lo balik ke sekolah lagi sana," ujar Zia setelah melepas helm. Beno mengangkat jempolnya, lalu menghilang bersama motornya.

Zia berlari kencang memasuki lobby rumah sakit. Beruntung punggung Ulil masih terlihat. Zia terus membuntuti cowok itu, sesekali bersembunyi saat Ulil menoleh ke belakang.

Ulil memasuki satu ruangan. Begitu suasana di rasa kondusif, Zia mengintip di balik pintu yang terbuka sedikit. Di sana ada seorang laki-laki yang duduk di kursi roda dengan alat bantu pernapasan menempel di hidungnya. Begitu melihat wajahnya, mata Zia membulat sempurna.

Zia mundur. Hingga tubuhnya menabrak sebuah trolli berisi obat-obatan yang dibawa oleh suster.

"Maaf, Sus." Zia membantu memungut botol-botol obat yang berserakan di lantai.

"Zia ...."

❤❤❤

Done
031219

Published
041219

***

ZIZI - [Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang