Chapter 7: Care

10.9K 1.8K 321
                                    

Hari ini Jeongwoo berangkat ke sekolah diantar oleh Ibunya. Tadi pagi sebenarnya Jeongwoo ingin berangkat seperti biasa—naik kendaraan umum. Namun, Irene yang baru saja mengetahui plester yang tertempel di dengkul kaki kanan anaknya itu lantas berubah menjadi khawatir. Irene tidak membiarkan Jeongwoo naik bus ke sekolah, maka dari itu dia bilang kalau dia akan mengantar anaknya tersebut ke sekolah.

Awalnya Jeongwoo sudah menolak rencana Ibunya, namun Irene tetaplah Irene. Wanita itu tidak bisa dibantah kalau sudah seperti ini, membuat Jeongwoo akhirnya pasrah memilih mengikuti kemauan Ibunya.

"Woo, kamu gimana ceritanya sih bisa sampai luka gitu?" Tanya Irene ketika berada di dalam mobil. Jeongwoo yang duduk di kursi penumpang bagian depan lantas menoleh sebentar.

"Biasa, Ma, jatoh hehe." Balas Jeongwoo jujur. Memang benar kan kalau kemarin dia terjatuh, meskipun akibat ulah Haruto sih.

Mereka terjebak lampu merah, Irene yang semula fokus menyetir kemudian menatap anaknya masih dengan tatapan khawatir. Jeongwoo pikir Ibunya terlalu berlebihan, padahal kan ini hanya luka biasa. Kenapa Ibunya harus sampai mengantar Jeongwoo ke sekolah.

Jeongwoo menatap Ibunya dengan yakin, "Gapapa kok, serius, cuma luka kecil. Lagian Mama ngapain sampe repot-repot anterin aku sih? Kan aku bisa naik bis aja kayak biasanya."

"Mama tuh khawatir tau sama kamu. Khawatir itu karena peduli, dan peduli tuh karena sayang, Woo."

Jeongwoo terhenyak. Betul kata Ibunya, semua orang tua pasti akan melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh Irene. Terlebih lagi Jeongwoo merupakan anak satu-satunya—sudah pasti dia jadi anak kesayangan Ibunya.

"Kamu sih gak hati-hati kalau jalan. Lain kali hati-hati makanya, Woo!" Kali ini suara Irene terdengar seperti menegur sekaligus memarahi anaknya yang dia pikir tidak hati-hati makanya sampai bisa terjatuh. Jeongwoo hanya mengangguk untuk merespon ucapan Ibunya. Padahal dalam hati dia sedang gerutu.

Andai aja Mama tau ini ulah Haruto

Sesaat setelahnya lampu lalu lintas kembali berwarna hijau—menandakan agar pengguna jalan segera melanjutkan perjalanan. Irene kembali menancap gas mengendarai mobilnya menuju sekolah Jeongwoo.

Bunyi denting yang berasal dari handphone Jeongwoo yang merupakan notif chat yang baru saja masuk, membuat lelaki itu mengeluarkan benda pipih tersebut dari kantong seragamnya. Jemarinya dengan cepat membuka aplikasi chat dan mendapati satu pesan yang baru saja masuk.

Haruto Shippuden

Dimana?

Di jalan

Naik bis lagi?
Read.

Sengaja pertanyaan Haruto tidak dia jawab karena Jeongwoo malas menjawabnya, lagi pula dia takut diledeki oleh Haruto kalau Jeongwoo bilang diantar oleh Ibunya. Maklum namanya juga anak baru SMA—terkadang suka malu dengan teman kalau kemana-mana masih diantar oleh orangtua.

"Siapa, Woo?" Jeongwoo sebal deh karena Irene mulai kepo. Padahal tidak penting-penting amat kan chat dari Haruto barusan.

"Temen."

"Oh iya, gimana di IPA? Kamu punya teman banyak gak?"

Jeongwoo menghela nafas. "Ya gitu deh, Ma.." Jawabnya malas-malasan. Sebenarnya dia jadi merasa suka tidak suka pindah ke IPA. Sukanya karena sesuai minat dan kemampuan dia, tidak sukanya karena harus sekelas bahkan sebangku pula dengan manusia bernama Haruto.

IPA [hajeongwoo] || TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang