Chapter 13: These Feelings

8.3K 1.4K 398
                                    

"Aku berangkat ya, Ma."

Jeongwoo mengambil tangan kanan Irene lalu menciumnya. Sorot mata Ibunya terkesan khawatir, takut kalau mendadak hujan akan datang kembali ketika anaknya tersebut masih di perjalanan menuju sekolah.

"Mama anter aja ya?" Lagi. Irene kembali menawarkan diri untuk mengantar Jeongwoo naik mobil ke sekolah. Namun, lelaki yang beranjak remaja tersebut lagi-lagi menolak.

Jeongwoo menggeleng kemudian tersenyum. "Gak usah. Aku naik bis aja kayak biasa," Tolak Jeongwoo halus kepada Ibunya. Irene akhirnya mengangguk. Membiarkan anak lelakinya tersebut pergi ke sekolah dengan menaiki kendaraan umum.

Jeongwoo menutup pintu pagar rumahnya, dia langsung disambut dengan aroma petrikor yang menguar di udara. Kakinya terus melangkah sampai ke depan komplek. Sepatunya terus menghantam jalanan yang masih basah. Sesekali dia harus menghindari genangan air di jalan akibat hujan deras yang turun sejak Pagi sekali. Beruntungnya, hujan mendadak mereda ketika waktunya Jeongwoo untuk berangkat ke sekolah.

Namun, sebenarnya hujan belum sepenuhnya berhenti karena sejak keluar dari rumah tadi Jeongwoo masih merasakan beberapa tetesan air langit yang sesekali turun mengenai rambutnya. Tapi, hal itu tidak menghentikan langkah Jeongwoo untuk sampai ke halte bus depan komplek.

Baru saja kaki kanan Jeongwoo menapak di halte Bus, rintikan air dari langit semakin banyak turun. Beberapa lama menunggu, namun Bus yang biasanya Jeongwoo naiki tak kunjung datang. Mungkin saja karena hujan turun sehingga bus jarang lewat.

Jeongwoo mengetukkan kakinya, dia harap-harap cemas—takut kalau Bus tidak akan ada yang lewat pagi ini. Laki-laki itu melirik jam di pergelangan tangannya, lalu pandangannya beralih ke jalanan. Matanya tertuju pada mobil hitam yang semakin mendekat ke halte, sampai mobil tersebut benar-benar berhenti di depannya.

Jeongwoo mengernyit ketika mendapati sosok laki-laki yang turun dari pintu depan mobil hitam tersebut. Lelaki yang memakai jaket hitam dan masker berwarna hitam yang menutupi sebagian wajahnya itu lantas mendekat ke arahnya.

"Woo, ngapain di sini?" Tanya laki-laki itu seraya menarik maskernya sampai ke bawah dagu.

Jeongwoo tersenyum ketika menyadari lelaki serba hitam tersebut adalah Haruto—teman sebangkunya. "Ngojek payung." Sahut Jeongwoo asal. Sementara Haruto justru terkekeh mendengar candaan Jeongwoo, sedetik kemudian lelaki itu mengubah ekspresinya menjadi datar persis seperti Asahi anak kelas sebelah.

"Bego."

"Heh? kasar ya kamu, Watanabe. Ya, gue di sini nunggu bis lah. Udah tau ini halte bis ngapain pake nanya?" Jeongwoo memutar bola matanya.

Haruto mengangguk. "Lo mau nunggu tuh bis sampe lumutan juga gak bakal dateng. Biasanya kalo hujan tuh emang suka jarang bis yang lewat sini tau." Jelas Haruto panjang lebar.

"Bareng gue aja yuk, Woo." Ajakan Haruto membuat Jeongwoo mengernyit.

"Motor lo mana, Haru?" Pertanyaan itu meluncur dari bibir Jeongwoo, karena dia tidak menemukan motor besar yang biasa dikendarai oleh lelaki di hadapannya.

Haruto ikut menoleh ke belakang, lalu kembali beralih pada Jeongwoo. "Oh, gue gak bawa motor hari ini. Motor gue lagi di service, jadi beberapa hari ke depan kayaknya gue gak naik motor deh. Itu gue naik mobil," Haruto menunjuk mobilnya dengan dagu.

"Ayo."

"Hah?"

Haruto menaikkan maskernya kembali, lalu menarik tangan Jeongwoo untuk ikut ke mobilnya. "Dasar, bolot. Ayo cepetan keburu hujannya makin gede!"

Haruto dan Jeongwoo langsung masuk ke dalam mobil. Haruto duduk di jok depan—tepatnya di samping kursi pengemudi. Sedangkan Jeongwoo mengambil tempat di kursi bagian tengah, namun persis di belakang kursi yang Haruto duduki sekarang.

IPA [hajeongwoo] || TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang