XXVI

10.6K 711 61
                                    

'Njenengan sudah sampe mana?'

Kuketik serangkaian kata dalam aplikasi berbagi pesan di ponselku, sebelum akhirnya kuhapus kembali.

Sejak sejam yang lalu, kegiatanku hanya seperti itu. Menulis pesan dan menghapusnya kembali. Seperti emak-emak yang sudah nawar-nawar barang di pasar tapi tidak satupun membelinya.

'Apa njenengan baik-baik saja?'

Layar pada aplikasi pesan itu kembali kosong. Pesan yang kutulis selama lima menit itu terhapus kembali.

'Njenengan sudah makan?'

Ahh! Hapus Aisya! Pasti nanti suami menyebalkan itu jadi besar kepala! Stop menghabiskan waktumu untuk mengetik tiada guna ini, Aisya!

Kutengok jam dinding putih di tembok sebelah ranjang. Jarum tipis di dalamnya menunjukan pukul sepuluh malam, beda empat jam lebih dulu daripada Yaman. Apa Kak Raihan sudah mandi? Apa Kak Raihan sudah makan? Apa Kak Raihan sudah sholat? Apa Kak Raihan su ... .

Ahh! Apa sih yang memenuhi pikiranku saat ini! Pria itu sudah dewasa, dia mungkin akan bisa mengatur hidupnya sendiri, Aisya! Jangan konyol seperti ini deh!

Terpejamlah wahai mataku! Jangan terpengaruh dengan isi otak yang semerawut tidak jelas begini! Terpejamlah, please!

Kubenahi selimut yang sudah berada di ujung kaki sambil mensugesti mata agar ia menutupkan kelopaknya dengan sempurna, persis seperti Uya Kuya yang menghipnotis bintang tamunya. Tetapi aku bukan Uya Kuya, dan ... sugestiku selalu gagal!

Ya Allah ya Rabb! Mengapa rasanya sekacau ini!

Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit ... Mataku masih enggan terpejam. Memiringkan tubuh ke kanan dan ke kiri tak jelas tujuannya. Mungkin efek tidur di ranjang ukuran king size sendirian, terasa luas dan ... Sepi.

Pejamkan matamu, Sya!

Pejamkan matamu, Sya!

Pejamkan!!

Aku berteriak, di dalam hati, tentunya. Tidak mungkin aku bersuara keras saat malam-malam begini. Aku tidak sekacau itu! Ya, tidak sekacau itu.

Klung! Klung! Klung!

Suara ponsel membuatku duduk seketika. Meraih ponsel yang kuletakkan di atas nakas tiga puluh menit yang lalu. Manatap layarnya dengan seksama.

Yes! Pesan dari Kak Raihan!

Tanpa banyak pikir, kubuka pesan dari seseorang yang sejak tadi menari-nari di otak kecilku itu.

'Kangen?' tulisnya singkat.

Ahay! Dia sedang merindukanku! Dia merindukan ... .

Tunggu! Tunggu! Ada tanda tanya di akhir katanya? Itu bukan 'pernyataan' bahwa dia sedang merindukanku! Tetapi itu adalah sebuah 'pertanyaan' yang ia ajukan padaku! Pertanyaan apakah aku sedang merindukannya, begitukah maksudnya? Benar-benar pria menyebalkan!

'Enggak!'

Ketikku singkat. Biar impas, sama-sama singkat. Enak saja! di sini aku mati-matian memikirkannya dan pria itu hanya mengirim pesan yang juga tak kalah menyebalkan dari orangnya. Hanya satu kata saja. Sungguh! Tak akan ku turunkan egoku, meski sebenarnya aku ... Merindukannya.

'Okey'

Astagfirulloh!! Apa kota Tarim sebegitu panasnya, hingga membuat kepekaan suami menyebalkanku ini menguap tiada sisa?

Andai dia berada di dekatku saat ini, sudah pasti dia tak akan selamat dari puluhan cubitanku. Kesalnya ya Allah!

'Kamu belum tidur?' tanyanya dalam pesan.

Gadis Tanpa GelarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang