XXVIII. BRIDGE

13.3K 1.9K 317
                                    

"Taeri, kau mau ke mana?"

Sang adik menoleh dan mendapati kakaknya sedang memegang kaleng minuman yang baru saja diambil dari lemari pendingin dan meneguk dengan begitu santai. Kaca mata dikenakan dengan pakaian rapi—itu berarti dia sudah siap untuk kembali bekerja. Kim Seokjin adalah seorang dokter rumah sakit Abel Wood. Bukan rumah sakit besar tetapi cukup lengkap dan bagus untuk warga Abel Wood.

"Tempat Taehyung. Aku mengadakan party nanti malam di rumahnya. Seperti yang diinginkan Ayah. Mengontrol kembali keadaan." Taeri mengedikan bahunya dengan tampang kelewat tenang seolah itu bukanlah hal besar. Tentu itu sebenarnya adalah hal besar dan tidak mudah, tetapi bagi keluarga Kim sudah seperti sebuah kebiasaan—keharusan.

Seokjin tersenyum lembut memandang sang adik dan lalu mengusap pucuk kepala Taeri. "Kau memang anak manis. Kau benar-benar penurut," puji Seokjin. Apa yang pria itu katakan adalah sebenar-benarnya dia melihat Taeri. Gadis itu selalu sigap melakukan apapun dengan begitu baik—sempurna. Dia bahkan masih merasa begitu tertekan dengan cara mendidik Sang Ayah, sementara Taeri rasanya malah begitu menikmati.

"Kau selalu memiliki cara untuk mengatasi sesuatu," tambah Seokjin beralih mengusap pipi Taeri.

Kalau membicarakan tentang ambisi, Taeri memilikinya, begitu besar. Taeri memang ditekan dan siapapun tak suka hal seperti itu. Tapia da beberapa aspek yang membuat Taeri menikmatinya. Contohnya bagaimana tanggung jawab dia untuk mengontrol banyak hal. Taeri bersumpah menyukainya. Mungkin memang ada satu atau dua lainnya yang harus dikorbankan. Sangat menyakitkan dan menyedihkan. Tetapi dia tak merasa menyesal karena pada akhirnya mendapatkan apa yang dia inginkan. Kendali penuh. Menyenangkan melihat orang lain dapat dia kendalikan secara sadar ataupun tidak.

"Ka... Apakah kau benar-benar menyayangiku?" tanya Taeri tiba-tiba menatap Seokji dengan mata bulatnya. Berbinar penuh harap. Seokjin terkesiap sesaat sambil menerka-nerka maksud Taeri. Entah kenapa terdengar jangkal. Dan lagi mengingatkannya pada masa kecil mereka.

"Tentu," jawab Seokjin tanpa ragu. Dia serius menyayangi Taeri.

"Sayang yang seperti apa?" tanya Taeri lagi.

Maka alis tebal Seokjin menukik seraya keningnya berkerut. "Seperti sayang aku padamu. Sayang yang tidak bisa dikotakan dalam satu tipe. Memangnya ada apa? Kau ragu kalau aku menyayangimu? Sungguh, kau adikku. Bagiku kau bahkan lebih penting dari Ayah atau siapapun. Kau selalu jadi adik manis penurut. Aku suka itu."

Taeri tersenyum masih dengan wajah inosennya. Benar-benar adik kesayangan Kim Seokjin. "Tentu. Aku akan selalu jadi adik penurut untukmu."

"Jangan berkata seperti itu saat aku akan bekerja. Aku bisa tidak jadi bekerja dan memelukmu seharian di kamar." Satu cubitan mendarat di pipi Taeri hingga protes dan malah disuguhi tawa. Itu dia yang Taeri inginkan, tawa Seokjin.

"Kalau kau harus mati untuk menyelamatkanku, apa kau akan melakukannya, ka?"

Terlalu mengejutkan untuk Seokjin. Tapi raut Taeri masih sama seperti sebelumnya. Seharusnya tak lagi mengagetkan karena Seokjin sudah sering menghadapi adiknya yang sejak kecil sering bertanya hal-hal membingungkan. Dulu Taeri pernah bertanya,

"Kalau seseorang berusaha membunuh kita dan kita membunuhnya sebelum dia membunuh duluan, apa itu tidak masalah?" tanya Taeri dengan kalimat sedikit acak dan rasa ingin tahu di mata yang berbinar. Pertanyaan yang cukup aneh untuk bocah sekolah dasar.

"Kalau membela diri dalam keadaan terdesak sekali, mungkin tak masalah." Seokjin sendiri saat itu tak yakin karena dia juga belum dewasa. Tetapi berasumsi kalau benar-benar mendesak dan tidak disengaja karena tak ada pilihan lain—akan dipertimbangkan.

SECRETS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang