RIN : 35

2.4K 130 8
                                    

Happy reading

Rin duduk di bawah pohon rindang di samping rumah yang ia tinggali selama satu minggu itu. Matanya tak lepas dari pandangan di depannya, sebuah hamparan laut yang tak pernah ia bayangkan. Memang, wanita itu pernah bercita-cita menjadi seorang nahkoda kapal yang bisa menyeberang laut ke mana saja yang ia mau. Tanpa ia sadari, bibirnya tertarik ke atas dan membentuk sebuah lengkungan tipis, sangat tipis.

"Hayo, kamu lagi ngapain?"

Rin menoleh dan menemukan Ratna yang tersenyum lalu duduk di sebelahnya. Wanita itu mengikat rambutnya dengan ikat rambut berwarna merah muda. Rin hanya menanggapi dengan senyuman lalu kembali beralih pada birunya laut.

"Rin? Ada apa?" tanya Ratna memegang pundak Rin.

"Ah, tidak apa, Mbak. Cuma menikmati angin sore," jawab Rin sekenanya.

"Kau tidak lapar? Setahuku kamu belum makan siang, bukan?"

"Belum lapar, Mbak. Nanti aja, sekalian makan malam."

Semenjak kedatangan Rin dan Lily, Bima menyuruh Ratna untuk menemani mereka untuk makan malam dan sarapan. Bila malam tiba, Bima akan pulang ke penginapan miliknya yang tak jauh dari tempat Rin. Hal itu ia lakukan untuk menghindari fitnah dari warga yang ada di sana. Sekarang sudah banyak yang mengenal Rin dan Lily, bahkan mereka menerima dengan baik.

"Rin, kamu mau tahu sesuatu?"

Rin menoleh secara spontan. "Apa, Mbak?"

"Laut itu memiliki dua sisi. Pertama, dia memberikan ketenangan jiwa untuk setiap orang yang memandangnya. Dia juga bisa menarik semua masalah kita dan menggantikannya dengan perasaan bahagia. Tapi, kedua, dia juga mampu menarik semuanya, termasuk kesedihan. Termakan dalam ombak merupakan kesedihan teramat dalam sedalam laut itu sendiri. Sama seperti seseorang, semua orang memiliki dua sisi. Entah kapan semuanya akan terlihat, tapi yakinlah pasti mereka memiliki alasan untuk itu," ucap Ratna.

Rin terdiam mendengar ucapan Ratna. Wanita itu kembali memandang hamparan laut yang tak terhitung oleh jengkal tangan.

"Kamu mengerti bukan?" tanya Ratna melanjutkan kalimatnya.

Rin mengangguk kecil. Suara ombak yang jaraknya sekitar 200 meter darinya itu membuat ketenangan, tapi entah kapan ia akan menepis semua yang ada di sekitarnya. Benar, semuanya memiliki dua sisi. Rin mengenggam tangan Ratna erat.

"Mbak, ajari aku untuk menemukan rasa kusendiri," katanya sendu.

Ratna menggeleng. "Aku tidak bisa. Hanya dirimu yang mampu menemukannya. Berusahalah, niscaya kamu dapat."

Rin lagi-lagi hanya mengangguk. Ia merasakan angin sore yang semakin kencang. Hijab panjangnya melayang bebas ditarik oleh angin yang menari. Tenang, itulah yang dirasakan oleh Rin.

***

"Paman, kalau nanti Lily besar, Lily mau kasih Bunda kebun bunga lili yang gede. Boleh, ya?"

Bima tertawa pelan. Mereka ada di halaman penginapan milik Bima. Sebuah pot berukuran sedang berisi bunga lili yang tinggal menghitung hari akan mekar.

"Tentu. Liana bisa memberikannya pada Bunda," jawab Bima mengacak rambut Lily yang dipasang pita berwarna biru polkadot.

"Yeay! Oh ya, Paman, Bunda orangnya baik, ya?" tanya Lily.

"Baik?"

"Iya, dia mau ngurusin Lily. Sampai-sampai jual HP buat beli makan Lily, semuanya dia kasih buat semua orang," ucap Lily.

R I N ~ (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang