RIN : 30

2.6K 126 2
                                    

Happy reading

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (QS. Al-Baqarah: 286).


"Percaya atau tidak, Kak Rin sudah pamit padaku."

Faro dan Dara mendongak menatap Arkan bersamaan. Mata mereka menunjukkan keheranan dengan kalimat yang diucapkan oleh lelaki berperawakan jangkung itu.

"Maksudnya apa sih, Bang?"

"Maksudmu apa, Arkan?"

Arkan mengembuskan napas beratnya. "Dia pernah bilang, kalau misal pasangannya memilih orang lain, dia ikhlas dan menerima," jelasnya. "And see?"

"Kapan Kak Rin bilang kayak gitu?" tanya Dara menahan air matanya yang sebentar lagi akan terjun bebas.

"Dua minggu sebelum kejadian ini."

Faro terdiam seketika. Ia memikirkan kejadian dua minggu yang lalu dan tentang istrinya.

'Dua minggu yang lalu? Minggu itu ketika Adel datang,' batin Faro menatap ubin keramik itu.

"Kami pulang, cari dia. Itu pun kalau dia masih di sekitar sini," ucap Arkan tenang dan menarik Dara yang diam seperti patung.

***

"Tugasku sebentar lagi selesai, aku akan tetap menjauh," lirih Rin memandangi taman rumah sakit dari jendela kamarnya.

Tangannya terulur turun ke perut ratanya. Bibirnya tertarik ke atas dan melengkung sempurna. "Sayang, maafkan Bunda yang jahat pada Ayahmu, tapi apakah Ayahmu tidak jahat berbuat seperti ini?"

Ia terkekeh lalu menangis. "Ya Allah, maafkan aku. Maafkan hambamu yang ingin lari dari kenyataan ini. Hamba tidak mampu, Ya Allah," ucapnya menyeka air matanya dengan tisu.

"Allah tidak akan membebani hambanya dengan ujian apabila ujian itu melebihi kemampuan hambanya."

Rin menoleh. Ia menemukan Bima yang membawa beberapa kantong hitam dan paper bag. Kening Rin mengkerut dan berjalan mendekati Bima.

"Di mana Lily, Mas?" tanya Rin membuka kantong yang dibawa oleh Bima.

"Dia ada di mobil. Ayo, kita pulang," ucap Bima kembali membawa kantong tadi.

Rin terdiam. Ia memandangi punggung Bima yang mulai dekat dengan daun pintu. Seolah tahu dengan Rin yang masih diam mematung, Bima menolehkan kepalanya ke belakang.

"Ayo, Rin. Kasihan Liana sudah menunggu di mobil," ulang Bima.

Rin mengeleng. "Aku tidak ingin pulang ke rumah, aku masih takut."

"Maksudmu apa, Rin? Nanti suamimu khawatir. Dan bagaimana dengan keluargamu?"

Rin masih menggeleng. Lagi-lagi ia menangis sambil menutup matanya. "Aku sudah cukup kenyang melihat kemesraan mereka, Mas. Aku gak tahan lagi."

'Kau membuatku semakin bersalah, Rin,' batin Bima risau.

"Lagipula tidak akan ada yang khawatir padaku. Biarlah, aku ingin bersama anak-anakku," sengit Rin menyeka air matanya dan berjalan mendahului Bima.

R I N ~ (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang