RIN : 43

2.7K 140 4
                                    

Happy reading

'Karena yang kutahu, dirimu adalah perisai hati yang diciptakan untukku ketika hati mulai gundah'

Mentari telah berani memunculkan wujudnya pada dunia. Terlihat sangat indah juga berseri menghidupkan bumi yang semakin lama akan semakin tua. Tak terasa, hari ini adalah hari terakhir di mana Rin akan meninggalkan semua orang yang menjaga serta menemaninya selama satu tahun terakhir. Bu Fizo dan Ratna telah ada di rumah Rin semenjak pagi untuk membantu membereskan barang yang akan dibawa. Rin rasanya tak sanggup untuk meninggalkan tempat itu, tapi mau bagaimana lagi, ia lebih merindukan keluarganya dan akan kembali sesekali walau belum tentu kapan.

"Bun, boneka Lily tinggal aja ya, buat Kak Shareen," ucap Lily yang tiba-tiba datang dari arah dapur.

Rin membungkuk, menyetarakan tubuhnya dengan tubuh gadis kecil itu. "Iya, Sayang. Tapi biar apa?"

"Biar suatu saat kalau Lily ke sini lagi, Kak Shareen gak lupa dan kita bisa main bareng lagi," ujarnya bersemangat.

Faro tertawa mendengar ucapan Lily itu. "Emang Kak Shareen bakal lupain Lily?" tanyanya menarik hidung anak itu.

Lily mengelus hidungnya yang memerah karena tarikan dari ayahnya. "Gak tau. Kan bisa aja, Kak Shareen juga manusia, kan? Pasti ada saatnya dia lupa," jawab Lily bangga dengan ucapannya.

"Dengerin tuh, Mas!" sindir Rin lalu menutup lemari yang sudah kosong.

Faro hanya terkekeh melihat istrinya yang menyindirnya. "Rin, Abim nangis nih!" teriak Ratna dari luar.

Dengan jurus seribu bayangan Rin langsung menuju anaknya yang tengah menangis kencang. "Anak Bunda, ada apa, hm? Laper ya?"

Abim langsung tertawa ketika berada di gendongan Rin. Umurnya yang belum genap satu bulan itu membuat semua orang yang mendekatinya pasti akan merasa gemas. Pipi gembul, kulit bersih, mata bulat, juga bola mata abu yang dimilikinya sangat mewarisi Faro.

"Dasar manja!"

Faro keluar bersama Lily langsung menyindir anaknya yang selalu manja dengan Rin. Ratna hanya terkikik geli melihat kecemburuan Faro pada Abim yang masih bayi.

"Masa sama anak sendiri aja cemburu, dasar cemburuan!"

Faro memasang tampang wajah kesal dan merajuk. Ia mengantar Lily ke rumah Ratna untuk memberikan bonekanya pada Shareen. Setelah selesai memberikan ASI pada Abim, Rin langsung menidurkan anak itu dan berganti baju karena setelah zuhur mereka akan berangkat.

'Rindu itu sebenarnya tidak berat. Hanya saja tantangan menahan semua kenangan, itu yang sulit.'

***

"Bu, Mbak, Rin pamit ya. Terima kasih untuk satu tahun ini karena telah menjaga Rin seperti keluarga sendiri. Rin beruntung bertemu kalian, semoga waktu bisa mempertemukan kita kembali," ucap Rin menahan tangis dan memeluk dua wanita berharganya itu.

"Rin, Ibu udah anggap kamu sebagai anak sendiri. Hati-hati di sana ya, jaga Abim baik-baik. Ibu tunggu dia besar," ujar Bu Fizo membalas pelukan Rin.

"Mbak juga tunggu Abim dan Lily di sini, Rin." Ratna memeluk Rin dan Lily bergantian.

Lily yang sudah menangis sedari tadi hanya diam memeluk kaki Faro. Sedangkan Abim sudah di gendongan Faro tanpa peduli dengan keadaan yang tengah haru. Selesai acara peluk-pelukan, Rin kembali mengucapkan kata terima kasih, entah sudah berapa kali ia mengucapkan itu tapi masih saja duduk diam sembari memeluk Ratna.

"Rin, Faro udah nunggu tuh di mobil, berangkat gih," ucap Bu Fizo menyadarkan Rin.

Ia mengusap air matanya dan berusaha tersenyum. "InsyaAllah. Doakan saja ya, Bu, biar nanti kami bisa ke sini lagi. Kami pasti bakal rindu dengan tempat ini," ujar Rin lalu menaiki mobil yang dibawa Faro.

"Udahlah nangisnya, Lily aja udah ketiduran gara-gara nangis. Nanti kita ke sini lagi kok," ucap Faro berusaha menghibur sang istri.

"Mas tuh gak tau gimana rasanya jadi aku. Banyak kenangan di sini, sampai Abim aja lahir di sini. Aku bakal rindu banget tempat ini, Mas."

'Astagfirullah. Sabar, Far. Sabar.'

"Iya, Sayang. Mas tau, yaudah sekarang senderin kepala kamu. Lihat tuh Abim dari tadi liatin Bundanya yang nangis," goda Faro terkekeh kecil karena melihat anaknya yang memperhatikan Rin.

Rin hanya menurut. Ia memperhatikan jalanan menuju ke kediamannya. Sebentar lagi ia akan merasakan kembali sebuah kebersamaan. Dengan ibunya, ayahnya, saudaranya, dan yang lain. Suasana di tempat lama masih terbayang di benak Rin. Sebuah kenangan yang tak pernah terlupa olehnya, apalagi kenangan terindah adalah rahasia Ilahi juga titipan-Nya yang sekarang ada di tengah-tengah mereka. Ibrahim.

"Bun, Lily haus," rengek Lily dari kursi belakang yang terbangun, membuat pikiran Rin buyar seketika.

"Itu di samping Lily udah ada air minum," ucap Faro memotong saat Rin ingin membuka suara.

Segera Lily membuka botol minum itu dan menegak isinya hingga habis. "Haus banget kayaknya. Berapa hari gak minum?" canda Faro dan hanya dibalas tawa kecil dari Lily.

"Mas, fokus aja nyetirnya. Nanti sesat lagi," ucap Rin dengan nada menyindir.

"Iya-iya. Siap, Bos!"

"Karena hakikatnya di antara kita memang diciptakan untuk bersama walau sempat saling menyakiti."

Faro menoleh secara spontan pada sang istri. "Kamu bilang apa tadi?" tanyanya.

Rin menoleh. "Bilang apa, Mas?"

Kening Faro mengernyit. "Yang tadi kamu ucapin apa? Hubungan apa?"

Rin menggeleng. "Salah denger kali, Mas."

"Masa iya Mas salah denger. Ngaku gak," ancam Faro mulai memelankan kecepatan mobil yang ia kendarai.

"Karena hakikatnya di antara kita memang diciptakan untuk bersama walau sempat saling menyakiti," ulang Rin dan diakhiri dengan kekehan kecil.

"Rin," panggil Faro.

"Apa?"

"Maafin, Mas."

Senyap. Tak ada yang berbicara. Rin hanya diam tanpa berniat menanggapi ucapan Faro. Ia pura-pura tak mendengar padahal sudah jelas Faro mengucapkan itu dengan cukup keras. Sedangkan Faro juga ikut diam, hingga membuat suasana semakin mencekam.

"Aku baru sadar. Aku mencintaimu karena-Nya dan juga sempat kehilanganmu adalah teguran dari-Nya," ucap Faro setelah beberapa menit terdiam.

"Aku bahkan lebih mencintaimu karena-Nya dan akan selalu berada di sisimu walau jejakku sudah tak tampak," balas Rin lalu tersenyum tulus pada suaminya.

"Terima kasih, Bundanya Abim dan Lily."

"Terima kasih kembali, Ayahnya Abim dan Lily."

Tbc
Duhhhh, aku kok sedih sih
Jujur ya, beberapa part lagi Rin bakal tamat
Hiks, rasanya gak terima tau gak
Satu tahun namatin nih cerita wkwk
Penuh perjuangan, saat writer's block, saat gak ada ide, saat dapet komentar pedas dari kalian semua, masih terkenang lho:)
Minta doanya ya, semoga cerita Rin selalu menjadi sebuah cerita tak terlupakan untuk kalian semua dan juga menjadi cerita yang insyaAllah, ah kalian tau hihi, aamiin

R I N ~ (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang