RIN : 44

2.7K 120 1
                                    

Happy reading

'Karena aku pernah merasakan kecewa dan kehilangan hingga berusaha untuk tidak demikian kembali'

"Assalamualaikum."

Tak ada jawaban. Rin menoleh pada Faro yang mengeluarkan barang dari bagasi mobil. Perjalanan yang cukup melelahkan membuatnya bersemangat untuk memasuki gedung mewah yang sudah lama tak ia kunjungi. Tapi sekarang malah tidak berpenghuni seperti rumah kosong.

"Mas, Ibu ke mana?" tanya Rin pada Faro yang menggendong Lily.

"Mungkin di dalem. Masuk aja yuk, kasihan Abim udah capek tuh," ucap Faro santai dan memasuki rumah yang tak berpenghuni itu.

"Ibu? Ayah? Adek? Abang?"

Lily melihat ke sekelilingnya dan masih belum terbiasa dengan tempat itu. "Yah, Lily takut," bisiknya di samping telinga Faro yang menggendongnya.

"Jangan takut. Ini rumah Nenek," ucap Faro menenangkan gadis itu.

Tanpa disadari Rin meneteskan air matanya saat melangkahkan kaki memasuki rumahnya sendiri. Ia melihat semuanya tak berubah, bahkan posisinya saja tidak ada yang bergeser sedikitpun. Faro menyuruh Rin duduk dan menggambil alih Abim dari tangan Rin.

"Mau ke mana, Mas?" tanya Rin melihat Faro yang membawa Abim ke lantai atas.

"Ke kamar, Sayang. Mau nidurin Panggeran," gurau Faro menciumi pipi gembul dari Abim.

Rin hanya mengangguk dan mencari Lily yang sudah tidak ada di sekitarnya. Ia beranjak dari sana dan mendengar gelak tawa dari taman belakang. Ternyata Lily sudah ada di sana sambil bermain dengan air kolam ikan yang baru dibuat.

"Bun, lihat ikannya banyak, ya?"

"Iya. Bunda jadi inget sama Mbak Ratna," ucap Rin memperhatikan ikan-ikan berwarna itu.

Lily masih bermain dengan ikan-ikan di sana. Tiba-tiba lampu utama mati dan membuat Rin heran. Tak biasanya rumahnya mati lampu seperti itu. Segera ia menuntun Lily dan mencari Faro menuju kamar atas.

"Mas! Mas! Lampunya mati!" jerit Rin cukup kencang agar Faro mendengar suaranya.

Hari memang belum gelap, tapi cahaya matahari dari luar tak cukup untuk memenuhi ruangan yang luas itu bila hanya mengandalkan cahaya dari luar. Rin melihat lilin berjalan mendekat ke arahnya. Ia juga mendengar pintu yang terbuka lalu tertutup kembali. Rin merasakan genggaman dari Lily semakin kencang dan juga tangannya yang terasa dingin.

Tap

"Selamat datang kembali!"

Rin terlonjak kaget dengan kejutan yang ada. Lilin yang dibawa oleh Radian dan Tian langsung mati ketika lampu utama dihidupkan oleh seseorang. Air mata Rin sudah tak mampu terbendung lagi, ia merindukan kedua orang tuanya dan juga semua orang yang sekarang ada di hadapannya.

"Sayang, akhirnya kamu pulang. Ibu kangen," ucap Nafisa memeluk Rin erat.

"Rin lebih kangen, Bu."

Pelukan mulai merenggang dan berlaoh pada Fahrul yang hanya mengelap ujung matanya ketika melihat Rin ada di depan matanya. Ia memeluk putri sulungnya itu tak kalah erat dan mencium puncak kepala Rin yang tertutup hijab itu.

"Ayah merindukanmu."

Rin hanya mengangguk. Ia tak mampu berkata-kata lagi melihat dua orang yang berpengaruh dalam hidupnya memeluknya dengan erat. Setelah memeluk kedua orang tuanya, ia beralih pada Tian dan Tamy yang sedari tadi hanya menangis.

"Kakak dari mana? Tamy kangen tau. Selama Kakak gak ada, Kak Faro jadi kayak mayat hidup. Pokoknya Kakak gak boleh pergi lagi! Titik!"

Rin hanya tertawa kecil di sela tangisannya. Setelah pelukan selesai, ia tak menemui kedua adik kembarnya. "Bu, Arkan sama Dara mana?"

R I N ~ (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang