RIN : 39

2.3K 113 5
                                    

Happy reading

Tujuh bulan kemudian

Rin berjalan menyusuri pantai bersama Lily dan Shareen. Mereka sengaja bermain di bibir pantai karena keinginan Rin yang tiba-tiba menjadi aneh. Benar perkataan bidan itu ketika Rin pingsan tujuh bulan lalu, Rin akan menjadi sensitif dan mudah tersinggung. Sampai-sampai Bima sempat kebingungan dengan keinginan Rin yang menginginkan teh asli dari batangnya. Terpaksa Bima pergi ke Bandung, tempat asalnya, untuk membeli teh kemauan Rin.

"Bun, perut Bunda kok kayak ada balon, ya?" tanya Lily tiba-tiba.

Shareen hanya tertawa kecil sedangkan Rin tersenyum lalu mengelus kepala Lily pelan. "Di sini kan ada Dedeknya, Sayang," jawab Rin.

Lily memanggut-manggut seolah mengerti ucapan dari Rin. Mereka berhenti di bawah pohon yang biasa Rin jadikan tempat bercerita pada Ratna. Pikiran Rin tiba-tiba terbayang wajah suaminya yang entah sekarang bagaimana kabarnya.

"Bun, Shareen sama Lily pulang ke rumah sebentar ya, mau ambil boneka," ucap Shareen dan diangguki oleh Rin.

Rin sekarang sendirian. Benar-benar sendirian. Ia memandangi langit biru yang selalu ada di mana pun ia berada. Ia benar-benar teringat semua tentang suaminya. Tanpa disuruh air matanya jatuh membasahi hijab jingga yang ia kenakan.

"Eh, Neng Rin, Neng teh kenapa?"

Rin mendongak dan menemukan salah seorang nelayan yang tengah menuju bibir pantai untuk melakukan kegiatannya. Ia segera menghapus air matanya dan mencoba tersenyum tipis.

"Tidak apa, Pak. Bapak mau nangkap ikan?"

"Iya, Neng. Kalau gak gimana keluarga saya makan?" Pria itu tertawa kecil sembari membenarkan topi bundarnya. "Oh, ya, kandungannya udah berapa bulan, Neng?" sambungnya.

"Delapan, Pak. InsyaAllah bulan depan dia udah bisa lihat dunia," jawab Rin lalu mengelus perutnya.

"Wah, ndak terasa ya udah lama aja Neng di sini. Semoga sehat ya, Neng," sahut nelayan itu. "Kalau begitu saya pamit, Neng. Doakan saya dapet ikan banyak, nanti saya bagi," ucapnya.

"Aamiin. Makasih, Pak."

Nelayan itu meninggalkan Rin yang masih memandanginya dari kejauhan. Shareen dan Lily sudah kembali dengan dua boneka barbie yang berbeda motif. Mereka terlihat sangat bahagia bermain dengan benda mati itu.

"Bunda, nanti Adik Lily mau dikasih nama apa?" tanya Shareen masih sambil memainkan rambut barbie itu.

"Kalian mau nama apa?"

"Kalau Shareen sukanya Yusuf sama Kayla, gimana, Bun?"

"Bagus. Kalau Lily?"

Lily berhenti bermain dan tampak berpikir keras. "Ibrahim atau Dahlia."

Rin dan Shareen saling pandang satu sama lain mendengar ucapan Lily. "Kenapa Dahlia?" tanya Shareen.

"Supaya sama kayak Lily, nama bunga," jawabnya lalu tertawa.

Rin dan Shareen ikut tertawa. Rin merasa anaknya menendangnya membuat perutnya sedikit sakit. Ia langsung mengajak Lily dan Shareen menuju rumah karena takut terjadi sesuatu padanya.

***

"Adel, bagaimana?"

Adel menoleh dan tersenyum kecut. Mamanya duduk di kursi roda sembari memotong buah segar. Mereka ada di halaman rumah Adel yang terdapat gazebo yang langsung menghadap ke kolam berenang. Heni memasukkan beberapa potong apel ke mulutnya. Adel hanya diam sembari memainkan ujung jarinya.

R I N ~ (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang