1 -- Cheers!

74.8K 3.1K 108
                                    

Hal yang paling menyebalkan dari bangun di pagi hari setelah terlalu banyak minum alkohol adalah pengar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hal yang paling menyebalkan dari bangun di pagi hari setelah terlalu banyak minum alkohol adalah pengar. Rasanya seperti ada gajah yang duduk manis di kelopak mataku sambil membawa trombon berbunyi nyaring sehingga telingaku pekak dan otakku tidak bisa diajak bekerja sama. Itu adalah salah satu alasan mengapa aku tidak terlalu menyukai alkohol. Minuman yang rasanya nggak seberapa enak tapi harganya mahal itu menimbulkan terlalu banyak kekacauan.

Kekacauan nomer satuku saat ini adalah ponsel yang tak henti-hentinya berbunyi sejak tadi. Padahal aku biasanya selalu mematikan telepon sebelum tidur demi ketenangan dan kewarasanku menghadapi kehidupan yang kerap berjalan secepat angin. Tentunya kelalaian itu disebabkan oleh kadar alkohol tinggi yang kutenggak tadi malam bersama teman-temanku saat merayakan promosi yang baru saja aku dapatkan dari NRA Group. Dan bicara soal merayakan promosi kerjaku menjadi Head of Public Relation Department di Exhale, aku baru ingat bahwa ada kejadian yang semalam membuatku tidak pulang ke apartement, dan kini terdampar di rumah Will.

Aku membalikan tubuh dan sesegera itu pula mataku menangkap penampakan wajah tampan pria blasteran Austria yang merupakan temanku sejak kuliah.

"Damn!" umpatku.

Will memang terlalu tampan untuk dilewatkan. Tapi pertemanan kami juga sangat berharga jika harus dirusak dengan acara bobo-bobo persahabatan macam ini!

Perlahan aku beringsut keluar dari dalam selimut, berusaha sebisaku agar tidak menimbulkan suara atau menciptakan gerakan yang akan membuatnya terbangun. Seluruh jiwa ragaku berharap agar Will blackout dan tidak mengingat kejadian semalam. Sebaiknya aku juga segera melarikan diri dari tempat ini.

Ponselku kembali berbunyi. Benar-benar kesialan ganda!

Aku memungut pakaian dalamku dan segera menggunakannya. Tapi aku harus bekerja ekstra untuk menemukan rok dan blusku. Hasil perbuatan kami semalam sudah pasti membuat sisa-sisa pakaian tercecer di segala penjuru kamarnya. Setelah memastikan rokku terkait dengan baik, aku mengambil tas berisi ponsel sialan yang terus berbunyi itu, dan berjingkat keluar dari kamar Will.

Nama Mama terpampang di layar ponselku. Mau tak mau aku terpaksa mengangkat telepon itu.

"Ya, Ma?"

"Tania Lova Djatiharsono! Kemana saja kamu dari tadi saya telepon tidak diangkat?" Suara menggelegar milik Nyonya Hapsari Triadoyo yang Terhormat membuat pengarku kian memburuk.

"Tidur. Ini masih pagi, Ma. Ada apa?" tanyaku.

"Ada apa? Kamu ini apa-apaan sih? Mau bikin malu keluarga?" Nada suara tak bersahabat itu sudah merupakan pertanda peperangan akan segera dimulai.

"Bikin malu keluarga apa sih, Ma? Ini masih pagi, please deh Mama jangan drama. Aku aja belum sempat ngopi dan sikat gigi. Aku nggak butuh telenovela."

"Kenapa kamu nerima pekerjaan jadi PR di kelabnya NRA?"

"Karena tawaran pekerjaannya ada, karena itu promosi dari jenjang karierku sebelumnya, dan karena gajinya jauh lebih besar dibanding gajiku sebelumnya," jawabku santai sambil mengancingkan blus yang masih setengah terbuka.

"Kamu pikir kamu lucu?"

"Nggak ada yang berpikir aku lucu. Kalau aku lucu, aku udah kerja jadi pelawak kayak Nunung."

"Kalau kamu tetap mengambil pekerjaan itu, jangan pernah mengaku sebagai anak Mama lagi!" ancamnya.

"Ya aku juga nggak pernah bilang-bilang ke siapapun siapa orang tuaku. Orang-orang mengenal aku sebagai Tania Lova, bukan anak tunggal Brahmana Djatiharsono yang punya Djati Global Investment," sahutku.

"Keterlaluan kamu, Tania! Kamu benar-benar bikin malu keluarga!"

"Apa sih emangnya yang aku lakuin? Emang pagi ini ada berita apa tentang aku yang mencoreng repotasi keluarga, sampai Mama harus repot-repot ngomel kayak aku anak kancil yang habis mencuri ketimun?"

"Kamu jadi PR kelab! Itu sudah cukup mencoreng reputasi keluarga Djatiharsono!"

"Pertama, kalau memang yang tercoreng adalah nama keluarga Djatiharsono, artinya Mama nggak perlu sebegitunya ribet. Karena seingetku Mama sudah bukan bagian dari keluarga Djatiharsono sejak setengah tahun lalu setelah Mama menikah sama Om Alif. Kedua, jadi Head of Public Relation Department di kelab milih NRA Group adalah sebuah pencapaian yang tidak bisa didapatkan oleh banyak orang. Jadi maaf, omelan Mama hari ini tidak bisa aku pahami."

Aku menutup telepon, mematikannya, dan melemparkan kembali benda sialan itu ke dalam tas. Sepertinya aku perlu kopi untuk menetralisir ketidakstabilan emosiku akibat perpaduan pengar dan ocehan Mama.


—————
Haihaihai... Apa kabar, readers?
Aku kembali dengan cerita yang baru nih 😁 Kali ini aku bercerita tentang kisahnya Tania, si public relation officer yang bekerja di sebuah kelab malam hits se-Ibu Kota.
Semoga kalian suka ya... Jangan lupa tinggalkan jejak, karena cerita ini (InsyaAllah) akan aku update setiap hari!
Doakan aku bisa konsisten yaa...

Kisskiss,
KWP

Tanya Tania [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang