Dosa apa aku, sampai dapat hukuman model begini? Ultimatum bu Iyem, nggak menyurutkan usaha Juna. Kalau bukan karena tim kerja, aku paling anti ngasih nomor ke cowok model begini. Mau di block pun nggak mungkin. Masa satu tim tapi kucing-kucingan? Nggak profesional kan?
Sejak seminggu yang lalu, iya, sejak dia resmi masuk divisi IA, aku tuh kayak diteror. Baru aku kasih nomor, langsung dia ngirim pesan Whatsapp, Han, nomorku di save ya! Juna. Terus dia sering banget reply status WA-ku, dengan berbagai emot atau kata-kata yang garing. Ini nih, yang sering dilakukan Farish. Salah satu jurusnya untuk mendekati mangsa. Sorry, Bro! you choose a wrong girl. Trik playboy cap Odong-odong, nggak mempan buatku.
Dari awal bu Iyem terang-terangan bilang, dia nggak memperbolehkan ada afair di IA, dan pengumuman itu di depan semua staf. Nih cowok oon atau budeg? Setiap kali ada yang jodoh-jodohin dia sama aku, tuh cowok mesam-mesem nggak jelas. Apalagi kalau pak Aris yang mulai, beuh, rasanya mau ngunyah mangkok mi ayam.***
Annisa masih mencoba membujuk untuk membantunya. Anak itu, kalau kemauannya belum kesampaian, dia akan berusaha terus sampai dapat. Daya juangnya memang di atas rata-rata. Dia nggak perlu waku khusus dalam usahanya. Kayak sekarang, ini jam kantor, dan dia masih juga melancarkan serangannya.
Akhirnya aku menyampaikan alasanku dengan kalimat yang paling mudah dicerna. Aku bilang, "Aku nggak bisa. Karena aku nggak kenal sama ownernya, dan aku nggak punya kepentingan atas masalahnya."
Aku pikir masalah satu itu sudah clear. Tahu nggak apa jawabannya?
"Oke, Han. Nanti gue bilangin sama si Bos, buat hubungin lo sendiri," balasnya.
Weew! Lihatkan betapa gigih usahanya?
Sebuah pesan masuk. Itu Annisa lagi. Dia bilang sudah cerita ke bosnya tentang aku dan apa pendapatku. Si bos malah penasaran dan akan menghubungiku sendiri.
Satu lagi masalah yang mengantre dalam hidupku. Salahku. Ini memang salahku. Harusnya aku hanya bilang, 'nggak bisa', titik! Nggak perlu menjelaskan panjang lebar. Senjata makan nona, kan.
Telepon di mejaku berdering.
“Hana, Internal Audit. Ada yang bisa dibantu?” sapaku ramah.
"Han, ke ruang meeting 3B, sekarang!" Seru Bu Iyem dari seberang sana.
“Meeting kok mendadak. Ada apaan sih?” gerutuku sambil menyiapkan laptop dan buku catatan, lalu bergegas menuju ruangan yang diinfokan.
Divisi IA ada di lantai satu, bersama dengan logistik, pemasaran, dan penagihan. Selain itu, ada juga bagian operator dan resepsionis. Kalau sedang malas, untuk ke lantai dua saja, aku pasti memakai lift. Tapi jika sedang rajin, ke lantai tujuh pun kujabanin pakai tangga. Dengan catatan, naiknya dari lantai lima.
Saat menunggu di pintu lift, aku berjumpa beberapa karyawan. Salah satunya, Pak Mul, dari bagian penagihan.
“Mau meeting, Han?” tanyanya sambil menyisir rambutnya yang memutih di beberapa tempat.
“Iya, Pak,” aku tersenyum melihat perilaku karyawan senior itu, “udah keren, nggah usah disisirin terus,” ledekku.
“Kamu bisa aja. Meeting tentang rekon di Bandung, ya?”
“Saya nggak tahu, Pak. Ini aja mendadak, barusan diteleponin bu Iyem.”
Terdengar dentingan, saat pintu di depanku terbuka. Aku dan beberapa karyawan lainnya, masuk dengan teratur. Aku menekan angka tiga, lalu menyingkir. Malas jadi orang baik yang menawarkan jasa tekan tombol lift.
“Bapak mau ke tiga juga?” tanyaku pada pak Mul yang berdiri di sebelahku.
“Iya. Tumben nih, rekonnya sampe ngelibatin kolektor segala. Biasanya kan orang keuangan doang, ya?” sahut setengah menggerutu.
Aku hanya tersenyum melihat karyawan senior itu bersungut-sungut sambil membetulkan pakaiannya. Usia Pak Mul kelihatannya nggak jauh dari Papa. Berarti, sebentar lagi dia pensiun. Di perusahaan ini ada banyak karyawan senior yang diberdayakan. Setidaknya mereka masih memiliki satu sampai dua tahun lagi untuk berkarya. Kebanyakan dari mereka, sudah bekerja puluhan tahun, bahkan satu dekade sebelum aku dilahirkan.
Aku bisa nggak ya, bertahan selama itu di sebuah perusahaan?================================
Hanaaa?! Benci tar jadi cinta lhooo.
Acieee udah ngasih julukan segala.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVAUDIT
ChickLitSUDAH TERBIT - penerbit Cerita Kata "Jadi auditor itu nggak enak!" Kalimat itu sering dilontarkan keluarga dan sahabatku meski sudah sering kujelaskan bahwa menjadi auditor adalah panggilan hati. Temuan di kantor, kasus di rental, bahkan gosip aneh...