(16) Auditor vs Finance

5.1K 463 4
                                    

Aku masih berendam dalam bathtub berisi air hangat. Aku membawa sabun cair sendiri, takut kejadian beberapa waktu lalu terulang. Waktu itu aku sedang rekon di Anyer, aku cuek saja pakai toiletries hotel, eh nggak tahunya aku gatal-gatal. Sejak itu, aku bawa milikku sendiri, ke mana pun. Aku masih kesal dengan perbincangan selama di jalan tadi. Itu aki-aki, nggak tahu apa-apa, tapi bisa bikin dugaan macam-macam. Kalau Messi nggak berbisik dan mengingatkanku, mungkin aku akan terus ngegas bicara sama mereka. Aku kan nggak mau kualat, gara-gara ceramahin orang tua. Tapi, kalau mereka salah, yang muda juga wajib negur, dong!

Aku tersenyum. Lebih tepatnya memaksa bibirku untuk tersenyum.

“Gini, Pak-e. Mungkin, dulu. Dulu banget,” ucapku dengan dibantu gerakan tangan, mirip sedang mendongeng, “filing voucher masih belum serapi sekarang. Makanya, pas ditanya data lama, staf keuangan kalang kabut, karena mereka bingung di mana menyimpan data-data itu.” napasku mulai teratur. Dadaku nggak lagi semendidih tadi dan tatapan mereka ikut melunak.

“Pak Mul ingat, nggak? Waktu saya masih jadi mahasiswa magang? saya dan dua orang teman ikut lembur untuk bantu staf keuangan, filing. Waktu itu, saya mau nangis lho, Pak. Bapak bayangin saja, dokumennya itu mencar-mencar, nggak urut. Wajar saja, mereka kalang kabut saat nyari data yang diminta IA.”

Yes! Aku berhasil menjelaskan ke Pak Mul, sisanya bakal manggut-manggut.

“Tiga hari, Pak, saya lembur. Orang tua saya sampai marah-marah, takut anaknya kenapa-kenapa. Ingat Farish? Kakak saya, yang waktu itu nungguin sampai ketiduran di lobi kantor?” Pak Mul mengangguk. “Itu dia baru pulang dari luar kota, disuruh Papa jagain saya.”

Kali ini Pak Mul menyandarkan punggungnya ke kursi. Dia terlihat lebih santai. Aku mengubah posisi, kakiku sedikit kebas karena tertekuk terus.

“Kalau soal ungkapan auditor itu kaku, saya nggak bisa apa-apa. Kalau kaku yang dimaksud itu, saklek dalam hal pemeriksaan, ya, memang seperti itu seharusnya. Setiap perusahaan punya SOP yang harus diterapkan oleh semua unit, termasuk keuangan. IA tugasnya untuk mengawal, apakah SOP itu sudah dijalankan sesuai peruntukannya atau belum. Jika belum, bisa dicari tahu alasannya. Apakah ada kesalahan sehingga SOP itu tidak bisa dijalankan atau ada kelalaian, bahkan kecurangan dalam pelaksanaannya.”

Aku melihat para senior itu mengangguk-angguk. Entah mereka mengerti atau nggak, yang penting aku sudah memberikan informasi yang sebenarnya. Kalau lagi menghadapi hal-hal seperti ini, jadi ingat omongan keluargaku, “Jadi auditor itu nggak enak!”

***

Hari pertama rekon, hanya sambutan dan perkenalan. Panitia memberikan satu bundle berkas untuk dicocokan, dan akan dibahas keesokan harinya Aku sekamar dengan Messi, sedangkan Juna dengan Pak Mul. Badanku terasa lebih rileks dan segar setelah berendam. Messi masih sibuk video call sama suaminya. Maklum masih pengantin baru, eh sudah dipisahin seminggu.


Aku memeriksa run down acara selama satu minggu ke depan. Semua nyaris sama, kecuali hari Jumat, hari terakhir, acara dijadwalkan selesai sebelum tengah hari. Sedangkan hari-hari lainnya, kegiatan berakhir sampai jam enam sore, dan lanjut sesi makan malam.

Aku berencana akan berkeliling Bandung kota, di hari Jumat. Setelah berpikir cukup lama, aku memutuskan untuk menyewa salah satu mobil yang ada di rental Papa. Dari pada naik taksi. Sekalian mengunjungi cabang di sini, yang kata Farish bermasalah.

Ponselku berkedip. Juna menelepon. Malas aku meladeninya. Ah, aku lupa cerita, kalau dia ngajakin nonton. Bete, kan? Kok bisa dia kepikiran ngajakin nonton saat sedang kerja. Aku sudah katakan itu sama dia, tapi, apa katanya?

“Kan kita nontonnya setelah kerjaan beres. Masa sih, mau langsung tidur? Masih sore kali.” Gitu katanya. Terus yang paling bikin aku kesal, dia bilang aku nggak menikmati hidup. Ya ampun! Dosa apa aku, satu tim sama orang kayak dia?

================================

Author : Han, kenapa sih nggak ikut aja sama Juna? Lumayan gretong, kan!

Hana : Dih, ogah. Tar dikiranya aku gampangan. Lagian klo mau nonton, di Jakarta juga bisa keles. Masa nonton aja kudu ke Bandung. Nggak ke Papuan, skalian.

Author : Papua? Nontotin orang utan?

Hana : Bikin Erland kek yang ngajak nonton, jangan si kutu kupret.

Author : laaah, kenapa elo yang sewot. Kan gue yang nulis cerita. Lo mah tinggal ikut doang.

Hana : Dasar author keji! Udah mulai ikut-ikutan jadi author kezam rupanya.

Author : ckckckck. Darling, dunia nyata itu nggak seindah cerita di novel. Walau awalnya berdarah-darah, ujungnya pasti happy ending. Apa lo mau gue bikin sad ending?

Hana : 😾

Author : mau?

Hana : Serah lo, deh. Gue mau nyari mi ayam.

Author : nantangin? Okeee! As you wish.

*

Tuh liat! Songong bener, kan, tuh bocah? Baru jadi auditor aja udah belagu.

LOVAUDITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang