(22) Disaster

4.4K 399 0
                                    

Haaaaiiii...

Maaf yaa, baru update. Krucils gantian demam. Alhamdulillah Kakak udah adem, tinggal Dedek yang panasnya masih naik-turun.

Event KARMA itu harus update setiap hari. Sesuai tanggal hari ini, harusnya aku update untuk part 23. Tapi tenang, aku update 2 part malam ini.

================================

Messi sedang mondar-mandir sambil berkacak pinggang, saat aku membuka pintu. Kedua tempat tidur masih rapi, sama seperti saat kutinggalkan tadi. Messi menghampiri, kemudian menarik tanganku. Instingku mengatakan untuk diam dan menuruti apapun yang dilakukannya. Dia menunjuk kursi dengan dagunya sebelum melepaskan pegangan di tanganku.

Aku tak tahan lagi menunggunya bicara, “Ada apaan, sih?”

“Hape-lo, kenapa?”

Ya, ampun! Messi bertanya seperti sedang menginterogasi pencuri yang ketangkap basah. Aku hanya menatap matanya, berusaha mencari jawaban di sana. Ah, bukannya menemukan apa yang kucari, Messi malah balik memelototiku.

“Hape gue mati, power bank ketinggalan. Ada apaan sih? Emang ada musibah? Eh, kok kamar rapi? Laki lo nggak jadi datang?” tanyaku diiringi senyum lebar.

“Bukan musibah, tapi bencana! Tadi Bu Iyem, ke sini. Nanyain elo dan Juna.”

“Terus? Masa begitu doang bencana?” tanyaku bingung.

Messi membelakangiku, menjambak rambutnya, lalu kembali berhadapan denganku, “Lo lupa ultimatum Bu Iyem, saat Juna masuk IA?” tanya Messi dengan mata yang nyaris keluar dari kepalanya. Aku hanya mengangkat bahu. Messi menengadahkan kepala, aku bisa mendengar dia bilang, “Oh!” dengan nada frustasi. “Nggak boleh ada afair di IA. Ingat!”

Aku menggangguk. “Terus?” tanyaku penasaran, karena aku masih belum menemukan benang merahnya. Messi masih belum meneruskan pembicaraannya, dia hanya mematung sambil terus menatapku. “Jangan berbelit-belit, deh. Gue beneran nggak ngerti, hubungannya apa?”

Messi menghela napas berat, kemudian duduk di pinggir ranjang. Tubuhnya condong ke arahku. “Bu Iyem nyangka, lo dan Juna ada afair.”

Kali ini aku yang melotot. Tak lama tawaku pecah. “Gue sama Juna, ada afair? Becandaan yang nggak lucu sama sekali. Emang lo nggak bilang sama dia? Kan elo yang ....”

“Gue sudah jelasin ke Bu Iyem, kalau kalian cuma keliling-keliling aja, karena lo kelihatan suntuk. Gue juga sudah kasih tahu, kalau Juna juga ngajak gue untuk pergi bareng, sayangnya laki gue mau datang, nggak mungkin dong gue lebih milih pergi bareng sama kalian?” sela Messi. “Lo tahu, nggak? Pas Bu Iyem nanya sambil ngotot, laki gue ada di kamar mandi. Bu Iyem nggak tahu itu. Lo tahu, kan, gimana si Bos kalau sudah marah?” Merebahkan tubuhkan di ranjang.

Aku mengubah posisi dudukku lebih tegak dari sebelumnya, tidak lagi bersandar pada kursi. “Terus laki lo, diam aja, di kamar mandi?” tanyaku penasaran.

Messi bangkit dan kembali duduk. Dia menggeleng, lalu menarik napas panjang. “Aryo langsung keluar. Dia kayak sengaja mengeluarkan suara dari dalam kamar mandi sebelum buka pintu. Bu Iyem sedikit kikuk gitu. Akhirnya dia pergi, dan ....” Messi tidak melanjutkan kalimatnya.

“Dan?”

“Dia nungguin lo di kamarnya. Dia bilang, jam berapa pun lo balik, lo di suruh langsung ke kamarnya.”

“WHAT!” ucapku sambil bangkit dari tempat duduk. “Kenapa nggak langsung ke intinya sih, Mes? Sudah berapa lama dia pergi dari sini?” desakku frustasi.

Messi memandang jam dinding, “Dua jam yang lalu.”

Aku menggerung menahan kesal, lalu mengentakkan kaki sebelum menuju pintu untuk menemui Bu Iyem. Sebelum menutup pintu, aku masih bisa mendengar Messi memanggilku. Baru lima langkah berada di lorong, aku kembali lagi ke kamar. Messi masih duduk di pinggir ranjang dan menatap ke pintu, seperti sengaja menungguku kembali.

“Kamarnya Bu Iyem di mana?” tanyaku datar. Sebenarnya lebih untuk menutupi rasa malu.

“517,” jawab Messi sembari mengulum senyum.

Tanpa mengucap terima kasih, aku langsung menutup pintu dan pergi begitu saja.

================================

Lanjut ke part 23. Wuuuzzzzz.

LOVAUDITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang