(11) Tugas

6K 538 5
                                    

Biasanya, hari minggu begini, Annisa paling susah diminta ketemuan untuk urusan kerjaan. Tapi, ini adalah pengecualian. Pertama, ini adalah akibat dari permintaannya sendiri. Kedua, aku mengajaknya bertemu di rumah. Ketiga, Farish. Apa kaitannya dengan Farish? Coba tebak!

Beda halnya dengan Papa dan Farish yang menyukai ruangan khusus, aku lebih suka menyelesaikan pekerjaan di kamar. Kecuali, jika sedang membahas bisnis keluarga, kami akan melakukannya di ruang kerja Papa. Sebenarnya ruangan itu cukup luas untuk dipakai bersama, sepertinya bisa menampung satu tim sepak bola. Ada meja besar yang panjang, kata Papa dari kayu jati. Tempat ini juga dilengkapi proyektor dan perpustakaan mini. Kebanyakan isinya buku-buku bisnis, otomotif, dan majalah yang sejenis itulah. Aku juga punya perpus mini di kamar. Isinya beragam, dari buku-buku non fiksi yang terkait dengan profesi, sampai novel dan komik.

Aku dan Annisa masih membahas tentang kondisi tempat kerjanya. Aku harus mengetahui gambaran utuh tentang perusahaan itu. Kemarin aku sudah mencatat beberapa hal, dan hari ini aku akan mendiskusikannya dengan Annisa. Berbekal fotokopi transaksi satu bulan terakhir, aku mulai menyelaminya. Tenang! Aku memperoleh salinan transaksi itu secara legal. Bahkan semua itu diberikan oleh Erland sendiri.

Tiba-tiba aku teringat wajahnya Erland yang sedang menyeruput cokelat panas. Jarang ada cowok yang nggak malu minum hot choco di depan orang yang baru dikenal. Cowok kan biasanya suka kopi.

"Woi! Ngelamun aja! Mikirin Erland, ya?"

Hampir saja aku melempar berkas yang sedang kupegang. Nih orang kalau ngomong suka bener deh, batinku. "Mikirin Erland? Plis deh. Masa gue mikirin laki orang? Apa kata dunia?" sahutku. Aku diam. Berpikir. Laki-laki seusia Erland, biasanya sudah punya pasangan, kalau nggak istri, ya tunangan, atau minimal orang dipacarinya dengan serius.

"Tenang aja, Han! Bos gue, vacant, kok. Feel free lah buat PDKT sama doi," imbuhnya.

"Lo kira taksi, vacant segala? Kayaknya dia seumuran Farish bahkan di atasnya, masa sih masih jomblo? Jangan-jangan dia nggak normal ya? Lo aja yang sekantor nggak kepincut sama dia?" ucapku penasaran.

Annisa terkekeh, kemudian diam. Dia menyelidik pikiranku melalui mata, kemudian terpingkal lagi. Reaksinya membuatku kesal. Aku melempar benda terdekat ke tubuhnya yang terus terguncang, dia membuat benteng dengan berkas di tangannya.

"Napa, Kak? Nyari Annisa?" aku sengaja mengeraskan volume suara. Benarkan, seketika Annisa berhenti dari tawanya, dan mengintip dari tamengnya. Sekarang giliranku yang mentertawakannya. Aku berpura-pura Farish datang dan menanyakan Annisa.

"Udahan ah! Capek nih ketawa mulu. Nanti nggak selesai-selesai nih urusannya. Kalau soal tertarik apa nggak, itu kan soal selera. Si Bos itu bukan tipe gue. Brewoknya ketebelan, gue tuh demennya yang tipis-tipis gitu. Eh minggu depan, lo beneran mau ke Bandung? Nitip brownis panggang Prima Rasa, dong, Almond satu, chocochip satu."

"Kalo bisa mampir ya. Gue nggak janji."

"Pake jastip (jasa titip) deh."

"Emang gue apaan? Kalau memungkinkan pasti gue mampir, kalau nggak ya maaf. Lagian gue itu kerja, bukan jalan-jalan."

Annisa mengerucutkan mulutnya. Enak ya jadi orang cantik. Mukanya mau dimonyong-monyongin, tetap cantik.

Aku sudah selesai membuat SOP (standart Operational Procedure), untuk diterapkan di kantornya Annisa. Sebelum aku memberikannya ke Erland, aku lebih dulu menjelaskan ke Annisa, serta beberapa hal yang harus dia lakukan.

"Ini gue buatin SOP yang paling dasar dan sederhana buat Erland. Berhubung di kantor lo belum ada admin, jadi lo harus paham, biar lo bisa ngajarin orang lain."

Annisa menggaruk-garuk kepalanya.

"Napa lo? Jangan bilang nggak ngerti? Ini kan pelajaran dasar. Anak SMK administrasi aja, paham kali."

Kali ini dia menggangguk. Kalau baru kenal Annisa kemarin, mungkin aku bakal berpikiran dia benar-benar paham apa yang kukatakan.

"Tugas lo, mastikan form-form ini diaplikasikan. Rapikan semua transaksi. Detail. Petty cash, buat catatannya sendiri, jangan dicampur-campur. Walau semuanya masih manual, seenggaknya, buat juga di excel, biar nelusurinnya gampang. Satu lagi, hati-hati sama Riko."

================================

Author : Napa lagi sih Haaaan? Itu si Riko kenapa? Kok ngasih info nanggung!

Hana : Heh Author labil bin eror! Yang nulis ini siapa? Padahal sengaja, kan? Biar readernya penasaran?? Ngaku!

Author : Han, mi ayam, yuk!

LOVAUDITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang