"Tidurlah! Esok kalian harus siap-siap pergi ke Jogjakarta, 'kan?" Fatih menempatkan badannya pada kasur tingkat mereka.
"Kita masih kesana, Tih?" tanya Tommi, mungkin ada sedikit rasa trauma disana.
"Sepertinya iya, jadi atau tidak, kita tetap istirahat malam ini." Mata Fatih mengerjap sebentar.
Terdengar suara kasur bergerak, sepertinya Tommi mengubah arah tidurnya. "Kalau gue nggak tidur, boleh?" ucapnya hati-hati.
"Kenapa? Ada apa di sini?" Bulu kuduk Fatih berdiri sejenak.
"Ah, tidak! Di sini aman, Tih. Hanya saja, gue ya masih, emmm ...." Tommi menggantungkan ucapannya.
"Trauma?" Tommi mengangguk, walau sebenarnya Fatih tak dapat melihatnya mengangguk.
Hening.
"Gue tahu, Tom. Gue tahu kalau lo itu trauma. Apalagi ini kejadian pertama kita di sini, khususnya lo. Tapi percaya deh, suatu saat nanti, mungkin kita akan berhasil," lanjut Fatih.
Tommi terdiam. Mungkin ia sedang memikirkan ucapan Fatih.
"Tih?"
"Hmm?" gumam Fatih.
"Gue mau cerita."
Ya, inilah yang ditunggu Fatih. Sebab setelah kejadian kemarin, Tommi tak mau menceritakan apapun yang dialaminya.
"Iya, silahkan. Gue dengerin," jawab Fatih antusias.
"Jadi,"
***
"Hm, tidur di sini kayaknya enak ya. Sayangnya, gue semalam milih tidur di kamar. Rizki juga pulas banget tidurnya, padahal yang sakit kan si Fatih, tapi dia udah semangat gitu."
Tommi berniat tidur pada kasur bekas Fatih tidur semalam. Setelah ia menempatkan badannya di sana, pria itu merasa sangat lelah dan mengantuk. Tommi lantas memejamkan matanya, namun ia merasakan badannya sangat berat.
Tommi terbangun. Tapi ia tak berada di ruang kesehatan. Ia berada pada gudang bawah tanah. Diatasnya bertumpuk banyak meja dan terduduk sesosok makhluk di atas tumpukan meja.
Wajahnya berdarah. Helm bajanya pecah. Pakaiannya lusuh. Motif loreng yang ia gunakan bukan lagi seperti loreng yang saat ini digunakan Tommi. Matanya yang merah itu lantas menatap tajam Tommi.
"Kenapa kau tidur pada bekas tempat tidurkuuuuuuu!" teriakan makhluk itu menggema.
Tommi bergetar. "Bu ... bukan aku yang memakainya."
"Lalu, siapaaaa! Hanya kau yang ada pagi iniiiii!"
Tommi membatin. "Ini makhluk yang semalam aku lihat di samping Fatih."
"I ... iya, itu aku. Apa yang kau inginkan?"
Makhluk itu tertawa keras. "Ah! Aku tak menginginkan apa-apa! Aku hanya menginginkan para pelatih mengalami hal yang sama sepertiku! Apakah mereka tak melihat ada ular yang ingin mematukku...! Kenapa saat aku menghindari ular, mereka tak mengehentikan tembakan mereka! Mereka malah menembus kepalaku yang menggunakan topi baja ini!"
Tommi mengetikkan pesan dengan kecepatan tinggi. Entah, mengapa baterai ponselnya cepat sekali habis. Satu nama yang terlintas, Fatih!
Tommi masih sempat bertukar pesan berkali-kali dengan Fatih. Namun, lantas semuanya gelap. Satu hal yang ia ingat terakhir, sosok itu mencekik lehernya.
***
"Ke ... kenapa lu tak mau bercerita?"
Hening. Tommi terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Army With Love [SUDAH TERBIT]
Любовные романыMereka dipaksa dekat. Mereka dipaksa melakukan sesuatu yang bahkan baru untuk mereka. Hanya karena keadaan yang tak memungkinkan mereka untuk memperjuangkan cintanya. Saat cinta yang telah diperjuangkan ternyata mengkhianati mereka cukup lama. Bukan...