🎵🎵🎵Satu bulan kemudia.
"Kamu ke mana, Fal? Hiks ... Katanya seminggu, ditelpon gak aktif." Bahkan Nada sudah ke rumah mertuanya tapi tidak ada hasil. Hari-harinya terasa sepi. Kenapa Naufal membohonginya setega ini? Dia keluar dari kamarnya. "Mi, Nada pamit, ya, mau ke rumah Hana dulu."
"Hati-hati ya, sayang. Soal Naufal jangan mikir yang macem-macem dulu, ya, Nak, jangan gegabah, mungkin ada alasannya kalo dia udah pulang nanti."
"Iya, Mi, Assalamualaikum." Nada mencium punggung tangan Reni.
"Waalaikumsalam."
Nada berjalan di trotoar dengan tatapan kosong ke depan.
"Nada!"
Suara itu. Apakah Nada bermimpi? Dengan pelan dia melihat ke belakang. Lelaki menyebalkan itu tengah berlari ke arahnya dengan cepat dia berlari menghindarinya.
Lelaki itu meraih tangan Nada.
"Lepasin!"
"Aku bisa jelasin, Nad."
"Kamu gak tau rasanya rindu, Fal!" Nada tak bisa lagi menahan air matanya. Dia melepaskan tangan Naufal dengan kasar dan berjalan cepat, tapi Naufal masih mengejarnya. "Kalo kamu gak bisa terima aku karna aku gak bisa memberikan kamu keturunan, bukan gini caranya!"
"Aku kecelakaan. Hp, mobil semuanya rusak, selama satu bulan itu aku di rumah sakit!"
Nada menghentikan langkahnya dengan deraian air mata, dia memeluk tubuh tinggi Naufal. "Kenapa kamu gak bilang, hiks ... ."
"Aku takut kamu kepikiran, Nad. Maaf kalo cara itu salah dan buat kamu terluka. Kamu boleh marah sepuasnya sekarang."
Bukannya marah Nada mengeratkan pelukannya. Pelukan yang sudah lama tidak ia rasakan. Dia merindukan rasa nyaman dan tenang kala itu saat di dekapan hangat ini.
"Kita pulang yuk, kasian noh jomblo pada liatin, kita lanjut di rumah aja," bisik Naufal.
"Ish!" Nada melepaskan pelukannya sambil memukul lengan Naufal.
***
"Kenapa kamu bisa kecelakaan?"
"Ya, namanya juga mau kecelakaan, gimana dong?"
"Serius ih!"
"Aku di perjalanan, kepikiran kamu terus, mungkin kurang fokus."
"Terus sekarang masih ada yang sakit?"
"Ada."
"Ha? Di mana? Aku ambil obat dulu, ya," cemas Nada. Dia hendak beranjak namun Naufal mencengkram pergelangan tangannya.
"Yang sakit di sini." Naufal mengetuk-ngetuk pipinya.
"Apaan, sih. Bikin panik tau, gak!" Nada memanyunkan bibirnya.
"Idih, manuyun-manyun gitu, mau ngode, ya?"
"Ngode apaan, sih?"
"Ngode biar Dedek Naufal cium." Naufal menaik-turunkan alisnya.
"Dasar menyebalkan!"
"Tapi bikin rindu, kan?"
"Iya, jahat banget, kan?"
"Itu bukan jahat tapi hebat, karena udah bisa bikin Nada Rindu setiap detiknya."
"Lebay!" cibir Nada.
"Untung Bini, kalo bukan, udah aku tabok tu bibir."
"Aku bales jambakin rambut kamu, kalo perlu sampe botak," tantang Nada.
"Astaghfirullahaladzim, kejamnya dikau Dek Nada."
Suara adzan maghrib menghentikan aksi adu mulut mereka. Naufal dan Nada sholat berjamaah di rumah. Setelah sholat mereka membaca Al-Qur'an bersama. Inilah yang juga Nada rindukan saat-saat seperti ini. Rasanya sangat damai.
Naufal membaringkan tubuhnya di kasur. "Untung kamu setia, ya, Nad, kalo enggak kan bisa gawat, kalo aku ditinggal kawin, jadi duda keren dong aku."
"Idih, muji diri sendiri."
"Ya emang keren, kan? Kamu aja malu mau bilang. Gayamu, Nad, kamu gak inget waktu kecil dulu pernah bilang cuman aku sama Abi orang terganteng di dunia."
"Itu kan masih kecil, beda sama sekarang."
"Oh, jadi gitu."
Nada tak lagi memperpanjang masalah dia membaringkan tubuhnya di samping Naufal. "Coba aja kalo kita punya anak," gumamnya.
"Nad."
"Hm."
"Kirain mimpi. Udahlah, jangan dibahas lagi, kita jalanin aja hidup ini dengan semestinya."
"Tapi aku pengen."
"Aku tau, Nad."
Nada menghadap Naufal. Dia memandang setiap inci dari mata, hidung mancung milik suaminya itu. Semuanya ia rindukan.
"Kenapa liat-liat, hayoo? Terciduk."
"Emang gak boleh?"
"Bolehlah, kan udah halal."
"Terus ngapain nanya-nanya?" sinis Nada.
"Becanda, sayang."
Nada terus memperhatikan Naufal.
"Kenapa, hm?" tanya Naufal pelan.
"Em ... Itu--"
"Itu apa?"
"Gak jadi deh."
"Ya Allah, Nad, kamu udah satu tahun jadi istri juga, masih malu-malu kucing aja. Itu apa, ayo bilang!" desak Naufal.
"Ci-cium kening," ucap Nada kikuk.
Naufal terkekeh pelan. "Cuman itu aja?"
Nada mengangguk pasti seakan sudah tidak sabar.
Naufal cukup lama mencium kening Nada. "Maaf selalu membuatmu merindukanku," bisiknya lalu mengelus pipi Nada.
Nada memegang tangan Naufal. Dia menatap lekat mata hitam itu. "Jangan lagi buat aku rindu."
"In Shaa Allah. Sekarang tidur, kan udah dicium keningnya atau masih kurang?" goda Naufal.
"Apaan sih."
"Haha. Selamat malam Humairah-ku."
Nada dengan kecepatan kilat mencium pipi Naufal dan langsung membelakangi lelaki itu. "Selamat malam juga," ucapnya di balik selimut.
Lagi-lagi Naufal terkekeh lalu memeluk Nada dari belakang sampai akhirnya keduanya terlelap.
-END-
Alhamdulillah. Selesai juga😁.
Terima kasih banyak atas vote dan komentar kalian ya😘. Pokoknya makasih banyak-banyak deh😉.
Jangan lupa dibaca juga cerita DEVANO 2. Oke😉.Eitsss! Jangan lupa bersyukur hari ini😉.
Jangan lupa baca Al-Qur'an hari ini ya❤.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADA RINDU [END]
SpiritualBelum direvisi. Rank #29 in Menunggu (16-04-2019) Rank #137 in Rindu (06-02-2019) Berteman sejak kecil membuat Nada terbiasa dengan adanya Naufal. Terlebih lagi Naufal orang yang suka bercanda, dan hal itu membuat Nada nyaman. Meski Naufal sejak kec...