Hujan Hari itu

666 62 29
                                    

Hari itu, Mezzo" selesai melakukan pemotretannya di sebuah studio.

"Sou-chan, hujan..." ujar Tamaki di ruang ganti sambil menatap rintik hujan yang turun secara pelan dari langit yang menggelap di jendela.

"Waduh, kau tidak bawa payung, Tamaki-kun!" Sogo terpekik pelan.

Siapa yang ga bawa payung, siapa pula yang panik.

"Sans, kan Sou-chan bawa payung. Sepayung berdua aja kita," ujar Tamaki santai.

"Emang muat?"

"Ya muat lah."

"Errr ya udah, capcus kuy?" Sogo mempersiapkan payung. Kemudian ia dan Tamaki keluar dari gedung studio.

"Wahh hujannya lebih deras dari tadi.." ujar Tamaki pelan.

"Ayo, Tamaki-kun," Sogo membuka kembang payung. "Pegang ya?"

"Kok aku?"

"Sadar diri, kamu tinggi gede."

"Okey," Tamaki memegang payung dan berjalan di bawah payung bersama Sogo.

Ternyata berjalan satu payung berdua emang sempit, sih.

Oke, jalanin aja. Paling di asrama bisa ganti baju.

Zraaaaaaaaassshhh

Hujan disertai angin datang.

"Baju aku basah Sou-chaaan!"

"Siapa suruh satu payung berdua?"

"Trus kalau gitu, gimawaaaaaa!!!" Payung yang dipegang Tamaki terasa terangkat karena angin. "AAAAHH SOU-CHAN INI BADAI!!"

"SINI AKU PEGANG!" Sogo ikut memegang tangkai payung agar ga terbang.

Angin tambah kenceng.

"AAAAHHHHH!!" keduanya menahan payung agar tidak terbang.

Tapi, apa dikata, angin sangatlah kencang sehingga tenaga 1+1=2 tidaklah cukup melawannya.

Dan payung ungu itu terbang.
///

"Sekarang gimana?" Sogo menatap langit dengan perasaan cemas.

Setelah payung Sogo terbang, baik Tamaki ataupun Sogo, harus mengambil pilihan berteduh mengingat hujan bertambah deras.

"Nikmati aja dulu di sini," jawab Tamaki santai. Tidak, bukan berarti Tamaki pengen berduaan dengan Sogo, melainkan tempat berteduhnya. Di teras sebuah kafe.

"Nikmati gimana? Kita jadi telat pulang lho!" omel Sogo. "Makanya, bawa selalu payungmu!"

"Yayaya," Tamaki manyun. "Btw, makan yuk?"

"Makan di kafe ini? Ngabisin uang, tau."

"Orang kaya macam apa kau? Kau kan anak konglamerat."

"Ga usah bawa latar belakang."

"Ayoklah Sou-chaan."

"Tamaki-kun, tidak usah membuang waktu-"

Kruuuyuukk

Terdengar suara perut. Tidak, asalnya bukan dari Tamaki, sayangnya bukan dari Sogo juga.

Baik Tamaki ataupun Sogo, menoleh ke belakang mereka sebagai sumber suara. Terdapat seorang gadis yang sedang berdiri menatap mereka. Tampaknya pelayan kafe.

Suara perut itu... dari dia, ya? 

Gadis itu menyadari bahwa perutnya berbunyi, wajahnya langsung memerah. Yah, katauan nguntit-nyah. "Eh, anu, begini. Mumpung kalian sedang berteduh di sini, bagaimana kalau kalian memesan sesuatu di sini?" Gadis itu memasang senyum bisnis. Dalam hati, ia berdoa, semoga Mezzo" tidak menolak persuasinya.

Ainana no Gomibako pt.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang