11. Sebuah balasan

65.1K 8.9K 231
                                    

Jika ingin menjadi pihak yang selalu menang. Balaslah sebuah kejahatan, dengan seribu kebaikan. Maka detik itu juga, kamu menjadi seorang pemenang.

💦


"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawab kedua orang yang ada di dalam toko tersebut.

"Ikhwan, kok kamu kesini?" Candra bertanya seperti itu karena seperti yang ia tau kalau ibunda Ikhwan baru saja meninggal dunia kemarin. Seharusnya Ikhwan masih dalam keadaan duka.

Lelaki itu tersenyum dan menyalami Arif juga Candra.

"Udah lama Ikhwan gak dateng ke toko."

"Iyah. Kakak juga baru masuk hari ini," kata Candra, yang memang ia mengambil cuti tiga hari karena ayahnya sakit. Dan tentu saja Ikhwan mengijinkannya untuk mengambil cuti.

"Gimana penjualannya, Kak?" Ikhwan bertanya pada Arif. Karena selama lebih dari seminggu ini, ia memang menitipkan tokonya pada Arif.

Arif nampak tersenyum canggung lantas mengatakan kalau semuanya baik-baik saja. Ikhwan pun mengucap syukur lalu berpamit masuk ke dalam ruangan untuk mengerjakan shalat ashar.

Ikhwan memang terlihat begitu tegar selama seharian ini. Seakan tak pernah terjadi apa-apa. Seluruh orang yang melihatnya mengira Ikhwan memang tak bersedih sedikitpun atas kehilangan sang ibu. Dan memang itulah yang Ikhwan inginkan. Ia tidak ingin manusia manapun melihatnya nampak bersedih, rapuh, dan terpuruk. Biarlah hanya Allah yang melihatnya dalam keadaan seperti itu. Kini, waktunya Ikhwan mengadu atas segala keresahan hati yang ia alami. Ia tidak bosan mengadu dan bersyukur siang dan malam pada sang Ilahi.

Percayalah, rasanya lebih menenangkan saat banyak berbicara kepada Allah. Karena memang tidak ada untungnya berkeluh kesah kepada manusia. Terkadang, manusia hanya ingin tau apa masalahmu, tidak berniat untuk membantu, atau juga tidak berdaya untuk membantu. Tapi Allah, Ia selalu memberi jalan keluar untukmu. Berdo'alah, meminta pada-Nya. Sesungguhnya ia Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Maha Pemurah dan Maha pemberi. Tak ada satu hal apapun yang sulit bagi-Nya. Ia akan memberi kemudahan bagi hamba yang memohon kepada-Nya.

💦

Ikhwan mengernyitkan keningnya. Lembar laporan toko selama beberapa hari ini membuatnya bingung. Ada yang mengganjal dan seperti ada yang salah. Laporannya sengaja diubah untuk kepentingan pribadi. Pengeluaran dan pemasukan tidak selaras.

Ikhwan tidak mengontrol toko selama satu minggu lebih. Perkiraanya terhadap pemasukan toko tersebut tidak mencapai target. Padahal biasanya perkiraan Ikhwan tidak salah. Meskipun toko sedang tidak terlalu ramai, setidaknya hanya ada selisih sedikit saja. Tapi kali ini sudah terlampau banyak.

Ia harus menanyakan ini pada Arif. Kemana perginya uang sekian juta yang harunya tertulis pada laporan yang dipegangnya.

Ikhwan bangkit dari sofa yang ada di ruangan tersebut. Ia membuka pintu untuk memanggil Arif masuk ke dalam ruanganya.

"Duduk dulu, Kak," katanya, sopan. Namun Arif masih berdiri, seraya menundukkan kepalanya.

Sepertinya Ikhwan tau. Ia tersenyum. "Kakak ada masalah apa?" itulah pertanyaan yang Ikhwan lontarkan sebagai pembukanya.

Arif mengangkat wajahnya, menatap tak mengerti kepada sosok remaja yang berdiri di depannya itu. Ia yakin kalau Ikhwan sudah mengetahuinya. Tapi kenapa yang Arif dapat malah pertanyaan penuh nada lembut dan juga sebuah senyuman?

"Harusnya Kakak cerita ke Ikhwan. Insya Allah Ikhwan bisa bantu."

Percayalah, kebaikan yang Arif terima, membuatnya begitu merasa bersalah. Kenapa balasan atas kejahatannya harus dibalas dengan sebaik ini?

"Kakak minta maaf. Nanti pasti Kakak ganti."

Ikhwan kembali tersenyum. Lalu memegang kedua bahu Arif dengan kedua tangannya. "Gak usah dipaksain kalo gak ada. Insya Allah Ikhwan ikhlas. Kakak cukup kasih tau apa masalah Kakak ke Ikhwan. Ikhwan tau Kak Arif orang baik. Gak mungkin ngelakuin sesuatu yang salah kalo gak ada sebabnya."

Bahu Arif bergetar saat itu juga. Sungguh, ia tersentuh dengan segala kebaikan yang Ikhwan miliki. Ikhwan persis seperti Padli. Begitu baik hati, penyabar dan dermawan. Namun juga memiliki sifat yang tegas. Memang, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

"Kakak punya hutang di Bank. Beberapa hari lalu Kakak dikejar-kejar sama dekoleptor. Kakak gak tau harus cari uang dimana. Kemarin, rencananya Kakak mau bilang ke Ikhwan. Tapi Ikhwan lagi dapet musibah. Jadi Kakak terpaksa ambil dari uang kas dulu karena kemarin batas hari terakhir yang dikasih sama penagihnya. Kakak janji nanti bakal balikin uangnya," ujarnya bersungguh-sungguh.

Jadi seperti itu ceritanya. "Kakak hutang uang untuk apa di Bank? Kenapa gak pinjem ke Ikhwan aja?"

"Untuk almarhum ibu. Dulu sakit-sakitan. Jadi, Kakak terpaksa ambil pinjeman ke Bank."

Ikhwan mengulum bibirnya lalu mengangguk mengerti.

"Maaf yah, toko kamu jadi rugi gara-"

"Gak papa, Kak. Allah gak bakal berhenti kasih kita rezeki selama kita masih bernafas."

Arif bungkam. Ia tersentuh mendengar kalimat bernada tulus itu. Satu tetes air mata harunya terjatuh. Ingin rasanya membanggakan Ikhwan, namun ia tau kalau Ikhwan tak akan menyukainya. Kalau dia memiliki seorang putra nanti, ia harap sifatnya bisa sebaik anak lelaki di hadapannya ini.





Maaf yah baru sempet update hehe

Republish
4 Mei 2020

Instagram
adelia_nurrahma

Ikhwan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang