Setiap orang yang datang dalam hidup kita, selalu memiliki perannya masing-masing. Ada yang hanya lewat, ada juga yang menetap.
💦
Kedua lelaki itu berhadapan. Satu lelaki lainnya memperhatikan keduanya dengan senyum yang tak tertinggal di wajah. Lalu salah satu orang yang berhadapan itu pun berbicara.
"Gue minta maaf, kemarin sengaja nabrak lo pas jalan dan mukul lo lebih dulu."
"Gak papa. Gue ngerti kalo lo ngebela sahabat lo. Gue juga minta maaf, gue sadar, masalah kemarin semuanya karena kesalahan gue."
Baiklah, singkatnya mereka berhasil berdamai setelah bersalaman dan berpelukan ala pria dengan menepuk punggung satu sama lainnya. Ikhwan turut senang melihatnya.
💦
Gadis itu melihat ke sekelilingnya. Sudah beberapa kali ia mengulang hal tersebut. Tentu ada yang dicari hingga ia tidak berhenti menengok sana-sini.Sudah beberapa hari Zahra tidak melihat seseorang yang jujur saja, sudah cukup lama menjadi topik perbincangannya dengan Tuhan.
Apa perlu dikatakan 'rindu'? Tapi Zahra tidak memiliki secuil pun hak untuk menyebut apa yang ia rasakan ini seperti satu kata itu.
Rindu.
Ah, baru pertama kali juga Zahra merasakannya terhadap orang lain selain keluarganya. Jadi seperti ini rasanya merindukan orang yang bukan siapa-siapa. Merindukan orang yang bahkan tidak tau kalau dirinya sedang dirindukan sebegitu dalamnya. Lalu harus diapakan rindu ini? Apa Zahra harus menguburnya? Menyimpannya sendiri tanpa ia coba menyatakannya lebih dulu? Membingungkan sekali.
Padahal, ia dan sosok itu berada di satu sekolah yang sama. Tapi kenapa sulit sekali rasanya padahal hanya ingin melihat saja.
"Lo nyari apa, sih? Di kantin gak ada tikus, kok."
"Ih, siapa yang nyari tikus sih, Ki."
"Kan lo kalo ada tikus suka was-was. Tengok sana-sini terus."
Memang itu benar. Tapi kali ini yang dicari Zahra bukan tikus. Namun sosok lelaki yang berdiri di ambang pintu kantin itu bersama dengan Febrian dan satu orang lainnya yang tak Zahra ketahui namanya.
"Oooohhh jadi dari tadi lo nyariin Ikhwan?!" Akhirnya Kiya menyadari.
Zahra hanya diam. Mungkin ia sedang berusaha menuntaskan rindunya. Membiarkan jantungnya menggebu meski sorot mata mereka tak bertemu. Cukup Zahra yang memperhatikan dari jauh. Biarlah Ikhwan tak tau. Karena Zahra tau, rindu ini salah namun terus saja bertumbuh.
Zahra memalingkan wajahnya, bibirnya entah kenapa menyunggingkan sebuah senyuman. Kiya yang melihatnya jadi gemas sendiri. Kiya tau kalau sahabatnya ini menunjukkan tanda-tanda kalau ia sedang jatuh cinta.
"Aduh, sahabat gue udah gede."
Zahra langsung memberi tatapan peringatan kepada Kiya yang baru saja berujar cukup keras. Zahra takut menjadi pusat perhatian. "Diem, ih."
"Gue mintain nomornya yah."
Zahra melotot mendengarnya. "Awas aja loh, Ki."
Kiya menyengir penuh maksud, dan lalu... "IKH..."
Zahra langsung berdiri dengan gusar, "Iiihhh, gue mau ke perpus," dan lalu berjalan cepat meninggalkan tempatnya. Kiya malah tertawa. Sepertinya, memang itulah yang biasa sahabat lakukan.
"Malu-maluin." Zahra tak berhenti menggerutu di sepanjang jalannya menuju perpustakaan. Ia memang sudah ada niat ke perpus untuk mempelajari lagi materi yang akan diulangkan nanti. Namun meski begitu, Zahra memang menyempatkan diri ke kantin dan berharap bisa melihat sosok yang akan mengobati rindunya.
![](https://img.wattpad.com/cover/180661566-288-k946826.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhwan [SELESAI]
Fiksi RemajaTeenfict-Romance-Religi ⚠BAPER STORY⚠ Namanya Ikhwan. Laki-laki itu berbeda, selalu terlihat sangat sederhana dan tidak banyak gaya seperti remaja zaman sekarang pada umumnya. Aku pikir dia orang yang aneh. Tidak pernah menatap perempuan. Tidak pern...