28. Insyaa Allah

55.4K 7.6K 756
                                    

Tidak pantas seorang lelaki menemani wanita dan hanya berdua saja, sedang mereka bukan mahram. Dengan alasan apapun itu, sebaiknya dihindari. Karena sekuat-kuatnya iman, bisikan setan tetap mampu memperdayakan.

💦

Helaan napas terdengar berat. Ikhwan baru saja selesai shalat dan mengaji. Kini ia duduk di kursi belajarnya dengan menatap sapu tangan putih yang ternoda darah di atas mejanya. Terdapat nama berupa bordiran berwarna biru disana. Azzahra, itulah tulisan yang dibacanya.

Ikhwan sudah mencucinya, tapi noda tersebut tidak bisa hilang seutuhnya. Ia bingung bagaimana mengembalikannya kalau sapu tangannya masih kotor seperti ini. Alhasil, ia beralih memandangi ponselnya yang ada di sebelah sapu tangan tersebut. Ia ingin menghubungi Zahra untuk mengatakan kalau ia akan mengganti saja sapu tangannya dengan yang baru. Tapi ada rasa ragu untuk menelfon. Ia takut malah ujung-ujungnya nanti modus. Padahal Ikhwan tak ada niat seperti itu. Tapi setan pasti akan gencar berbisik-bisik pada Ikhwan.

Lalu, sebaiknya bagaimana?

Lagi-lagi, Ikhwan pun menghela napas beratnya. Dengan mengucap bismillah, Ikhwan pun mengambil ponsel itu. Ia tidak akan berbasi-basi dan langsung to the point.

Ikhwan sudah menelfon. Namun Zahra tidak langsung mengangkatnya. Hingga dering ketiga pun panggilan itu belum mendapatkan jawaban. Ikhwan menjauhkan kembali ponselnya, ia hampir mengurungkan niatnya menelfon. Tapi ucapan salam yang didengarnya, membuat Ikhwan kembali mendekatkan ponsel itu ke telinganya.

"Wa'alaikumussalam."

"Ada apa, Wan?"

Ikhwan mendengar ada yang berbeda dari suara Zahra. Agak serak dan berat. Tapi Ikhwan tidak ada hak untuk bertanya. Niatnya pun ingin langsung to the point saja.

"Sapu tangannya gak bisa dibersihin."

"Oh, gak papa. Lo simpen aja."

Ikhwan dapat mendengar suara kendaraan berlalu lalang dari sebrang telfonnya. Ia yakin kalau Zahra sedang berada di luar.

"Lo lagi dimana?"

Benar, Ikhwan tidak bisa menahan dirinya untuk bertanya.

"Di rumah. Ada apa?"

Ikhwan mengernyit. Kenapa Zahra berbohong? Memang di dalam rumah ada suara klakson kendaraan yang begitu nyaring.

"Kenapa bohong?"

Hening. Suara Zahra tak terdengar, dan hal itu membuat suara kendaraan semakin jelas didengar oleh Ikhwan.

"Kok lo tau?"

Benar dugaan Ikhwan. "Ngapain di luar?"

"Cuma jalan-jalan."

"Tapi udah malem."

Zahra tak menjawab. Ikhwan pun bertanya kembali. "Sama siapa di luar?"

"Orang-orang."

"Orang-orang siapa?"

"Orang-orang di jalan," jawab Zahra, dengan suara pelan.

Ikhwan mengusap keningnya. "Lo dimana?"

"Di jalan."

Ikhwan menyadari kalau mungkin saja Zahra sedang ada masalah. Dan Zahra sedang membutuhkan seseorang untuk bercerita, karena itulah Zahra tidak mematikan telfonnya.

Sekarang Ikhwan juga tau, kalau Zahra tipikal orang yang mungkin memilih lari dari masalah sebelum ia menyelesaikannya. Ikhwan harus bertanya pelan-pelan, untuk membujuk dan menanyakan dimana posisi gadis ini.

Ikhwan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang