sesungguhnya, kecantikan seorang muslimah itu bukan buat jadi bahan tontonan laki-laki yang bukan mahrom.
—Ikhwan💦
“Masa lo gak tau sih, siapa cewek yang ngikutin lo sampe ke kantin?”
Ikhwan hanya mengedikkan bahunya acuh. Ia tidak tau, dan juga tidak ingin tau. Febrian nampak menggelengkan kepala tak percaya.
“Namanya Kaila Raisa Aulia, dia sering jadi sampul model majalah remaja. Ah, lo mah.”
Riky manggut-manggut, karena ia juga tau itu. “Rugi banget dideketin cewek cantik malah jual mahal,” katanya menyayangkan.
Ketiga orang itu kini berada di kamar Febrian. Riky sedang asik bermain game. Sedangkan Febrian sedari tadi mengocehi Ikhwan sambil memainkan ponselnya, membuka instagram untuk men-stalk akun Kaila.
Ikhwan sendiri tengah berbaring sambil memandangi atap kamar berwarna putih itu. Kedua tangannya ia lipat di belakang kepala. Tenang saja, ia tidak sedang memikirkan Zahra atau wanita lainnya. Yang ia pikirkan adalah akan kuliah dimana nanti setelah lulus sekolah. Sangat jauh dari topik yang kedua sahabatnya masih bicarakan.
“Terus tadi dia lo apain, sih? Kok pergi sambil ngomel-ngomel?” Febrian bertanya. Namun tak ada jawaban dari Ikhwan.
“Woy, Wan,” panggil Febrian, jengah.
“Hm.”
“Ngelamunin apa sih lo dari tadi?”
Ikhwan segera bangkit dan duduk bersila. “Kalian mau kuliah dimana abis lulus nanti?”
Kedua orang disana segera menatap Ikhwan dengan raut bingung. “Kita ngomongin apa, lo nanyanya apa,” oceh Febrian.
“Emang kalian ngomongin apa?”
Mendengar pertanyaan Ikhwan, sontak saja kedua orang itu menepuk keningnya bersamaan.
“Emang gak seharusnya kita ngobrolin masalah cewek cantik ke Ikhwan,” tutur Febrian. “Bakal pura-pura budeg dia mah,” lanjutnya. Dan Riky yang baru mengetahui itu, sulit mempercayinya. Karena biasanya, topik pembicaraan wanita cantik bagi laki-laki adalah sesuatu yang disayangkan kalau sampai terlewatkan. Tapi Ikhwan, Riky tidak tau apa yang ada di pikirannya.
“Sebentar lagi ujian, udah saatnya mikirin mau lanjut kemana,” jelas Ikhwan.
“Kalo gue jadi lo, males banget kuliah-kuliah segala, kan udah punya penghasilan sendiri. Ngapain nyape-nyapein otak buat nyiapin skripsi?!” itu kata Riky.
“Setuju sih gue,” sekian dari Febrian.
Ikhwan menghela napasnya. “Mau bagaimana pun, menuntut ilmu itu penting. Gue juga perlu kembangin usaha gue. Dan untuk itu gue harus terus pelajarin caranya, biar gak stuck sampe sini doang.”
Prok prok prok
Entah sejak kapan kedua orang itu menjadi penonton bayaran. Yang jelas mereka memang baru saja bertepuk tangan.
“Mungkin gue harus kasih lo julukan Ikhwan Teguh,” kata Riky.
Febrian menimpali, “Ikhwan Sihab aja.”
Ikhwan hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar kedua orang itu memperdebatkan panggilan untuknya.
💦
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhwan [SELESAI]
JugendliteraturTeenfict-Romance-Religi ⚠BAPER STORY⚠ Namanya Ikhwan. Laki-laki itu berbeda, selalu terlihat sangat sederhana dan tidak banyak gaya seperti remaja zaman sekarang pada umumnya. Aku pikir dia orang yang aneh. Tidak pernah menatap perempuan. Tidak pern...