11. Merasa Aneh?

22 2 0
                                    

Aku tidak tahu mengapa Dimas menolehkan pandangannya dariku. Setiap kali aku melontarkan senyumku padanya, ia selalu saja membuang muka.

Bahkan sudah 2 hari ini aku mengirimkannya pesan tapi tak satupun mendapat balasan. Bahkan dibaca saja tidak.

Aku rasa tidak ada yang salah dengan kita. Setelah dating kemarin, kami pulang dengan baik-baik. Ya, seperti anak SMP pada umumnya. Berpisah di halte.

Namun mengapa tiba-tiba keesokan harinya Dimas langsung berubah? Kan tidak nungkin dia sedang PMS.

Malam ini aku mencoba menelfon Dimas. Siapa tahu ia akan mengangkatnya.

1 misscall

3 misscall

7 misscall

15 misscall

Arghh!! Aku melempar ponselku frustasi. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Dimas? Mengapa ia tiba-tiba menghindariku?

Tling!

Dengan sigap, aku membuka ponsel dan memeriksa siapa tahu notif tersebut dari Dimas.

Assalamualaikum Li
Sibuk gaa?

Ternyata dari Vina. Pasti wanita itu sedang tidak ada kerjaan dan memintaku untuk ikut bersamanya bermain mobile legend atau PUBG.

Mengapa aku tahu? Ya jelas, karena setiap malam begitu.

Main? Ogah.

Aaa! Lia pelit!
Ayolahhh
Bosen niii

Sepertinya Vina tidak pernah jera mengajakku meski jarang sekali aku menerima ajakannya.

Emg lagi ngapain sih, Li?

Nunggu chatnya dimas:v

Spam ajaa

Udah

Brp balon chat?

3

Kurang banyak! 100!
Kalo ga dijawab juga, tanya temennya

Saran Vina ada benarnya juga. Mungkin Dimas sedang ingin dirayu.

Aku segera meninggalkan roomchat Vina dan segera beralih ke Dimas.

Assalamualaikum Dimas
Malam yaa
Lagi ngapain?
Nge-game yaa?
Tadi buang muka kenapaa?
Marah yaaa?
Aku ada salah?
Maaaff
Dimasss

Dari sekian banyak chat yang kukirimkan, tak satupun dibaca. Akhirnya aku memilih opsi kedua yaitu menanyakan pada temannya Dimas.

Semoga aku tidak salah langkah.

Tapi siapa yang harus kuhubungi? Ah lebih baik Vina saja lah. Terkadang manusia itu berguna juga.

Vin, kamu aja deh yang cari Dimas ke temennya

Beberapa menit aku menunggu balasan dari Vina, tapi sayangnya hanya dibaca. Pasti dia malas membalas chat dariku karena sedang bermain game.

Daripada menunggu Vina, lebih baik aku tidur. Lalu, bermimpi tentang pangeranku.

*****

Pagi ini, aku berencana bertanya langsung ke Dimas. Ada apa sebenarnya dengan lelaki itu. Apakah aku melakukan suatu kesalahan?

Aku melihatnya di depan kelas bersama teman-teman segerombolannya.

Kali ini aku sedang berkutat dengan pikiranku. Samperin jangan, nih?

Akhirnya aku memutuskan untuk menyapanya saja.
"Hai."

krik.
tidak ada jawaban.

Mereka yang tadinya sedang asik berbicara dan tertawa justru hening dan menatapku aneh.

Untungnya hal itu tidak benar-benar terjadi. Nyatanya kini aku yang terpatung tanpa berani menyapa "hai" seperti yang tadi kubayangkan.

Entahlah mungkin ini adalah akhir dari hubunganku dan Dimas yang memang tidak jelas.

*****

Entah aku harus merasa bahagia ataukah kesal. Kini ketika aku menunggu dijemput oleh Mama, aku harus bersebelahan dengan Dimas.

Dan di depan gerbang sekolah yang luas ini, sialnya hanya menyisakan kita berdua.

"Li,"

Dan lebih parahnya, manusia bak pangeran itu memanggil namaku.

"Apa?" tanyaku dengan nada yang tidak santai.

"Lihat kebunku penuh dengan bunga." Dimas dengan tanpa rasa bersalahnya menyanyi tidak jelas membuat aku jadi ingin tertawa.

Baru ingin ya.
Belum benar-benar tertawa.

"Jangan marah, nanti aku tambah suka." ujar Dimas mendekat ke arahku.

Aku berdecak malas. Sebenarnya ada rasa senang mendengar ia kembali seperti itu. Tapi tetap saja, perlakuannya yang tak menentu membuat aku muak dengan ketidakpastian ini.

"Aku minta maaf."

Mendengar kalimatnya yang penuh sesal, membuatku menoleh ke arah Dimas. "Maaf untuk?" tanyaku ragu.

Dimas kembali menatapku hingga membuatku membuang muka. Aku belum siap bertatap muka dengannya.

"Maaf tiba-tiba cuek sama kamu. Aku tu beneran sayang sama kamu. Jad--"

"Aku ga butuh kata-kata basi, Mas. Aku cuma pengen tau alesan kamu cuekin aku apa, kalo aku ga penting, ngapain kamu deketin?" Entah darimana asalnya, akhirnya seorang Azzahra Ayu Berliana berani berbicara dengan nada tinggi.

Tetap saja aku harus menyesal ketika melihat raut penyesalan dari Dimas.

"Maaf, Lia." ujar Dimas kemudian ia mengambil nafas berat,  "Maaf karna aku malu ngaku di depan temen-temen aku, kalo aku jatuh cinta sama kamu."

Apa yang Dimas katakan? Ia malu jatuh cinta denganku? Kenapa harus malu? Laki-laki ini memang tidak punya perasaan.

"Lia, maaf. Kemaren temen-temen tau kalo kita jalan. Aku ga pengen mereka tahu kalo kita deket. Jadi, aku block line kamu biar mereka ga curiga. Tapi sayangnya, Vina justru tanya ke Raihan katanya kamu cariin aku."

"Jadi kamu nyalahin Vina, Mas?"

"Enggak, Vina gak salah. Dia justru cerita ke aku kalo selama ini kamu ragu sama aku. Maaf, karna aku ga bisa kasih kamu kepastian. Aku cuma pengen kita gini aja. Aku udah bahagia banget, Li."

Aku tak ingin menanggapinya karena mobil mama sudah datang. Terakhir aku melihat Dimas, ia sedang tertunduk.

Sesunnguhnya kalimat Dimas tadi memang sangat manis. Namun entah mengapa tetap terasa menyakitkan bagiku.

Cinta aku dan Dimas memang aneh.

It's About LDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang