"Rezeki, jodoh, maut semua sudah Allah yang tentukan, kita sebagai umat hanya bisa menjalankan takdir. Seperti tulang rusuk yang tak akan pernah salah memilih tempat bersandar. Ini lah takdir yang tak dapat dihindar."
Setelah bersih-bersih dan shalat magrib Nahza menyusul Ezra yang tengah menonton tv di ruang tengah. Nahza duduk di samping Ezra, ingin rasanya Nahza mengungkapkan kesedihan hatinya pada Ezra tapi apa daya, Nahza tak ingin membuat Ezra kecewa.
Ezra yang menyadari keterdiaman Nahza mencoba untuk bertanya "Kenapa?" tidak ada balasan dari yang ditanya membuat Ezra menolehkan pandangan pada Nahza memperhatikan kondisi istrinya dengan seksama "Nana?" masih tidak ada jawaban, Nahza masih dalam lamunnannya dengan mata yang sudah berkaca-kaca, saat Ezra memegang lembut jemari tangan kanan Nahza, barulah Nahza tersadar dari lamunnannya.
Nahza menoleh memandang manik mata Ezra sendu seolah menyiratkan luka membuat Ezra yang menangkap perasaan itu memeluk Nahza erat menyalurkan kehangatan dan kenyamanan pada tubuh Nahza dan memberikan efek menenangkan pada hati Nahza.
Didalam dekapan Ezra, Nahza tak sanggup membendung air matanya membuat setetes demi setetes air matanya turun membasahi baju Ezra. "Nangis aja, kalo itu buat Nana tenang." Ezra mengelus punggung Nahza.
Sudah limabelas menit berlalu intensitas isakan Nahza berkurang, Ezra pun melepaskan dekapannya pada Nahza dan membingkai wajah Nahza dengan kedua telapak tangannya. "Kenapa hemm?" Ezra menatap manik mata hazel Nahza cukup lama sampai azan isya berkumandang. "Shalat isya sama-sama yuk, biar tenang." ajakan Ezra hanya diangguki oleh Nahza dan bergantian mengambil air wudhu.
Mereka shalat isya berjamaah dengan khusyu membuat siapa pun yang melihat akan bergetar hatinya. Selesai shalat dan berdoa, Nahza mencium tangan Ezra yang disambut dengan ciuman Ezra di kening Nahza membuat hati Nahza merasa tentram dan lebih tenang dari sebelumya.
Dengan suara seraknya Nahza memcoba untuk memanggil Ezra yang sudah siap tidur dikasurnya "Zra"
"Iya? sini" Ezra menepuk kasur yang kosong memberikan kode untuk Nahza duduk disampingnya.
Nahza menghampiri Ezra duduk disamping kiri Ezra sampil menyelonjorkan kakinya. "Makasih dan maaf" hanya dua kata itu yang berhasil Nahza ucapkan dengan suara seraknya khas orang sehabis menangis.
Ezra menoleh pada Nahza dan menuntun kepala Nahza untuk bersandar di bahunya. "Untuk?"
"Semuanya." padangan mata Nahza masih tertuju kedepan dengan mata hezelnya yang sudah berkaca-kaca. "Makasih udah mau ngertiin Nana, udah mau manjain Nana, bimbing Nana ke jalan Allah. Tapi maaf Nana belum bisa jadi istri yang baik, sering buat Ezra kesel, marah, malu, cape, sering nyusahin Ezra, maaf juga Nana belum bisa kasih semua yang Ezra mau dan kewajiban Nana sebagai istri, maaf Zra."
"Na, semuanya butuh proses, gak ada yang instan, Ezra ngerti Nana masih butuh bimbingan, tapi Na, Ezra juga butuh support dari Nana, Ezra gak bisa nebak-nebak mau Nana, kalo ada masalah kita berbagi Nana, sekarang Nana udah jadi tanggung jawab Ezra. Ezra juga makasih banget Nana udah ngertiin Ezra nerima kekurangan Ezra, maaf Ezra gak bisa seromantis orang lain yang pacaran di luar sana." Ezra menghadap wajah Nahza dan membingkai wajah Nahza dengan kedua telapak tangannya "Soal hak dan kewajiban, itu gak harus sekarang, Ezra ngerti, lagi pula kita sama-sama masih sekolah dan tinggal beberapa bulan lagi selesai. Ezra siap nunggu kok."
"Tak apa Ezra temenan sama sabun dulu?" tanya Nahza dengan muka polosnya
"Hehe, sedih juga sih benernya, tapi tak apa" muka Ezra sudah memerah seperti kepiting rebus kalo membahas soal yang seperti itu, Ezra berusaha mengalihkan pembicaraan "Tadi pulang sama siapa? Nana pesen taksi online?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Halal
Teen FictionBagaimana rasanya pacaran dengan sahabat, tapi pacaranya gak nimbulin dosa? Itulah yang dirasakan oleh Nahza dan Ezra sepasang sahabat yang berujung sebagai sepasang insan hingga akhir hayat. #8 romantisme 09/09/2019 #7 perselisihan 20/07/2019 #9 ba...