35

2.8K 301 38
                                    

"Hahahaha, Hyung. Aku bertanya serius, kenapa kau malah becanda sih. Tidak lucu lagi." Jimin menghela napasnya.

"Aku sudah mengatakan yang sebenarnya, Soon. Tak ada bumbu candaan di kata2ku tadi." Seketika Soonyoung berhenti tertawa. Ia menatap mata Jimin tajam. Matanya memerah antara marah dan.. takut. Dan detik berikutnya, kerah baju Jimin sudah berada di cengkraman Soonyoung.

"Apa maksudmu?!"
"Jihoon pergi ke luar negri untuk melanjutkan kuliahnya."

Bugh

Satu pukulan tiba2 mendarat di rahang tegas Jimin. Terlalu tiba2, jadi Jimin tak bisa mengelak.

"Tak usah berbohong Hyung, aku tau kau menyembunyikannya dariku, kan? Kau sembunyikan di man-" Soonyoung kembali mencengkram kerah baju Jimin. Tetapi, dengan sigap Jimin mencekal tangan Soonyoung dan memberinya satu pukulan jugap. Walaupun lebih pendek beberapa sentimeter dari Soonyoung, tapi tetap saja Jimin lebih kuat darinya.

"Sudahlah! berhenti membohongi dirimu sendiri. Dia benar2 pergi beberapa hari yang lalu bersama Mingyu. Aku tak tau kapan dia akan kembali. Karna dia bilang, dia akan magang di sana sementara sampai dia menjadi dokter profesional."

Setetes air matanya mengalir di pipi gembilnya.

"Tapi.. kenapa kau tak memberi tau-"
"Dia melarangku! Aku juga sudah cukup ikut campur masalah kalian. Biarlah rencana Tuhan berjalan seperti semestinya." Ucap Jimin sambil akan mendudukkan dirinya di kursi taman tersebut.

"Tidak bisa! Beritahu aku! Di negara apa dia sekarang?! Di mana dia tinggal sekarang?! Apa nama universitasnya?! Kau tak bisa menjawab? Tak mau meberitauku?! Atau jangan2 kau benar2 membohong-"

Bugh

"Cukup, Kwon! Sadarlah! Kenapa kau sangat egois?! Apa kau tak tau rasanya menjadi dirinya?! Kau tau Jihoon itu seseorang yang sangat rapuh. Tetapi, kau sudah menyakitinya berapa kali, hah?!! Kau mau menyiksanya lagi?!! Aku bahkan ragu dengan penyesalanmu ini!"

Satu pukulan telak mengenai rahang tegas milik Soonyoung sampai ia tersungkur ke tanah. Membuat ujung bibirnya sobek dan berdarah. Habis sudah kesabaran Jimin meladeni remaja labil sepertinya. Sedangkan Soonyoung hanya meringis karna sakit di daerah rahangnya dan bokongnya yang tersungkur kuat tadi.

"Lagipula, kau tak pernah menanyakan keadaan Jihoon. Kau hanya asik dengan perasaan aneh yang baru kau rasakan itu. Bahkan pada saat terakhir kali kita bertemu."

Soonyoung memejamkan matanya. Benar kata Jimin, bahkan ia tak pernah menanyakan keadaan Jihoon. Lalu, untuk apa Jimin memberitahunya tentang keberangkatan Jihoon.

Soonyoung menunduk dalam. Memejamkan matanya erat. Tubuhnya bergetar kecil. Lirihan isaknya terdengar menyakitkan. Air mata yang sangat jarang keluar kini menunjukkan diri dengan kesedihan dan penyesalan yang amat besar. Mengalir deras menunjukkan betapa sakit hatinya saat ini.

Jimin menunduk. Menyejajarkan tubuhnya dengan Soonyoung yang masih terduduk di tanah. Menepuk pelan pundak lelah pemuda rapuh itu untuk memberinya semangat.

"Hei, kau namja yang kuat, bukan? Menangis sebentar bukanlah masalah besar. Keluarkan saja, jangan di tahan."

"Argghhhhh!!"

.

BRAK!

Soonyoung membuka pintu rumahnya tak sabaran. Dengan wajah yang sudah acak2an ia berjalan cepat menuju kamarnya. Wajahnya yang sudah lebam karna Jimin tadi sudah bertambah. Bibirnya juga sobek dengan darah yang masih basah.

"Astaga Soonyoung!! Kau kenapa, nak? Sejak kapan kau berkelahi??" Soonyoung menoleh saat merasakan kehadiran ibunya.

"Hiks.. eomma.." tangisnya pecah kembali. Mengingat berapa kali ibunya itu mengingatkannya akan Jihoon. Akan kerapuhan Jihoon setiap mengingat ibunya. Akan kelemahan Jihoon yang harus dilindungi.

✓Gay is Not My Style! (Ksy+Ljh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang