42

2.3K 274 22
                                    

J i h o o n


"Enghh.." aish.. tanganku kaku. Kenapa harus infus, sih??

"Jihoon? Kau sudah sadar? Apa ada yang sakit? Perlu aku panggilkan dokter?" Suara itu lagi. Apa tak ada yang lain? Aku tak suka dengan khayalanku sendiri.

"Hei, kau sedang apa sih? Buka matamu." Tapi suara itu benar2 jelas. Penasaran, aku pun membuka mataku menurut. Kukedipkan beberapa kali mataku saat cahaya terang masuk tiba2.

Deg

Wajah itu. Rupa itu. Kenapa aku harus berhalusinasi? Apa ini mimpi? Apa aku masih tak sadarkan diri? Tapi ini terasa nyata. Tanpa sadar dan tidak sopannya aku mengangkat tanganku. Memegang wajah itu pelan dan ragu. Terasa begitu nyata saat kulitku menyentuh kulitnya. Apa sebesar ini aku berharap?

"Ji? Ada apa?" dia mengucap tanya padaku. Bibir dan lidahnya bergerak. Matanya memandang lurus mataku. Tangannya pun kemudian membalas memegang tanganku.

Sadar atas apa yang terjadi, dengan cepat aku menurunkan tanganku. Memalingkan wajahku menahan malu dan amarah pada diri sendiri.

"Kau ini dokter, bagaimana bisa kau tak menjaga kesehatanmu sendiri?" Aku tetap tak mengubah posisi ataupun menjawabnya. Malu masih menahanku.

"Hufftt.. apa kau tak akan pernah memaafkanku? Yah, mungkin memang aku tak termaafkan. Bahkan kau tak mau melihat wajahku."

'Tidak.. bukan begitu. Aku sudah memaafkanmu sejak dulu. Ah ani, kau bahkan tak salah apapun, hyung.' ingin aku menjawab, tapi entah mengapa bibirku kelu untuk mengutarakannya. Malu dan takut menghantuiku selalu.

"Baiklah, sekali lagi maafkan aku. Dan... apa aku masih bisa berharap.. untuk mendapatkan cintamu, lagi? Atau setidaknya kita bisa kembali berteman?"

Hyung..

"Haha ... Tidak mungkin, ya. Baiklah kalau begitu. Jaga dirimu baik2. Ingat tidur dan makanmu. Aku tak suka melihatmu sakit seperti ini -ah maksudku, jaga kesehatanmu untuk dirimu sendiri."

'Maaf.. maafkan aku, Hyung.'

"Aku p-pergi. .....Baiklah, sampai jumpa, Jihoonie."

Aku menolehkan wajahku. Melihat tubuh tegapnya bergetar kecil. Ia keluar dari ruang rawat ini dengan pelan, seperti ragu -sangat. Tak mau, tapi harus. Bahkan memegang gagang pintu saja sangat pelan. Ingin sekali kupanggil dan mengutarakan apa saja yang ingin aku katakan.

'Hyung..'

.

A u t h o r

___________________

Mingyu hyung

Maaf, Ji. Aku tak bisa menjemputmu. Aku ada janji dengan Wonwoo. Aku sudah ijin dengan hyung-mu. Nanti kalau kau sudah mau pulang telpon saja hyung-mu.
Sekali lagi, aku minta maaf. Hati2~

_________________

"Aish.. menyebalkan. Kalau bukan karena Yoongi hyung, aku bisa pakai mobil atau motor sendiri." Gerutu Jihoon saat mendapat pesan dari Mingyu.

Memang hari2nya ke rumah sakit selalu diantar jemput oleh Mingyu ataupun Yoongi dan Jimin. Alasannya sangat sepele. Yonggi tak mau adiknya terkena bahaya.

Konyol sekali, tapi yang namanya Yoongi ya harus dituruti. Tidak semua sih. Terkadang Jimin bisa menahannya. Tetapi, lebih seringnya Jimin yang menjadi korban.

Awalnya pun Jihoon menolak. Bahkan sampai ada sedikit argumen yang dibumbui emosi. Tetapi, karna ayah mereka yang menengahilah akhirnya Jihoon menurut. Ada baiknya Jihoon sedikit berhati2.

Jadi, kalau Mingyu tak ada waktu, Yoongi ataupun Jimin akan menjemputnya. Agak repot, tapi yang terpenting itu keselamatan sang adik.

Tapi hei, memangnya ada jaminan seseorang tak akan pernah mendapat bahaya walaupun banyak yang melindunginya?

.

"Jihoon, kau tak pulang?"

"Ah, aku.. menunggu bus." Jawab Jihoon ragu.

"Bagaimana kalau denganku saja? Jam segini, bus agak susah." Jihoon menggeleng pelan -sangat. Anggap saja sebagai tolakkan halus.

"Kau yakin? Kemana temanmu itu?"

"Mingyu hyung pergi kencan." Ceplos Jihoon polos.

'Wah, Wonwoo sudah kalah telak ternyata.' batin Soonyoung menertawakan temannya itu.

"Kau benar2 tak mau ku antar? Setidaknya hanya mengantarmu sampai rumahmu. Tak takut sendirian?" Jihoon diam. Tak ingin menjawab. Lebih tepatnya malu dan takut untuk menjawab.

"Huft.. baiklah. Jaga dirimu. Jangan mau kalau ada orang lain yang sok2an ingin membantumu. Jangan menoleh ke belakang saat kau berjalan dari halte nanti. Telpon aku atau hyungmu jika terjadi se-"

"Aku bukan anak kecil!" Soonyoung terdiam atas gertakkan Jihoon barusan. Ia menundukkan kepalanya. Memejamkan matanya pelan. Menghela napas berat. Ingin membuang rasa sesalnya.

"Baiklah.. kumohon jangan semakin membenciku. Aku.. aku hanya menkhawatirkanmu. Hufft, hati2.. Jihoonie." Soonyoung kembali melajukan mobilnya dengan ragu. Pelan2 ia membawa mobilnya menjauhi Jihoon.

Jihoon terus memandang mobil Soonyoung yang mulai tertelan gelapnya malam. Ia menggigit bibir bawahnya sejak tadi. Merasa bersalah telah membentak Soonyoung tadi. Sebenarnya ia tak terlalu marah, hanya kesal. Tetapi, Soonyoung terlalu hati2 dengan Jihoon saat ini.

"Mi-mianhae, Hyungie. T-tapi aku.. sangat takut." Gumam Jihoon entah kepada siapa.

Malam semakin petang. Bus yang ditunggu Jihoon sepertinya tak akan datang. Sebab jalanan makin sepi. Jihoon terus memegang kuat tas ranselnya. Terkadang mengeratkan jaketnya dari dinginnya suhu di malam hari. Dia terus berharap agar ada bus yang mau mengantarnya.

'Kenapa ponselku mati, sih. Kapan Yoongi hyung akan datang?? Bus dan taksi pun sepertinya tak mau menjemputku.' batin Jihoon sedih.

'Tau begini, aku terima tawaran Youngie hyung tadi. Lagian tumben banget depan HOZIho* sepi. Apa aku masuk lagi aja, ya? Tapi aku tak ada jadwal malam. Sepertinya juga sudah tak boleh masuk.' Jihoon terus memainkan kakinya. Dan berpikir bagaimana caranya pulang.

*Hozi hospital

'Apa aku jalan kaki aja? Tapi rumah appa jauh banget. Rumah Yoongi hyung juga. Rumah Youngie Hyung -ah tak mungkin!' pikir Jihoon makin ngaur

Jihoon terus berusaha tenang dan tak memedulikan suasana gelap yang membuatnya gemetar. Memainkan kakinya. Terus membenahi tasnya yang serasa melorot. Bersenandung pelan untuk mengusir sunyi.

"Hei manis~"


Tbc

✓Gay is Not My Style! (Ksy+Ljh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang