45

2.4K 220 5
                                    

F l a s h b a c k

Seorang anak laki2 berusia 6 tahun sedang duduk malas. Memainkan kakinya, mendendangkannya asal. Pandangannya lesu antara lelah dan khawatir. Tetapi, namanya anak kecil yang masih belum tau apa2, ia hanya menurut oleh kata2 kakak dan orang tuanya. Menyuruhnya untuk tetap duduk di kursi tunggu. Menyuruhnya untuk tenang. Dan tidak usah memikirkan apapun yang memberatkannya.

Namun, anak ini berbeda. Ia paham maksud para orang dewasa itu.

Sampai seorang anak laki2 lain menghampirinya. Anak ini lebih tua 2 tahun dari anak tadi. Ia sebenarnya sedang terburu2. Tetapi, entah mengapa melihat seseorang anak tak dikenalnya itu, hatinya tergerak.

"Hei, jangan sedih~ aku yakin orang sakit yang ada di dalam sana pasti akan sembuh~" kata anak itu ceria dengan polosnya.

"Huh? Eomma Jihoon tidak cakit apa2. Tapi aku diculuh duduk cini." Protes yang lebih muda.

"Eh? Mana mungkin?" Anak itu duduk di samping yang lebih muda tanpa sadar.

"Namamu Jihoon, ya?"

.

"Ohh.. hum.. aku tak paham dengan penyakit2 seperti itu." Jihoon mempoutkan bibirnya kecewa karena tak mendapatkan jawaban yang diinginkannya.

"Tidak apa. Kau yakin saja bahwa eommamu tidak kenapa2~ mungkin eommamu hanya sedang ingin istirahat lebih lama." Tenang yang lebih tua. Jihoon hanya diam sambil memainkan kkiknya kembali.

"Aku punya permen loli, mau?" Jihoon mendongak dan mengangguk antusias. Melupakan apa yang baru saja dibicarakan. Yang lebih tua pun tersenyum. Kemudian mengambil permen loli di tas kecilnya. Memberikannya kepada yang lebih muda.

Jihoon pun menerimanya dengan semangat. Membukanya cepat. Dan memakannya dengan senang. Yang lebih tua hanya memperhatikannya. Tak tau dengan apa yang dirasakannya.

Bahwa dirinya telah jatuh pada pesona seorang lelaki kecil.

.

Pada akhirnya, ibu Jihoon meninggal dunia karena kanker darah yang diderita. Jihoon menatapnya dengan lesu. Tidak tau harus bagaimana. Karena ia pikir ibunya benar2 hanya istirahat lebih lama. Walaupun ia ingin protes sebenarnya. 'kenapa ibunya di tutupi seperti itu?'

Tapi, urung karena wajah tak mengenakkan dari sang ayah dan kakaknya. Bahkan sang kakak sempat menangis tersedu-sedu tadi.

Ia juga ingin bertanya. 'ada apa sebenarnya? Kenapa semua menangis?' tapi lagi2 urung karena semua orang sibuk dengan urusan masing2.

Setelah pulang dari 'pemakaman', Jihoon langsung meminta supir pribadinya untuk mengantarkannya ke sebuah rumah sakit. Sang supir kebingungan atas apa yang diminta oleh majikan mudanya. Apalagi di saat2 seperti ini.

Tapi, yang namanya tugas, sang supir pun mengantar Jihoon ke sebuah rumah sakit. Tepatnya rumah sakit yang merawat ibunya dulu. Sesampainya di sana, Jihoon langsung berjalan cepat menuju lokasi ibunya di rawat. Otak pintarnya masih mengingat dengan jelas lokasinya.

Sang supir yang terkejut pun dengan cepat mengikuti majikan mudanya. Berjanji akan melindungi majikan mudanya. Hampir beliau bertanya, tapi urung karena sikap serius Jihoon.

Mereka berhenti di kursi tunggu depan kamar rawat ibunya. Kemudian Jihoon mendudukkan dirinya di sana menyuruh Sang supir untuk ikut duduk juga.

Mereka duduk di sana lama. Hampir 5 jam. Tanpa berbicara apapun. Tanpa melakukan apapun selain hal yangembuat mereka tidak bosan. Walau -khususnya sang supir- merasa sangat bosan.

"Ekhm.. tuan muda, sebenarnya kita sedang menunggu siapa?" Tanya sang supir ragu.

Jihoon masih saja diam. Seperti sedang memikirkan sesuatu. Pipinya memerah menahan emosi. Emosi sedih yang sangat besar.

"Jihoon cendili... Ndak tau... Hiks... Hiks... Huwaaaaaaa"

.

Jihoon berjalan biasa di koridor sekolahnya. Saat ini, ia sedang duduk di jenjang ES. Ia memiliki banyak teman, atau lebih tepatnya fake friends. Awalnya ia berpikir, ia bisa menanyakan 'seorang anak laki2 usia kisaran lebih tua 2 tahun darinya, bertubuh lebih tinggi darinya, berpipi chubby, dan bermata lebih sipit darinya'.

Tetapi, nyatanya tidak sama sekali. Ia lama kelamaan semakin paham akan teman yang ia anggap teman itu. Mereka datang pada saat memiliki masalah. Dan menjauh di saat Jihoon yang memiliki masalah, pergi entah kemana. Bukannya mendapat petunjuk, malah dijadikan robot uang. Seperti saat ini.

"Jihoon-ah~ hari ini aku ulang tahun~ traktir dong~" dan Jihoon hanya tersenyum ramah. Meng-iyakan apapun alasan 'temannya'.

Tidak mudah untuk langsung memutus kontak dengan temanmu. Akan terjadi masalah besar. Itulah yang dipikirkan Jihoon. Maka dari itu, dia pernah sekali mengambil tes akselerasi. Memutus kontak dengan halus. Walaupun bisa dibilang percuma.

"Eomma, apa aku tak akan bertemu dengannya lagi?"

.

Jihoon mendudukkan dirinya di pinggir lapangan basket sekolah barunya. Hari ini adalah masa orientasi siswa baru di JHS barunya. Baru saja kemarin ia masuk ke sekolahan ini. Dan malah mendapatkan kegiatan2 melelahkan. Bahkan, hari ini malah lebih melelahkan. Membuat Jihoon, yang lebih suka berpikir dari pada bergerak, terus mengeluh.

Ia meminum air mineralnya banyak. Lalu kembali mengupah serapahi panitia kesiswaan yang mengadakan acara ini.

Baru saja ia menghela napas leganya karena diberi istirahat, ada yang berteriak memberitahu pengumuman.

"GAES! DISURUH KUMPUL LAGI! KATANYA ADA PENGUMUMAN!!" dan seketika botol setengah pakai kosong di tangan Jihoon, remuk. Ia meremasnya kencang menyalurkan rasa kesalnya.

Namun, bagaimanapun juga dirinya tetap berdiri. Berjalan menuju lapangan utama. Tanpa sadar kakinya mengikuti rombongan siswi. Tapi Jihoon tak terlalu mempedulikannya. Tidak sengaja telinganya menangkap sebuah percakapan mereka.

"Eh denger2 dia tampan!"
"Jangan ngarang!"
"Ih beneran tampan tau! Aku udah liat!"
"Heh, tapi katanya sipit ya?"
"Sipit, chubby, tapi rahangnya, gaes! Udah kaya yang di tv2!"
"Siapa sih??"
"Astaga! Ketua panitia-nya lahh"

Jihoon hanya menganggap lalu dan berjalan lebih cepat melalui mereka.

'Entah.. tapi aku merasa tak tenang.'

.

J i h o o n

I-itu dia!! Benar2 dia!! seorang laki2 1 tingkat (baca: 2 tahun) di atasnya, dengan postur tubuh tinggi rata2 namja korea, mata sipit, dan .. pipinya tak secubby dulu.

Tetapi, dia tetaplah dia. Walaupun terlihat menyeramkan. Itu membuatnya semakin terlihat tampan.

Pertanyaannya, apa dia masih mengingatku?

A u t h o r

Setiap kali berpapasan, Jihoon terus mencoba tersenyum. Tetapi hanya dianggap lalu oleh pemuda sipit yang notabenenya ketua organisasi siswa. Bahkan setiap Jihoon menawarkan bantuan. Seperti saat ini, di perpustakaan sekolah mereka.

"Seonbae mau aku-"
"Hei, kalian ini mau membantuku apa cuman ikut nyekip??" Bentak pemuda sipit itu kepada teman2nya.
"Iya2, ayo guys, presiden marah." Ucap salah satu temannya.

Jihoon hanya mundur sedikit, memainkan bibirnya canggung. Meremas tangannya sendiri.

'aku ini kenapa..'

.

"Appa~ aku mau akselerasi lagii~"

"Iya, semangat ya. Maaf, appa tidak bisa menemanimu belajar." Jihoon menatap lesu ayahnya yang kembali pergi menggunakan jas hitamnya.

Ia menoleh melihat kakaknya yang baru saja pulang pulang dari sekolahnya. Tersenyum lebar sambil menghampirinya riang.

"Hyung~-"

"Jangan menggangguku, Jihoon." Bukan bentakan memang, tapi itu membuat Jihoon kembali menekuk bibirnya.

"Tidak apa! Aku harus berjuang untuk Sipit Hyung!~" semangat Jihoon.

F l a s h b a c k e n d

Tbc

✓Gay is Not My Style! (Ksy+Ljh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang