3.3. Sebuah perasaan

3.2K 201 7
                                    


Hujan malam  ini sangat deras, sesekali geluduk terdengar. Kota malam Jakarta kali diguyur derasnya hujan, pohon-pohon seakan bergirang karena air yang mengguyur mereka karena tidak seperti biasanya.


"Ka?"

Menatap kesebelah kanan,Aurell memutar bola matanya malas.

"Kika! Handphone ajah terus pantengin! Teman lagi ngajak ngomong gak didengar" dengus Aurell.

Kika menatap Aurell kemudian perempuan itu terkekeh pelan. Sahabatnya cemburu pada handphone ternyata, ck. Kika menaruh handphonenya membiarkan sebentar pesan yang masuk dari Hendra.

"Kenapa sih sayang Hum?"

Kika mendekat kearah Aurell dan memeluk gadis itu membuag Aurell langsung bergidik ngeri.

"Astaga Kika kamu kemasukan jin kah?"

Kika terkekeh, sahabatnya yang polos sudah mengenal jin rupanya. Kika kira Aurell hanya mengenal upin upin saja.

"Jin? Um, biar gue koreksi dikit Rell. Bukan kemasukan Jin tapi kemasukan asmara cinta, hehhe"

Aurell menyentil kening Kika, "Receh kamu"

"Gapapa receh yang penting bisa bikin ketawa orang lain. Kan itu amal bisa bikin ketawa, dari pada bikin orang nangis mulu"

Aurell tersenyum sekilas ucapan Kika mengingatkan dirinya pada satu pria yang dulu membuat Aurell menangis.

Ranz.

Tumben pria itu tidak menganggu malam harinya, biasanya di malam-malam Ranz akan mengirimkan chat tidak penting untuk Aurell.

Mengingatnya membuat Aurell geli apalagi ia mengingat puisi yang dibuat oleh Ranz lewag chatingannya.

Dimalam hari
Kunang-kunang yang menghiasinya
Di siang hari
Kupu-kupu yang mewarnainya
Tidak ada gunanya bagi ku,

Saat kegelapan menghampiri
Justru cahaya yang menghindari
Saat cahaya datang menghampiri
Justru sengsara yang menggantikan
Siapakah yang harus ku amati?

Aku yang salah?
Atau perasaan ku yang terlalu dalam untuknya?

Aurell tidak lemah dalam sastra hanya saja ia sedikit terhibur dengan puisi yang menurutnya masih lemah, Aurell sangat bisa menebak arti dari puisi itu. Tapi Aurell sedikit tidak yakin jika itu buatan Ranz sendiri.

Di jaman seperti ini, tinggal search langsung muncul.

"Kok jadi diem?" Kika mendusel-dusel pipi Aurell yang agak tembem.

"Gak pa-pa"

"Kalau kata kamus cewek itu gak pa-pa pasti ada apa-apa, kan?"

Aurell memutar bola matanya Kika selalu saja membuat hambur larutan kesedihannya.

"Dolar kamu!"

"Lho? Udah berubah nih? Gue gak receh lagi?"

Aurell menggeleng, "Gak, kamu kan gak murahan Ka"

Kika tersenyum lebar, disaat semua orang menjauhi Aurell justru jiwanya yang mendekati gadis ini. Entah dari mana keberanian Kika untuk bersahabat dengannya.

Kika termasuk dalam perempuan tercantik, hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih dan bibirnya yang kecil dan merah. Namun ia memilih Aurell sebagai sahabatnya dibandingkan orang lain yang mungkin saja sebanding dengannya.

Cewek Cupu vs Bad Boy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang