Chapter 3

3.8K 370 46
                                    

Happy Reading!
Tolong diingatkan kalau ada typo atau kalimat yang kurang sesuai dengan EYD. <3

*****

Sang raja Iblis itu sedang berjalan menuju kastil yang menjadi markas miliknya dan para pengikutnya. Lucifer, sorot matanya tajam penuh amarah. Kebencian dan dendam sejak lama ada dalam dirinya. Hidupnya penuh dengan amarah, apalagi setelah seseorang yang ia cintai telah dibunuh.

"Lucifer," panggil Tristan ketika menyadari Lucifer ada di dalam kastil. "Bagaimana dengan gadis itu?" lanjutnya.

Lucifer melirik pada Tristan, "Masih sesuai rencana. Aku pastikan rencanaku akan berhasil."

"Aku rasa kita perlu mengganti rencanamu, karena ini tidak menghasilkan apapun,"

Lucifer menolehkan kepala, kilatan api mewarnai matanya, "Rencana Lucifer tidak akan pernah gagal. Jadi diamlah sebelum aku mencekik dan membunuhmu." ujarnya sarkastik sembari tersenyum miring.

"Aku tidak bodoh, Tristan. Aku sudah merencanakan ini dengan sangat matang. Kau tidak perlu berlaga seperti pahlawan, kau hanya penyihir yang tidak berguna." tambah Lucifer tanpa menatap Tristan. Tristan hanya memutar bola matanya bosan. Mungkin jika Lucifer mengatakan seperti itu untuk pertama kalinya, Tristan pasti terpancing emosi. Namun berbeda keadaan dengan saat ini, dia sudah terbiasa menjadi korban dari pedasnya mulut sang raja iblis tersebut.

Tentunya Tristan melakukan ini tanpa sia-sia. Dia rela menjadi pengikut setia Lucifer serta membantunya dengan tujuan sebuah kekuasaan. Lucifer pernah berjanji, jika para penyihir membantu membalaskan dendamnya pada makhluk immortal yang dulu menjadi pemberontak dirinya, Lucifer akan memberikan kekuasaan pada para penyihir. Ini merupakan barter yang cukup menggiurkan bagi para penyihir. Tetapi, tidak semua penyihir bekerja sama dengan Lucifer, hanya penyihir-penyihir berhati jahat saja yang bersedia membantunya. Berbeda dengan penyihir baik, mereka lebih menyukai kedamaian hidup dan tidak terlalu suka dengan pemberontakan. Ketika ditawari kekuasaan oleh Lucifer dengan syarat membantunya pun, para penyihir itu menolaknya.

Sebenarnya para penyihir bisa saja mendapatkan kekuasaan tanpa membantu Lucifer, namun tentunya akan butuh usaha yang lebih keras dan beresiko. Mengingat sang Lucifer adalah raja, maka ini bisa mempermudah penyihir mendapatkan kekuasaan yang mereka inginkan. Akan tetapi, tampaknya mereka sedikit terkecoh oleh janji manis Lucifer. Sepertinya mustahil bila sang Lucifer memberi kekuasaan kepada selain dirinya secara gampang.

"Apakah gadis itu sudah menyadari kau seorang Lucifer?" tanya Tristan.

"Tidak. Bahkan gadis itu masih belum mengetahui bahwa dirinya adalah seorang putri kerajaan peri," Lucifer menyeringai jahat, "Pengasuhnya pun tidak mencurigai aku seorang Lucifer,"

Tristan ikut menyeringai, "Kau sangat apik memainkan peran. Dan tentu saja ini juga berkat mantra sihir dariku. Tanpa sihir dariku, kau tidak akan bisa memasuki rumah dan mendekati gadis itu,"

Sang Lucifer menggeram marah mendengar penuturan Tristan. Dia sangat tidak suka bila ada orang lain yang sombong. Seakan-akan yang berhak sombong hanyalah dirinya.

Lucifer berjalan mendekati Tristan, matanya menatap benci, "Tanpa mantramu pun aku masih tetap bisa melakukannya. Kau hanya penyihir bodoh yang terlalu percaya diri." ucap Lucifer seraya mencekik leher Tristan.

Tristan berusaha melepaskan tangan Lucifer yang tengah mencekiknya, tapi tidak bisa. Kekuatan tangan Lucifer terlalu sulit untuk ditaklukkan. Kemudian Lucifer melepaskan cekikannya dan meninggalkan Tristan yang terus melontarkan sumpah serapah untuk Lucifer.

****

"Ann, kau tahu tidak?" tanya Yolanda saat dia berjalan bersama Anna.

Anna melirik, matanya seakan bertanya pada Yolanda.

"Kemarin dan hari ini aku tengah bernafas," ucap Yolanda membuat Anna jengah. Sangat tidak bermanfaat.

"Beberapa waktu yang lalu aku mempelajari slang dari salah satu negara yang ada di Asia Tenggara. Apa kau ingin mengetahuinya, Yola?" Anna berbicara sambil menatap orang-orang yang sedang berjalan.

"Apa itu?" tanya Yolanda.

"Bacot. Dan kau tahu? Kau sangat bacot," ujar Anna. Matanya menangkap pria ber-hoodie hitam yang ada di ujung jalan. Orang itu terlihat sangat aneh dan mencurigakan. Anna menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin terlalu pusing memikirkan siapa orang tersebut.

"Apa artinya? Sebelumnya aku tidak pernah mendengar bahasa itu. Terlalu aneh,"

"Artinya cantik. Jadi maksudku tadi, kau sangat cantik," Anna kembali mengalihkan pandangannya ke orang yang ada di ujung jalan tadi. Dia merasa orang itu sedang mengamati dia dan Yolanda. Anna harus waspada, bisa saja itu mengancam keselamatan mereka.

"Kau baru mengetahui aku cantik, Ann? Astaga! Selama ini kau kemana saja? Ibu dan ayahku juga sering berkata aku gadis tercantik yang pernah mereka temui," Anna berdecih mendengarnya. Sahabatnya itu memang memiliki percaya diri yang tinggi.

"Yola, apa kau merasa ada seseorang yang tengah mengamati kita?" Anna berbisik pada Yolanda. Kemudian Yolanda mengamati orang-orang yang ada di sekitarnya, mencoba mencari siapa yang dimaksud sahabatnya itu.

Lalu Yolanda menggelengkan kepala, "Tidak ada seorang pun yang tengah mengamati kita, An," kata Yolanda, "Mungkin itu hanya perasaanmu saja," sambungnya.

"Kau benar, mungkin hanya perasaanku saja yang terlalu berlebihan."

Setelah sampai di halte bis, mereka duduk dan menunggu bus datang. Sebenarnya rumah mereka dengan kampus tidak terlalu jauh, hanya berjarak sekitar 15 km. Rumah Anna dan Yolanda juga berada dalam satu komplek.

"An, sepertinya hari ini kau pulang sendirian. Aku punya janji dengan Jack," ujar Yolanda.

Anna mengernyitkan dahi, berusaha mengingat orang yang baru saja disebutkan oleh sahabatnya itu. Seperkian detiknya Anna sudah ingat, lalu dia tersenyum miring, "Apa kau sudah menjadi kekasihnya, huh?"

Yolanda tersentak kaget mendengarnya, kemudian tertawa, "Aku dan dia akan bertemu hanya untuk urusan tugas, tidak lebih,"

"Sebenarnya kau menginginkan lebih. Aku tahu itu,"

"Anna, kau berhasil membuatku merasa malu."

Mereka tertawa bersama. Yolanda sudah lama menyukai Jack, hingga detik ini. Bisa dibilang Yolanda mempunyai obsesi yang besar pada Jack.

Waktu itu, saat pertama kali Yolanda dan Jack bertemu, Anna bisa melihat sorot mata Yolanda yang begitu mengagumi Jack. Bagaimana dia menatap Jack sangat terlihat bahwa Yolanda menyukainya pada pandangan pertama.

Yolanda pamit saat bis tujuannya tiba dan meninggalkan Anna sendirian. Selang beberapa menit, bis tujuan Anna juga tiba, dia segera masuk ke dalam serta mencari tempat duduk yang nyaman, di dekat jendela.

Anna memutar kepalanya ke belakang, matanya kembali menangkap sosok pria ber-hoodie hitam yang tadi ia lihat di ujung jalan. Sikap pria tersebut bisa dibilang aneh. Dia harus tetap waspada.

****
Tbc

Hehehe, maaf ya kalo absurd.

Dodhéanta itu artinya mustahil dari bahasa Irlandia.

Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan.

Salam,

Aisya

8-4-2019
Revisi : 28-08-2019

DodhéantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang