Chapter 9

2K 179 5
                                    

Happy Reading!

---

Anna mengangkat bahunya, tidak mau terlalu pusing dengan sikap Yolanda yang telah berubah. Bukannya dia tidak peduli, dia hanya mencoba memahami Yolanda, mungkin saja Yolanda tengah butuh waktu sendiri. Atau mungkin juga dia sedang mempunyai masalah pribadi. Jadi, sampai saat ini Anna akan membiarkan Yolanda. Akan tetapi jika ini terus berlanjut, maka Anna baru akan turun tangan.

Anna melanjutkan langkahnya, dia berniat akan pergi ke perpustakaan. Membaca buku selalu dapat membuat pikirannya tenang. Perpustakaan juga tempat favorit baginya, karena hanya di sana satu-satunya tempat di kampusnya yang tidak ramai orang.

Anna segera mengambil tempat duduknya seusai sampai di perpustakaan. Dia tersenyum kecil seraya membuka buku yang akan ia baca. Kali ini dia akan membaca buku tentang manusia purba. Entahlah, tiba-tiba dia ingin membacanya. Annapun tenggelam dengan bacaannya, sampai tak sadar bahwa sudah ada seseorang di sampingnya. Tapi tampaknya orang itu tidak ingin mengganggu Anna yang tengah serius membaca. Dia hanya tersenyum kecil, bahkan bisa dikatakan bukan senyuman karena terlalu kecilnya senyuman itu.

Anna mengganti lembaran yang ia baca. Dia menoleh sedikit ke arah sampingnya. Anna sedikit terperanjak kaget mendapati sudah ada Alan.

"Astaga, kupikir kau hantu perpustakaan," ujar Anna sambil tertawa ringan.

"Tidak mungkin ada hantu setampan aku!" sahut Alan percaya diri.

Anna berdecih pelan, namun tetap terkekeh, "Baiklah, kau benar juga. Hahaha,"

"Jadi kau mengakui aku tampan, huh?" tanya Alan dengan alis satunya terangkat.

"Asal kau senang saja." Ucap Anna membuat Alan tersenyum kemenangan.

Anna kembali fokus ke buku miliknya. Sesekali ia mengerutkan dahinya seperti kebingungan. Terkadang juga dia terlihat seperti tengah membayangkan hal yang fantastis. Alan hanya diam sambil menikmati wajah cantik Anna. Tidak Alan pungkiri lagi jika sahabatnya itu memang cantik.

"Ingin pergi ke Danau Lugn nanti sore?" tawar Alan pada Anna.

Anna menoleh, "Ide bagus. Bagaimana jika sekarang? Aku sedang membutuhkan tempat itu untuk saat ini,"

Alan mengerutkan alisnya, "Kau tengah punya masalah?" Alan paham betul tentang Anna.

"Akan kuceritakan saat sudah di danau," kata Anna, dia membereskan buku-buku miliknya lalu beranjak berdiri, yang diikuti oleh Alan.

"Baiklah. Ayo cepat." ujar Alan. Kemudian mereka berjalan beriringan keluar perpustakaan.

******

"Edmund, kau ingin kemana?" tanya Ratu Elena saat melihat Pangeran Edmund tampak terburu-buru.

"Ada yang harus kusampaikan pada ayah, Bu," ujar Pangeran Edmund.

"Tentang apa?"

"Beberapa bulan yang lalu aku bertemu dengan Pangeran Axelle. Aku sedikit berbincang tentang keadaan Fackla, lalu diakhir perbincangan dia menawari bantuan padaku. Waktu itu aku menolaknya karena merasa Fackla masih mampu melawan para musuh. Namun saat ini aku merasa Fackla membutuhkan bantuan dari West Land. Tapi sebelumnya aku harus meminta izin dulu pada ayah," jelas Pangeran Edmund.

"Pangeran Axelle? Anak Ratu Clarion?" tanya Ratu Elena yang diangguki oleh anaknya.

"Baiklah Ibu, aku tidak punya banyak waktu lagi. Sampai jumpa," ucap Pangeran Edmund sambil mencium pipi Ratu Elena.

"Sampaikan kerinduanku pada Eliza!" teriak Ratu Elena. Sementara itu Pangeran Edmund mengacungkan jempolnya.

Ratu Elena tersenyum kecut melihat kepergian anak lelakinya. Enak sekali rasanya jadi Stefan dan Edmund, bisa dekat dengan Eliza. Walaupun Eliza sebenarnya tidak mengenal Edmund, karena Edmund masih memahami perasaan ibunya. Edmund memang sering melihat dan memperhatikan Eliza, tapi dari jarak jauh.

Ratu Elena melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. Dia berdiri didekat jendela. Matanya menutup, mencoba menghilangkan beban hidupnya selama ini. Untuk bertahun-tahun ini, hanya ada satu keinginan Elena, yaitu kutukan yang ada pada Eliza hilang. Satu-satunya yang bisa menghilangkan kutukan tersebut adalah cermin ajaib yang bisa mengabulkan permohonan. Tetapi, cermin itu tak mudah didapatkan. Cermin itu ada di sebuah pulau kecil di South Land, dan pulau itu sangat berbahaya bagi para peri. Pulau Riore adalah tempat para raksasa jahat, hunter, pembunuh, serta segala kejahatan ada di sana. Jarang sekali ada seseorang yang ke sana pulang dengan selamat.

******

"Ahahahahahaha!!" suara tawa yang nyaring itu menggema di sebuah ruangan kecil dengan penerangan yang minim.

"Hey, Gio! Lihat yang apa yang telah kubuat!" seru Tristan pada Gio, burung gagak miliknya, "Ini akan menjadi ramuan mematikan untuk sang ratu." ujarnya tertawa nyaring lagi.

Tristan baru saja membuat sebuah ramuan dari buah beracun yang ia dapat di Benua Selatan. Susah payah ia mendapatkan buah itu, tapi akhirnya terbayar dengan ramuan mematikan yang telah ia buat. Ramuan ini akan ia peruntukkan secara khusus untuk sang ratu, Ratu Elena.

"Ah tidak apa-apa jika Putri Eliza mati di tangan Lucifer ataupun Jack. Aku tidak peduli, yang terpenting kematian sang ratu harus ada di tanganku." ucap Tristan penuh dengan kejahatan.

Kematian Ratu Elena secepatnya akan datang. Tristan akan mengantarkan sang ratu menuju gerbang kematiannya. Sebenarnya Tristan sedikit sebal dengan yang Lucifer lakukan, menurutnya, apa yang dilakukan Lucifer terlalu bertele-tele. Tristan tahu bahwa kebencian dan dendam Lucifer kepada bangsa peri begitu besar.

"Gio, jika aku menjadi Lucifer, maka saat ini sudah kuhancurkan semua yang berkaitan dengan peri. Tapi Lucifer tidak mempunyai nyali untuk melakukan itu. Hahahahaha," kata Tristan kepada burung gagaknya yang juga menyahuti perkataan Tristan selayaknya burung gagak.

"Hey, Bodoh! Jangan mencoba-coba menjadi penghianat Lucifer!" ujar Jack. Dia tadi sempat menguping apa yang dikatakan Tristan.

Tristan berdecih dan menatap Jack acuh, "Lihat siapa yang sedang bicara ini?! Manusia serigala yang sok pahlawan,"

"Tristan, tidak bisakah satu hari saja kita berdamai?"

"Jika aku berdamai denganmu, itu berarti aku telah mati,"

"Sialan kau. Penyihir tolol!"

"Manusia serigala sok pahlawan!"

Begitulah kiranya keseharian antara Tristan dan Jack. Pemberontakan yang terjadi di Fackla pada 30 tahun yang lalu, membuat mereka saling mengenal dan memutuskan untuk menjadi pengikut sang Lucifer. Namun mereka berbeda tujuan, Tristan hanya menginginkan kekuasaan yang dijanjikan Lucifer. Sementara Jack, dia memang tulus dari hatinya untuk menjadi pengabdi Lucifer.

Usia antara Tristan dan Jack pun terpaut jauh. Umur Tristan sekitar 200 tahunan, sedangkan Jack sudah berumur sekitar 500 tahunan dan dia belum menemukan matenya lagi. Tiga puluh delapan tahun yang lalu Jack membulatkan tekadnya berhenti menjadi Beta di packnya karena Ferilla, matenya, mati terbunuh saat memerangi para manusia serigala yang memberontak.  Sejak meninggalnya Ferilla, dia menjadi stress dan tidak bisa mengontrol dirinya. Tugasnya sebagai betapun ia lalaikan. Kepergian Ferilla benar-benar merubah hidupnya.

Kemudian dia pergi berkelana selama bertahun-tahun, tak tahu tujuan kemana dia akan pergi. Selama kurang lebih delapan tahun dia berkelana, langkah Jack membawanya ke Kerajaan Fackla yang ada di Pegunungan Fallegt. Dia melihat saat itu sedang terjadi pemberontakan, kejadian itu kembali mengingatkannya pada Ferilla. Dalam kebingungannya tak tahu kenapa terjadi pemberontakan di Kerajaan Fackla, tiba-tiba dia bertemu Lucifer. Lucifer menceritakan secara detail apa yang tengah terjadi di Fackla. Dia mengaku bahwa ini semua ulahnya, balas dendam menjadi alasan utama sang Lucifer mengajak kawanannya untuk membuat keributan di Fackla.

Tak sampai disitu, Lucifer juga menceritakan alasan kenapa dia membuat keonaran di Fackla. Setelah mendengar alasan Lucifer, yang mana cintanya tak pernah direstui oleh semua pihak, apalagi seseorang yang dicintainya juga telah mati, berhasil membuat Jack terenyuh. Esok harinya dia kembali menemui Lucifer dan menawarkan dirinya untuk mengabdi, yang seketika membuat Lucifer tersenyum miring.

******
Tbc

Jangan lupa vote dan komen!

DodhéantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang