Chapter 10

1.8K 164 19
                                    


Hembusan angin menerpa wajah cantik Anna membuat rambutnya bergerak seirama dengan arah angin. Siang ini cuaca tidak terlalu panas, sangat cocok untuk bersantai di pinggir Danau Lugn.

Anna dan Alan terduduk di pinggiran danau. Mata mereka selalu disuguhkan pemandangan indah yang menawan. Anna selalu penasaran dengan apa yang ada di dalam Pegunungan Fallegt. Sayangnya dia belum pernah pergi ke sana, dia sangat yakin ada hal yang menakjubkan di dalam sana. Hutan Farast yang menyimpan sejuta misteri juga selalu menarik untuk dilihat.

"Cepat ceritakan!" perintah Alan pada Anna.

Anna memutar bola matanya jengah, "Cepat ceritakan!" ujar Anna meniru Alan.

Alan mengelus pipi Anna lembut, lalu menyubitnya pelan, "Sudah berani, huh?" tanya Alan berhasil membuat Anna tertawa.

Anna menghela napasnya. Berbagi cerita dengan Alan memang sering dia lakukan. Walaupun setelah ia bercerita, Alan tidak pernah memberinya solusi, Anna tetap selalu berbagi cerita dengannya. Terkadang seseorang hanya butuh didengarkan saja.

"Kau tahu? Beberapa hari ini aku dan Yolanda agak menjauh. Aku tidak tahu kenapa, yang jelas dia tampak sangat membenciku saat bertemu. Yolanda juga selalu terkesan sengaja menjauh dariku. Dia tidak lagi ke rumahku. Padahal sebelumnya, dia setiap hari akan mengunjungi rumahku," terang Anna. Alan mendengarkannya dengan sangat santai.

"Terus?" tanya Alan.

"Aku merasa ini sangat janggal. Jika Yolanda marah padaku, dia hanya akan mendiamkanku paling lama satu hari. Tapi ini sudah lebih dari empat hari. Aku curiga jika Jack telah mempengaruhinya," ucap Anna, sedaritadi matanya hanya menatap air biru Danau Lugn.

"Jack? Siapa dia?"

"Orang yang disukainya,"

"Terus?"

"Karena sebelum Yolanda berubah drastis seperti ini, dia bertemu dengan Jack. Kemudian setelah itu, Yolanda tiba-tiba seperti membenciku. Padahal aku yakin, aku tidak mempunyai kesalahan padanya."

Seusai bercerita keadaan menjadi hening. Alan tidak merespon apapun. Anna mengambil beberapa kerikil, lalu melemparkannya ke danau. Sementara Alan, matanya yang tajam terus menatap Hutan Farast. Dari tatapannya, seakan-akan dia bisa melihat keadaan yang ada di dalam hutan tersebut.

Anna menyenderkan kepalanya di bahu Alan. Dia tidak ragu melakukan itu, karena dia dan Alan memang sudah dekat. Hal semacam itu sudah sering dia lakukan. Terkadang Alan juga melakukan demikian kepada Anna.

"Alan!" seru Anna.

Alan menoleh, "Apa?"

"Bagaimana tanggapanmu kalau aku mencintaimu?"

Alan berdecih mendengarnya, "Selama persahabatan kita tidak terpecah, aku tidak peduli,"

Anna tertawa mendengar ucapan Alan, "Kau ini sangat tidak profesional!"

"Alan, aku ingin pulang saja. Ayahku dua hari yang lalu sudah pulang, aku rasa dia sedang menungguku," ucap Anna seraya bangkit dari duduknya.

"Apa kau tidak ingin menemui ayahku? Selama kita menjadi sahabat, kau belum pernah menemui ayahku. Bagaimana jika hari ini kau ke rumahku?" tanya Anna begitu antusias.

Alan beranjak pula dari duduknya, menatap Anna lekat, "Maaf, Ann. Tapi sore nanti aku mempunyai urusan yang harus aku selesaikan. Mungkin lain waktu aku akan bertemu dengan ayahmu,"

Tampak ada raut kesedihan di wajah cantik Anna. Alan memperpendek jarak mereka berdua, dia memegang bahu Anna dan mengusapnya pelan.

"Jangan tampakkan wajah sedihmu di hadapanku. Aku tidak suka!" ujar Alan.

DodhéantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang