Anna terlihat sangat gembira tatkala ia bisa keluar dari kastil tua itu. Setelah ragu-ragu, akhirnya dia memutuskan untuk keluar sejenak mencari udara segar. Kastil tua itu memang menakjubkan, tapi tetap saja Anna akan bosan lama-lama terkurung di dalamnya.
Di sekitaran kastil sangat sepi, tentu saja kastil itu berada di tengah Hutan Farast. Siapa yang berani memasukinya? Bukankah hutan itu dipenuhi makhluk-makhluk berbahaya?
Sejenak Anna tersadar akan satu hal.
"Tunggu," Anna melebarkan matanya kaget. "Oh Tuhan, aku ada di Hutan Farast?"
Anna merutuki dirinya yang begitu bodoh. Bola api yang menuntunnya ke sini merupakan jebakan. Sial, umpatnya berkali-kali. Anna mengamati sekitar, mencoba mencari jalan untuk keluar.
Anna terlonjak kaget sekaligus takut ketika sebuah suara muncul dari balik semak-semak. Dengan tubuh yang gemetar, Anna bertanya, "Siapa di sana?"
Suara itu semakin mendekat, membuat Anna menutup matanya dengan spontan. Bahkan dia pun tak sadar sudah menahan napasnya.
"Napas." ucap seseorang. Anna segera membuka matanya, dan sekali lagi dia dibuat terkejut dengan makhluk yang ada di depannya ini.
"K-kau...." lidah Anna terasa kelu untuk melanjutkannya, sebab ini terasa sangat menakjubkan.
"Faun."
"Whoaaa!!!" teriak Anna.
"Tutup mulutmu!" kata Faun tersebut dengan galak.
Tidak sulit bagi Anna untuk mengetahui Faun. Hobinya yang menyukai cerita mitos membuatnya dengan mudah memahami makhluk ini. Sekarang dia harap bisa bertemu dengan makhluk yang dikatakan mitos lainnya.
"Ann," Anna membalikkan tubuhnya ketika dirinya dipanggil.
"Alan!!" Dia berlari ke arah Alan dan langsung memeluknya. Alan seketika sedikit tercekat, tapi untungnya dia bisa mengatasi itu dengan mudah.
"Ann, kau harus tetap di dalam kastil. Hutan ini sangat berbahaya, apalagi untukmu," terang Alan pada Anna yang masih dalam dekapannya.
"Kenapa?" Kata Anna, "Apa karena aku ini seorang putri dari Fackla?" lanjut Anna.
Lagi. Alan tercekat dengan ucapan yang keluar dari mulut Anna.
"Aku hanya ingin mencari udara segar, dan kau tau aku baru saja bertemu dengan seorang Faun!" Anna berlepas dari pelukan Alan dan bersiap menunjukkan Faun yang baru saja dia temui.
"Tidak ada Faun, Ann," ucap Alan.
Anna segera menyanggah, "Ada di sa— hey kemana perginya Faun itu?" Anna menyipitkan matanya, bukankah Faun tadi berdiri tepat di sebrang sana?
Alan memutar bola matanya malas, "Kurang waras."
"Hey jaga ucapanmu brengsek!" ujar Anna sambil menyusul Alan yang sudah berjalan terlebih dahulu.
****
Keadaan Kerajaan Fackla tiba-tiba saja menjadi kacau. Entah dari mana, berita tentang perginya sang ratu dan pangeran ke Pulau Riore sampai di telinga Raja Stefan. Sang raja tampak duduk, terlihat nelangsa. Wajahnya pun terlihat suram dan putus asa.
Semuanya berantakan. Firasatnya mengatakan akan ada kekalahan. Akan tetapi, jauh di dalam sana, sang raja pun masih yakin bisa memenangkan 'perang' yang tiada akhirnya ini. Maxim, sang panglima turut prihatin dengan kondisi raja Stefan. Tubuh raja Stefan juga semakin melemah.
"Maxim, tolong tinggalkan aku sendiri," ujar Stefan yang segera dipatuhi Maxim.
Raja Stefan butuh waktu untuk menyendiri, agar dia bisa berpikir jernih. Dia masih tidak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Haruskah ia mengakhiri perang ini, kemudian menyusul istri dan putranya. Atau tetap melanjutkan perang, lalu mengesampingkan istri dan putranya. Stefan belum bisa mengambil keputusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dodhéanta
FantasyMenjadi mahasiswi Arkeolog memang menyenangkan, apalagi bagi Anna yang sangat suka dengan sejarah. Dalam hidupnya, Anna selalu memimpikan bertemu dengan sosok peri yang selama ini sering kali ia baca di buku-buku tentang makhluk mitos. Semua orang h...