Tatapan mata Maxim begitu menusuk pada para tahanan ruang bawah tanah. Sorot matanya terlihat menyiratkan kebencian yang teramat dalam.
Maxim segera menuju ke ruang bawah tanah setelah bawahannya mengatakan bahwa para musuh yang berusaha melakukan penyerangan dari jalur timur telah berhasil ditaklukkan oleh para penyihir. Diantara musuh tersebut banyak dari mereka yang juga mantan prajurit di Kerajaan Fackla, namun memilih memberontak dan menjadi sekutu Lucifer. Mereka telah berkhianat pada Raja Stefan. Tak heran jika Maxim sangat membenci mereka.
Dia berjalan ke salah satu ruangan yang ada di paling ujung. Maxim berjalan dengan gagah menampakkan seorang panglima yang bijaksana. Matanya memicing tajam menatap lima orang di ruang tahanan itu.
"Rafael." panggilnya dengan nada meremehkan.
Orang yang dipanggil Rafael hanya menatap balik Maxim dengan tatapan yang tak kalah tajam. Sementara empat orang lainnya sudah waspada, takut bila Maxim melakukan penyerangan secara tiba-tiba. Sebab mantra dari penyihir yang melemahkan kekuatan mereka masih bekerja dan akan berlangsung lama.
"Rafael adikku! Orangtua kita pasti menyesal padamu karena memilih menjadi pemberontak," ujar Maxim dengan tenang.
Orang yang bernama Rafael berdecih, "Persetan dengan penyesalan ayah dan ibu, aku sama sekali tidak menyesal menjadi sekutu musuhmu."
Maxim menggeram marah mendengar sahutan Rafael. Kurangajar sekali adiknya itu. Maxim tidak pernah menyangka jika adiknya yang sedari kecil selalu ia banggakan kini menjadi musuhnya.
Entah apa yang akan Maxim katakan pada orangtuanya, mengatakan bahwa dia telah gagal mendidik adiknya. Miris sekali, seorang panglima kerajaan justru memiliki saudara yang menjadi musuh nyata baginya. Tak ada lagi kasih sayang diantara mereka, tidak, mungkin lebih tepatnya tidak ada lagi rasa kasih sayang Rafael pada Maxim. Hatinya sudah dipenuhi kebencian yang teramat besar pada saudaranya itu.
Maxim menolehkan kepala setelah salah satu penjaga tahanan memanggil namanya.
"Ada apa?"
"Yang Mulia Pangeran Edmund memanggil Anda." kata penjaga tahanan tersebut. Kemudian Maxim mengangguk pada penjaga, lalu bergegas keluar tahanan. Sebelum keluar dia sempat menatap sebentar adiknya itu. Ada rasa getir mengingat masa kecilnya dulu dengan Rafael.
Maxim melangkahkan kakinya menuju ruang pribadi Pangeran Edmund. Di sana sudah ada Pangeran Edmund dan Pangeran Axelle. Ah ya, dia hampir lupa bahwa hari ini ada kunjungan dari pangeran Kerajaan West Land.
Maxim masuk ke ruang tersebut lalu menunduk sebagai penghormatan pada dua pangeran itu. Maxim berjalan mendekat ke dua pangeran.
Pangeran Edmund mulai berbicara, "Apa kau datang dari ruang tahanan bawah tanah?"
Maxim mengangguk, "Benar, Yang Mulia."
Pangeran Edmund hanya diam, dia tahu konflik Maxim dan adiknya. Tapi dia tidak pernah ikut campur dalam urusan itu, karena baginya itu adalah hal privasi.
"Aku serahkan strategi perang padamu. Aku percayakan kau, karena aku tahu kau panglima yang pandai membuat strategi perang," ujar Pangeran Edmund.
"Suatu kehormatan bagi saya, Yang Mulia." sahut Maxim sambil menunduk hormat.
Kemudian mereka segera melakukan perundingan. Sebelumnya, Maxim memang telah memikirkan strategi dari semalam. Mengingat musuh yang akan dihadapi bukan musuh biasa, membuatnya sedikit tidak yakin bahwa strateginya pas untuk melawan Lucifer. Apalagi para abdi setia Lucifer sangat terkenal kesetiaannya pada Lucifer.
Dari yang Maxim perhatikan, ada banyak kaum yang diajak oleh Lucifer untuk menjadi sekutunya. Diantaranya sebagian kaum vampir, manusia serigala, penyihir, kaum nephilim, harpy, para iblis dari neraka dan masih banyak lagi. Sementara itu, pihak Kerajaan Fackla masih terus mencari sekutu yang mau membantu kerajaannya.
".... di bagian utara Fackla, kita akan mengirimkan sekitar 900 prajurit dan bangsa Phoenix. Beberapa hari yang lalu saya sudah meminta bantuan pada para petinggi kaum Phoenix agar bisa menjadi sekutu Fackla, dan mereka menyetujuinya. Untuk bagian timur, sudah ada para penyihir dan bangsa Centaur, di bagian selatan kita sudah mengirim pasukan prajurit dan bangsa Griffin. Sementara itu, untuk bagian barat, bangsa Dryad dan Centaur."
"Jika panglima Kerajaan Fackla sudah sehebat ini, aku rasa jika kalian berjuang sendiri pun pasti berhasil mengalahkan musuh. Maxim adalah penyusun strategi yang bagus," puji Pangeran Axelle pada Panglima Maxim.
"Kau bisa jelaskan apa saja tugas mereka?" tanya Pangeran Edmund.
"Di bagian utara, mereka sudah menyiapkan tombak serta panah dengan racun mematikan yang akan disasarkan kepada para musuh. Untuk bangsa Phoenix dan Griffin, mereka bertugas melakukan penyerangan dari udara. Sedangkan bangsa Centaur, karena mereka sangat lihai memainkan panah, mereka sudah menyiapkan diri dengan panah tajam mereka yang terkenal sangat mematikan."
Centaur dan Griffin memang sudah menyerahkan kesetiaan mereka kepada Kerajaan Fackla. Ini disebabkan karena jasa para peri Kerajaan Fackla yang sering kali membantu mereka ketika mengalami kesulitan beberapa ratus tahun yang lalu. Sedangkan untuk meminta kesetiaan para bangsa Phoenix, pihak kerajaan harus mengutus beberapa prajuritnya ke arah utara, di mana para bangsa Phoenix berada.
******
"Pedangku sudah lama menjadi pengangguran." ujar Lucifer seraya mengusap sisi pedang miliknya. Pedang Úmrtia, pedang milik Lucifer yang terbuat dari emas dan kristal panas dari neraka. Pedang yang apabila menggores kulit akan mengakibatkan luka bakar hingga membuat kulit yang tergores menjadi membusuk, bahkan jika pedang itu ditancapkan ke jantung, pastilah makhluk itu akan mati seketika.
Pedang Úmrtia menjadi saksi akan haus darahnya sang Lucifer. Sudah ada ribuan makhluk yang mati lewat pedang ini.
Lucifer berjalan keluar kastil, langkah lakinya membawanya ke sebuah tanah yang sangat lapang di tengah Hutan Farast. Di sana telah berkumpul banyak sekali makhluk immortal. Mereka sudah bersiap bertempur sesuai perintah raja mereka.
"Hey, Lucifer," Tristan menyapa, tumben sekali penyihir itu berbasa-basi. "Pasukan kita sudah siap menghancurkan Fackla."
Lucifer tidak menanggapi yang dikatakan oleh Tristan, Pedang Úmrtianya ia simpan di belakang baju miliknya yang ditutupi jubah hitam. Karena peperangan akan dimulai, pedang itu harus ia bawa kapan saja. Walaupun pada dasarnya dia sangat yakin tetap bisa mengalahkan musuh dengan tangan kosong, tetapi Lucifer tidak ingin membuat pedang itu terus menjadi pengangguran. Pedangnya sudah lama tidak menyentuh darah para makhluk yang lemah.
Tidak ingin membuang banyak waktu, Lucifer segera menyuruh pasukannya untuk bergegas mengepung Kerajaan Fackla. Tentu saja sebelumnya, dia sudah memberikan strategi melancarkan penyerangan kepada para pengikutnya itu.
"Lakukan dengan baik sesuai strategi yang telah aku susun! Bunuhlah semua makhluk lemah itu dan kirim mereka ke neraka! Janganlah kalian mempunyai rasa kasihan terhadap mereka! Rebutlah Fackla agar menjadi milik kalian lagi!" Suara Lucifer menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian.
"Kembalikan Fackla pada kami! Kembalikan Fackla pada kami! Kembalikan Fackla pada kami!" teriakan kompak dari pengikut Lucifer berhasil mengobarkan semangat mereka untuk segera menaklukkan Fackla.
Setelahnya, pengikut setia Lucifer mulai bergerak menuju medan perang.
Lucifer memutarbalikkan tubuhnya, berjalan melewati Tristan dan Jack yang ada di sana.
"Ada apa dengannya?" tanya Jack kebingungan. "Bukannya dia harus segera pergi ke Fackla?"
"Biarkan keparat itu melakukan apa yang dia--,"
Belum sempat Tristan menyelesaikan ucapannya, Jack sudah menyodorkan pedang ke leher Tristan. "Jaga ucapanmu, tolol!"
Tristan meludah mendengar ucapan Jack, dia sama sekali tidak peduli apa yang dikatakan Jack. Toh, selama Lucifer tidak marah kepadanya, kenapa dia tidak melakukannya? Kapan lagi waktu untuk menghina Lucifer? Jadi, Tristan hanya memanfaatkan waktu saja.
"Oh ayolah, jangan jadi orang yang kaku. Sekali-kali kau perlu menikmati hidup!"
*******
TbcMaaf kalo jadi aneh dan kurang ngefeel.
Salam,
Ans
Rabu, 3 Juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Dodhéanta
FantasyMenjadi mahasiswi Arkeolog memang menyenangkan, apalagi bagi Anna yang sangat suka dengan sejarah. Dalam hidupnya, Anna selalu memimpikan bertemu dengan sosok peri yang selama ini sering kali ia baca di buku-buku tentang makhluk mitos. Semua orang h...