"Para musuh sudah mulai menyerang Fackla dari segala arah. Semakin banyak peri yang mati dibunuh. Pangeran Edmund, apakah kita harus mengevakuasi para peri ke ruang bawah tanah sebagai tempat perlindungan?" tanya Maxim pada Pangeran Edmund. Saat ini mereka berdua tengah berbincang perihal ancaman bagi Kerajaan Fackla.
"Kita sudah melakukan perlawanan semaksimal mungkin. Pihak dari musuh juga sudah banyak yang mati. Bila dibanding kita, para musuh sebenarnya terlalu lemah. Kita hanya perlu menambahkan semangat melawan para musuh kepada peri-peri di Fackla," tambah Maxim membuat Pangeran Edmund mengangguk.
"Kau benar." Pangeran Edmund menghela napasnya, "Aku pernah berbincang dengan peri dari West Land, aku menceritakan tentang kekacauan yang sedang dialami Fackla, lalu mereka menawarkan bantuan untuk melawan para musuh. Namun saat itu aku menolaknya, karena aku merasa peri di Fackla masih sanggup melawan musuh," ujar sang pangeran.
"Maxim, apakah menurutmu saat ini kita bisa menerima tawaran bantuan itu? Aku rasa Fackla akan lebih baik lagi jika dibantu mereka," ucap Pangeran Edmund sedikit ragu.
Maxim terlihat sedang memikirkan ucapan yang baru saja diucap oleh Pangeran Edmund.
"Aku rasa ini perlu persetujuan dari Raja Stefan. Mungkin kita bisa membicarakan ini bersama saat Raja Stefan kembali ke Fackla." sahut Maxim yang kembali diangguki oleh Pangeran Edmund.
Kemudian mereka kembali berjalan. Para peri di Fackla memang lebih suka berjalan ketimbang terbang. Mereka hanya menggunakan sayap mereka diwaktu tertentu saja.
****
"Selamat pagi, Ayah!" sapa Anna saat dia tiba di ruang makan. Di sana sudah ada ayahnya dan Sarah.
"Selamat pagi juga, Ann," Stefan balik menyapa putrinya.
Sementara Sarah hanya tersenyum melihat Anna dan ayahnya yang terlihat sangat bahagia. Tapi dia juga merasa sedih, sebab di balik ini ada kesedihan yang lainnya. Biarkan kesedihan itu disimpan terlebih dahulu, jangan merusak kebahagiaan saat ini.
Stefan dan Anna duduk saling berhadapan, sedangkan Sarah duduk di sebelah kanan Anna. Sarah menghidangkan makanan untuk Stefan dan Anna.
"Masakanmu selalu enak, Ibu. Kau tidak pernah mengecewakan lidahku. Benarkan, Ayah?" tanya Anna seraya terkekeh.
"Masakanku memang selalu enak," sahut Sarah ditanggapi kekehan oleh Anna dan Stefan.
"Sudah-sudah. Sedari semalam kau terus tertawa. Bukankah hari ini kau ada kelas pagi?" tanya Stefan pada Ann.
Anna mengangguk menyahuti, lalu melanjutkan sarapannya. Setelah sarapannya habis, dia segera beranjak untuk pergi ke kampus. Tak lupa sebelumnya dia mengecup pipi ayahnya dan Sarah.
Kini tinggal Stefan dan Sarah. Sarah sedikit gugup jika dihadapkan dengan sang raja seperti ini. Dia berdehem untuk menertalkan suasana yang sedikit canggung. Sang raja hanya diam sambil menghabiskan makanannya tadi. Seusai makanan itu habis, giliran Stefan yang berdehem.
"Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" tanya Stefan.
Sarah mengangguk, "Tentu saja boleh, Yang Mulia,"
"Siapa Alan?"
Sarah tampak tercekat mendengarnya, "Anna tidak pernah menceritakannya padamu?"
"Dia hanya bercerita bahwa Alan adalah sahabatnya. Eliza juga bercerita jika Alan sering ke sini, tapi kenapa setiap aku ke sini tidak pernah melihatnya?"
"Mungkin dia malu jika bertemu denganmu, mengingat Alan orang yang pemalu dan cukup tertutup. Jika kau ingin bertemu dengannya, aku akan mengundang dia pada makan malam nanti."
Raja Stefan menyunggingkan senyum tipis pertanda menyetujui ucapan Sarah. Sarah beranjak dari duduknya dan melangkah ke kamar. Tidak enak rasanya jika terus bersama sang raja. Posisi Sarah hanya sebagai pengasuh Eliza, dan jika di Fackla dia adalah tukang sisir Ratu Elena. Untuk sementara waktu, tukang sisir Ratu Elena diganti selama Sarah masih mengasuh Eliza. Setelah dia kembali ke Fackla, Ratu Elena akan meminta Sarah untuk menjadi tukang sisirnya lagi.
Sarah duduk di tepian ranjang. Mencoba mengingat kembali masa dimana dia masih ada di Fackla. Tentang suaminya, orangtuanya, dan Ratu Elena. Sungguh, dalam lubuk hatinya yang paling dalam, dia sangat merindukan Fackla.
Sarah menghela nafas, suaminya telah tiada. Suaminya gugur ketika terjadi pemberontakan di Fackla. Sarah tersenyum pilu, mencoba mengikhlaskan semua yang telah terjadi pada dirinya. Orangtuanya pun telah tiada pada waktu itu, kini hanya Sarah sendiri. Setidaknya, hadirnya Putri Eliza bisa menjadi pelipur lara. Meskipun terkadang terbesit penyesalan, karena menjadi orangtua angkat Putri Eliza adalah tanggungjawab yang besar.
Sementara itu, di ruangan khusus milik Raja Stefan sudah ada dirinya yang tampak tengah merenung. Sorot matanya terlihat menampakkan kesedihan. Rasa bersalah pada istri dan anak putrinya terlalu menguasai Raja Stefan. Terkadang dia merasa menjadi kepala keluarga yang sangat tidak berguna. Mungkin di Kerajaan Fackla dialah sang raja, tapi di sebuah keluarga dia hanya seorang suami dan ayah yang gagal.
*****
Sudah beberapa hari ini Yolanda terlihat gusar. Rasa takut, kebencian, balas dendam, dan persahabatan selalu mengganggunya. Ada yang aneh dengan Yolanda sejak bertemu Jack tempo hari lalu. Sudah beberapa hari ini juga Yolanda tidak berjumpa dengan Anna. Entahlah, dia juga tidak tahu apa yang telah terjadi dengannya. Seolah-olah jika melihat Anna, ada sesuatu semacam kebencian dalam dirinya. Yolanda tidak tahu kenapa, tapi ini terjadi setelah dia bertemu Jack beberapa hari yang lalu. Namun di sisi lain, jiwanya juga memberontak, mengatakan bahwa kebenciannya pada Anna adalah kesalahan. Sebelumnya Yolanda tidak pernah seperti ini.
"Apa yang terjadi denganku?" bisik Yolanda.
Yolanda menjambak rambutnya frustasi. Dia sangat muak dengan dirinya. Yolanda tidak bisa mengontrol apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Yolanda bangkit dari duduknya, kemudian mengambil beberapa buku yang ada di meja belajar. Hari ini seperti biasa dia harus pergi kuliah. Dia berjalan keluar kamarnya. Sebelum pergi dia ke dapur dulu untuk sekedar berpamitan dengan ibunya.
Setelah berpamitan dia segera keluar rumah. Membawa kakinya menuju halte bus yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahnya. Dia memasuki bus, lalu mengambil tempat duduk. Sama seperti Anna, dia menyukai duduk di dekat jendela.
Seusai sampai di kampusnya, dia melangkahkan kakinya memasuki gedung berlantai 5 itu. Fakultasnya ada di lantai 3, jadi dia harus melewati dua lantai terlebih dahulu.
"Yolanda!" seru seseorang pada Yolanda. Yolanda sejenak menghentikan langkahnya. Tanpa menoleh dia melanjutkan lagi langkahnya, mengabaikan seruan tadi.
"Hey, ada apa denganmu?" tanya Anna.
Lagi, Yolanda tidak menyahut sama sekali. Bahkan raut wajahnya justru tampak sedang menahan amarah.
Anna menyekal tangan Yolanda, membuat Yolanda menghentikan langkahnya. Lalu dia menyentakkan tangannya yang dipegang Anna.
"Yola, jika aku mempunyai kesalahan, tolong katakan padaku apa kesalahanku. Jangan menjauh seperti ini. Sungguh, aku tidak suka kau seperti ini!" ujar Anna. Yolanda memutar bola matanya malas. Dia sangat ingin cepat-cepat menjauh dari Anna. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun Yolanda meninggalkan Anna, membuat Anna dilanda kebingungan yang amat besar.
"Aneh, tidak biasanya Yola marah kepadaku sampai lebih dari satu hari." kata Anna menatap kepergian Yolanda.
******
TbcJangan lupa vote dan komen!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dodhéanta
FantasyMenjadi mahasiswi Arkeolog memang menyenangkan, apalagi bagi Anna yang sangat suka dengan sejarah. Dalam hidupnya, Anna selalu memimpikan bertemu dengan sosok peri yang selama ini sering kali ia baca di buku-buku tentang makhluk mitos. Semua orang h...