Chapter 4

3.4K 317 30
                                    

Happy Reading!
Tolong diingatkan kalau ada typo atau kalimat yang kurang sesuai dengan EYD. <3

***

"Yang Mulia, kerajaan kita semakin terancam. Sudah banyak para peri yang mati mengenaskan, mereka mati dengan cara dibunuh dan diambil jantungnya," ujar Maxim, penasehat sekaligus panglima Kerajaan Fackla.

Ratu Elena Lyberwich mengusap bahu sang raja. Sudah genap tiga puluh tahun Kerajaan Fackla, yakni kerajaan para peri gunung dilanda kesulitan. Musuh di mana-mana mengintai Kerajaan Fackla. Para peri juga mulai kewalahan untuk menjaga kerajaan agar tetap utuh, karena musuh di luaran sana lebih licik dan bengis. Entah sudah berapa banyak peri yang dipenjara di ruang bawah tanah oleh musuh.

"Lucifer sungguh membalaskan dendamnya pada kerajaan ini." ujar sang raja dengan frustasi.

Meskipun Kerajaan Fackla termasuk kerajaan dengan senjata yang lengkap, tetap saja akan kewalahan jika menghadapi lawan semisal Lucifer. Apalagi Lucifer turut menghasut para penyihir, para arwah, serta sebagian para peri yang menjadi pemberontak untuk membantunya. Tentu kekuatan musuh tidak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki Kerajaan Fackla. Namun, akhir-akhir ini bangsa peri mendesak sang raja untuk meminta bantuan pada para dewa. Sebenarnya, Raja Stefan Lyberwich bisa saja meminta bantuan para dewa, akan tetapi dia rasa Kerajaan Fackla masih mempunyai kekuatan yang besar untuk menghadapi musuh. Para peri harus bersatu, bersama-sama melawan musuh. Dengan adanya kesatuan, pasti akan mempermudah mereka mempertahankan Fackla.

Raja Stefan beranjak dari singgasananya, begitu pun dengan Ratu Elena. Langkah kaki sang raja membawanya menuju kamar. Raja Stefan butuh tempat yang sepi untuk menjernihkan pikirannya yang kalut.

Ratu Elena menutup pintu kamar. Dia mendekat pada raja yang sedang duduk di tepian ranjang.

"Elena," panggil sang raja.

Elena mengelus punggung tangan suaminya seraya tersenyum. Senyumnya bisa membuat pikiran Stefan sedikit membaik.

"Aku merindukan Eliza." kata Stefan. Eliza sendiri merupakan anak bungsu mereka. Untuk alasan keamanan Eliza, Stefan dan Elena menitipkan Eliza semenjak bayi kepada tukang sisir Elena. Tukang sisir itu merubah dirinya menjadi manusia biasa. Selama merawat anak sang raja dan ratu, dia tidak pernah menggunakan kekuatan yang ia miliki sebagai seorang peri dalam kehidupan sehari-harinya. Dia hanya menggunakannya disaat waktu tertentu ketika dirinya merasa terancam.

Sampai sekarang Eliza masih bersama tukang sisir tersebut, dia merawat Eliza dengan baik hingga tumbuh menjadi gadis yang cantik. Yang Eliza tahu, Stefan dan tukang sisir Elena adalah kedua orangtuanya. Eliza menilai mereka adalah orangtua terbaik yang pernah ia punya.

"Elena, maafkan aku." ucap Stefan dengan suara parau. Elena yang mendengar nada parau dan penuh penyesalan dari suaminya seketika menggelengkan kepala, dia tidak ingin terus mendengar ucapan maaf dari Stefan. Bukan maksud lain, hanya saja setiap hari Stefan hampir tak pernah lupa untuk meminta maaf padanya.

"Jangan meminta maaf lagi. Ini bukan salahmu, sayang." kata Elena. Matanya menatap Stefan penuh cinta. Seolah mengatakan semuanya baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Meskipun pada kenyataannya, hatinya juga hancur. Ibu mana yang tidak hancur ketika anaknya tak mengetahui siapa ibu kandungnya.

"Tidak, Elena. Andai waktu itu aku tidak membunuh Lucy, mungkin akhirnya tidak akan seburuk ini," ujar Stefan lagi. Tangannya terus menggenggam tangan Elena.

Elena tersenyum manis, "Sayang, bukan kau yang telah membunuh Lucy, penyihir jahat itu sudah mempermainkanmu, dia merubah Lucy seakan musuhmu. Ini salah penyihir jahat, bukan dirimu. Kumohon berhentilah menyalahi diri sendiri."

DodhéantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang