Chapter 14

1.3K 119 0
                                    

Happy reading!!

***
Langit malam ini begitu gelap, tak ada bintang yang menghiasi langit seperti malam biasanya. Situasi terasa sangat mencekam, pertempuran tengah dimulai. Bulan purnama yang biasanya berwarna putih bersinar, kini terganti dengan warna merah darah. Tanda pertempuran darah tengah terjadi.

Fackla tengah berkabung, ratusan warganya telah gugur melawan pengabdi Lucifer. Raja Stefan sudah kembali setelah mengetahui bahwa kerajaannya dalam keadaan kritis.

Para musuh terus melakukan penyerangan dari berbagai arah di Fackla. Mulai dari arah barat, utara, timur hingga selatan telah dikepung oleh keparat pengabdi Lucifer. Penyerangan yang dilakukan musuh secara bertubi-tubi kepada Fackla membuat prajurit sedikit kewalahan. Pasalnya anak buah Lucifer itu begitu kuat.

Bangsa Centaur sudah melakukan penyerangan balik, ada ribuan bangsa vampir dan werewolves yang telah mereka bunuh. Sama halnya dengan bangsa Centaur, para Dryad, Griffin, dan Phoenix pun berhasil sedikit melumpuhkan musuh. Akan tetapi ada beberapa makhluk dari sekutu Lucifer yang tidak mempan ketika dihujani serangan demi serangan oleh sekutu Fackla. Diyakini bahwa mereka yang kebal terhadap serangan tersebut sebelumnya telah meminum ramuan khusus yang diracik oleh Tristan, penyihir licik.

Sementara itu Pangeran Edmund dengan membabi buta terus melakukan penyerangan. Pedang miliknya tidak pernah mengecewakan dia.

"Jadi kau yang bernama Jack? Orang yang telah melenyapkan sahabat adikku." ujar Pangeran Edmund sambil menatap Jack bengis. Pedangnya telah ia acungkan, siap menebas kepala Jack.

Jack masih diam, tidak ingin menanggapi apa yang dikatakan Pangeran Edmund, karena apa yang dikatakannya memanglah suatu kebenaran. Dia juga telah mengacungkan pedang miliknya, pedang hasil negosiasi dirinya dengan Lucifer. Pedang tersebut tentunya memiliki kekuatan yang lebih kuat daripada pedang biasa.

Malam ini Fackla dipenuhi suara pedang yang beradu. Sebelumnya para peri telah diamankan ke tempat yang lebih aman bersama Ratu Elena pula. Rasa takut dan marah melebur bersamaan di setiap hati peri Fackla. Ada rasa ingin ikut berjuang bersama para peri yang telah ditunjuk sebagai prajurit, namun mereka juga tidak bisa membohongi perasaan takut mereka akan kematian. Karena ikut ke medan tempur samadengan harus siap gugur.

****

Anna sudah kembali ke rumahnya. Wajahnya lesu dan tidak bersemangat, ini dikarenakan dia merasa sangat kesepian. Sebelumnya dia tidak pernah merasa keberatan dengan kesepian yang hampir tiap hari ia rasakan, namun kali ini rasa sepinya begitu berbeda.

Setelah Alan yang pamit untuk pergi selama beberapa minggu, kini ayahnya pun sudah kembali pergi. Jujur saja, Anna tidak pernah mengetahui pasti apa pekerjaan ayahnya. Yang dia tahu hanya ayahnya akan pulang selama dua atau tiga bulan sekali.

Tidak hanya kesepian, entah kenapa kali ini hatinya terasa diselimuti oleh kesedihan. Bukan, ini bukan kesedihan yang biasa dia rasakan, tetapi ini terasa seperti ada suatu hal yang membuatnya merasa bersalah dan harus bertanggungjawab. Anna tidak tahu secara pasti, tapi seolah-olah kesedihannya itu menarik dirinya ke suatu tempat di mana dia seharusnya berada.

Anna memegangi kepalanya yang terasa pusing. "Aku terlalu berlebihan memikirkan Ayah, Yolanda dan Alan. Sial, kepalaku terasa sangat sakit."

Anna merebahkan tubuhnya di ranjang. Dia perlu istirahat untuk menormalkan kembali perasaan yang berkecamuk ini. Berharap esok harinya akan merasa lebih baik.

Sedangkan Sarah, dia masih terjaga. Ketegangan yang ada di Fackla membuatnya merasa tidak tenang. Bagaimana dia bisa tenang bila di negerinya tengah terjadi pertumpahan darah. Sarah teringat dengan Ratu Elena, walaupun dia yakin Ratu Elena berada di tempat yang aman, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan rasa gusarnya.

Sarah sadar bahwa musuh yang dihadapi oleh negerinya tidak main-main. Sarah sangat berharap saat ini bisa berada di Fackla, bersama-sama merasakan penderitaan yang dialami peri Fackla saat ini. Namun, dia juga tidak bisa lepas tanggungjawab begitu saja dengan Anna. Anna sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Semua peri di Fackla menyayangi Anna. Sayangnya, Anna tidak mengetahui itu.

"Malangnya anak ini, takdir seakan mempermainkan dirinya. Aku harap dia selalu diberi kekuatan hingga semua ini berakhir. Semoga anak malang ini dengan cepat bisa bertemu kedua orangtuanya." ucap Sarah lirih. Dia tidak pernah berhenti berdoa berharap semua kepedihan ini cepat berlalu. Sarah merindukan Fackla yang aman dan damai seperti dulu.

****

Lucifer menyeringai senang tatkala mengetahui pengabdinya berhasil melumpuhkan Kerajaan Fackla. Dia masih berada di kastil miliknya yang ada di Hutan Farast. Dia masih ingin berdiam sampai sang pemeran yang dia tunggu-tunggu hadir. Dia membiarkan pengabdinya yang mengambil alih peperangan ini, walau sebenarnya sang Lucifer sudah sangat siap untuk menumpahkan darah para peri Fackla. Dia perlu sedikit bersabar saja. Ah, rasanya sangat aneh bila sang Lucifer yang terkenal sangat sombong itu memaksa dirinya harus sedikit bersabar.

Pedang Úmrtia menjadi pedang kebanggan Lucifer. Sebenarnya dia sudah sangat haus darah, tetapi dia tidak ingin muncul di peperangan ini sebelum tokoh yang ia tunggu puluhan tahun itu muncul. Rasa dendamnya akan terbalaskan dengan sempurna jika dia sudah berhasil membunuh orang itu.

"Biadab! Aku sudah menunggunya selama puluhan tahun."

Sekitar 20 tahun memang bukanlah waktu yang lama jika dibandingkan dengan umurnya yang sudah berusia ribuan tahun. Bahkan Lucifer sendiri tidak tahu sudah berapa ribu usianya.

Sang Lucifer tumbuh secara liar, ibunya telah mati terbunuh oleh bangsa peri. Ayahnya yang brengsek pun tidak pernah mengunjungi dirinya, sebuah fakta jika kebencian Lucifer kepada ayahnya hari demi hari selalu bertambah.

Sebenarnya Lucifer tahu bahwa dirinya dilarang merasa jatuh cinta. Namun saat hari itu, ketika dia sudah merasa ikhlas dengan kematian ibunya, dia merasa jatuh hati kepada Putri Lucy. Padahal saat itu Putri Lucy adalah putri kebanggaan dari Kerajaan Fackla, kerajaan yang telah melenyapkan ibunya sendiri. Dia masih ingat senyum menenangkan dari Putri Lucy. Dia tahu waktu itu Putri Lucy juga mencintainya, meskipun dia tidak pernah mengatakan secara langsung kepada Lucifer. Tetapi jika melihat dari sorot mata dan perlakuan Putri Lucy kepadanya, membuat Lucifer dengan mudah mengetahui bahwa Putri Lucy juga mencintainya.

Hatinya makin diselimuti dendam membara jika mengingat ibu dan Putri Lucy. Semua kebahagiaannya telah direnggut para peri biadab. Itulah sebabnya dia begitu membenci para peri, karena merekalah yang melenyapkan segala sumber bahagianya.

Lucifer tidaklah tumbuh dengan kebahagiaan, kebahagiaannya telah terenggut sedari dia masih kecil. Namun dibalik semua itu, dia tahu kalau ayahnyalah sang penyebab utama kesengsaraannya, penyebab ibunya terbunuh di tangan para peri.

Dia tidak pernah mengira jika semua kesengsaraannya disebabkan ayahnya sendiri. Padahal ayahnya adalah seorang malaikat. Dia berdecih, mengingat betapa bejatnya yang telah dilakukan malaikat itu yang notabennya ayah dia sendiri.

****
Tbc

DodhéantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang