Chapter 11

1.7K 159 5
                                    


Happy Reading!

Langkah kaki Lucifer tampak tergesa-gesa menuju kastil yang ada di tengah Hutan Farast. Dia mendapat kabar dari Jack bahwa beberapa anak buahnya ditahan oleh bangsa peri.

Sang Lucifer benar-benar muak dengan apa telah dilakukan makhluk lemah seperti bangsa peri tersebut. Dia sangat tidak suka bila ada salah satu pengikut setianya menjadi tahanan musuh. Jiwa kepemimpinan dalam dirinya begitu kuat, sehingga sebisa mungkin dia akan melindungi pengikutnya.

Setelah Lucifer berada di ruangan khusus untuk pertemuan penting, dia menatap Jack meminta penjelasan yang lebih lanjut.

Jack menunduk memberikan rasa hormatnya pada raja makhluk immortal itu.

"Jangan basa-basi. Langsung saja jelaskan!" tuntut Lucifer, matanya sudah berubah berwarna merah nyala, menandakan dia sangat emosi.

"Pagi tadi kami melancarkan penyerangan secara diam-diam dari arah timur Fackla. Namun tampaknya kami kurang waspada, karena di tempat itu ternyata kami dijebak oleh para penyihir yang bersekutu dengan Kerajaan Fackla. Mereka melemahkan kekuatan yang kami miliki dengan mantra, kami tidak bisa menggunakan kekuatan, kami hanya bisa menghindar dari serangan para penyihir secara bertubi-tubi. Beruntung tidak sedikit dari kami yang bisa meloloskan diri, tetapi banyak juga yang berhasil dibawa ke tahanan ruang bawah tanah." Jack berhenti menjelaskan ketika menyadari Lucifer sedang menahan amarahnya. Tangan sang Lucifer mengepal, tak lupa matanya juga menyulutkan bara api. Sepertinya Lucifer sangat marah, terasa dari aura yang mencekam di sekitar ruangan itu.

Lucifer kemudian tersenyum sinis, "Raja keparat itu mulai bermain perang secara terang-terangan. Kemajuan yang bagus, aku sudah tidak sabar ingin menodai tangan suciku dengan darah."

Jack seketika merasa bulu kuduknya berdiri setelah mendengar ucapan Lucifer, walaupun ucapannya itu tidak mengandung sesuatu yang sangat mencekam, tapi dari nada bicaranya yang tenang namun sarat akan kelicikan begitu berhasil membuat aura kegelapan dalam Lucifer terlihat sangat jelas.

Jack masih menunduk, tak berani menatap ke depan menghadap rajanya itu. Lucifer adalah rajanya, sebisa mungkin dia akan patuh dan mencoba untuk tidak berkhianat. Meskipun Lucifer di sini merupakan tokoh antagonis, tapi tidak membuat Jack merasa untuk tidak berpihak padanya. Justru di dalam jiwanya seolah-olah menyuruhnya untuk menjadi abdi setia sang Lucifer.

Dia akan mengabdi tanpa alasan, yaa setidaknya seperti saat ini, dia tidak tahu kenapa dia bisa berpihak pada tokoh antagonis ini, yang mana pasti Jack sadar bahwa dirinya juga menjadi tokoh antagonis.

Persetan dengan kebaikan dan kejahatan, aku hanya mengikuti apa kata hatiku untuk menjadi pengikutnya, dan aku tidak akan pernah mengkhianatinya. Itu yang selalu Jack katakan pada dirinya ketika dia merasa apa yang dia lakukan selama ini adalah kesalahan. Alias, dia tidak peduli dengan semua yang dia lakukan selama menjadi pengikut sang Lucifer.

"Kau--," ucapan Lucifer tergantung.

"Kau tidak perlu campur tangan lagi dengan kematian Eliza, aku kembali pada kemauan awalku yang menginginkan Eliza mati di tanganku. Tapi soal Yolanda, barangkali suatu hari dia bisa berguna." lanjut Lucifer sebelum kemudian dia berlalu meninggalkan Jack. Tanpa Lucifer menjelaskan 'barangkali suatu hari dia bisa berguna', Jack sudah mengetahui maksud rajanya itu.

****

Empat penyihir bernama Meiga, Walter, Shane, dan Celine sedang berjaga di bagian timur Fackla. Mereka dipercayai mendapatkan tugas disebabkan karena mereka merupakan penyihir terkenal di Fackla, walau terkadang mereka sedikit konyol, tapi keahlian mereka di dunia persihiran tidak bisa diragukan.

"Astaga, aku masih ingat Kevin pernah mencium Meiga saat kita masih di sekolah sihir, tepatnya di tahun kedua," ujar Shane menatap Meiga geli.

Meiga yang merasa namanya terbawa menatap Shane tajam.

"Tutup mulutmu, Shane!" cerca Meiga, dia tidak suka bila ada seseorang yang mengungkit hal itu.

"Kau benar, Shane! Saat itu Kevin menciumnya seperti bocah yang baru jatuh cint-- mpphh," Meiga segera menutup mulut Celine agar dia tidak melanjutlan bicaranya.

Sementara itu, Walter hanya ikut tertawa saja karena sebenarnya dia tidak mengetahui siapa itu Kevin. Wajar saja, Walter merupakan anak pindahan pada tahun ketiga.

Tiba-tiba Meiga memejamkan matanya, seolah tengah menyadari sesuatu sedang mendekat lewat aroma tubuhnya.

"Ssstt!" Meiga mengintruksi agar teman-temannya diam.

Keempat penyihir tersebut lalu bersembunyi dan menunduk di balik semak-semak. Meiga menatap satu persatu temannya dengan tatapan intimidasi. Sontak ini membuat ketiga penyihir menatapnya takut.

"Ada apa?" tanya Walter dengan suara yang sangat lirih. Kemudian diangguki oleh Shane dan Celine, seolah meminta penjelasan pada Meiga.

"Para musuh tengah mendekat, aku sudah mencium aroma tubuh mereka. Mereka berjarak kurang lebih dua kilometer dari sini," terang Meiga.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Shane.

"Berenang. Ya tentu saja kita harus bersiap siaga!!" ucap Meiga dengan ketus. Shane nyengir mendapati Meiga mulai emosi.

"Jadi?" kini Walter yang bertanya, meminta kesimpulan dari yang telah Meiga ucapkan.

"Kita ubah tubuh kita menyerupai monster atau apapun hal yang menyeramkan. Buat mereka terkecoh. Lalu setelah mereka terkecoh, aku akan merapalkan mantra agar kekuatan mereka melemah, dan kita akan menangkap mereka." ujar Meiga dengan percaya diri. Tapi temannya tampak tak begitu yakin pada pendapat Meiga.

"Aku rasa itu ide konyol, Mei,"

"Tidak akan konyol jika kita belum mencobanya."

Diantara keempat penyihir tersebut, memang Meiga lah yang paling banyak mengetahui ilmu sihir, baik ilmu putih maupun ilmu hitam ia kuasai. Namun dia lebih memilih menjadi penyihir baik, karena penyihir jahat akan beresiko tinggi jika disalahgunakan.

Selain itu dia juga mempunyai kemampuan layaknya makhluk immortal lain yang bisa mencium aroma tubuh. Sebenarnya ibu Meiga merupakan anak dari peri dan penyihir, sedangkan ayahnya murni seorang penyihir. Jadi dalam dirinya masih ada sedikit jiwa peri.

Kemudian mereka segera merapalkan mantra sesuai dengan arahan Meiga tadi. Meiga sudah merubah dirinya menjadi ular berwarna hijau dengan lendir di seluruh tubuhnya, membuatnya terlihat sangat mengerikan. Sedangkan Celine berubah menjadi seperti zombie dengan banyak darah di wajah dan bajunya. Shena, dia merubah dirinya menjadi tengkorak hidup. Sementara Walter,

"Dimana Walter?" tanya Meiga.

"Aku di sini!" sahut Walter.

Meiga, Shane, dan Celine tampak terkejut melihat perubahan Walter. Ya tentu saja karena dia hanya berubah menjadi batu dengan ukuran sama dengan kepala manusia.

"Eum, Walter kenapa kau berubah menjadi batu?" tanya Celine pada akhirnya.

Mendengar penuturan Celine, Walter justru terkejut, "Astaga, aku salah merapalkan mantranya."

Hal itu hanya mendapat decak sebal oleh lainnya. Pasalnya, Walter memang terkadang kurang fokus terhadap mantra. Meskipun demikian, pada dasarnya Walter juga mempunyai keahlian yang luar biasa di dunia persihiran.

*****

Tbc

Astaga cringe cringe cringe cringe banget yaa:( maaf deh kalo cringe.
Jangan lupa vomment guys! Thanks.

16-6-2019

DodhéantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang