Happy Reading!
Tolong diingatkan kalau ada typo atau kalimat yang kurang sesuai dengan EYD. <3****
"Ma-maaf. Aku terlalu senang menerima coklat darimu, tidak lebih. Jangan percaya diri lagi!" kata Anna ketika ia menyadari kebodohannya yang dengan gampang mengecup pipi Alan.
"Jika kau ingin menciumku setiap hari juga tidak masalah bagiku," goda Alan seketika mendapat bogeman dari Anna.
"Aku tidak akan sudi melakukan itu," ucap Anna sinis. Anna membuka bungkus coklat tadi, lalu dia memakannya.
Alan menyenggol lengan Anna, "Apa kau tidak ingin berbagi denganku?"
"Kau yang memberinya padaku, seharusnya kau juga tidak memintanya."
Tanpa memperdulikan ucapan Anna, Alan meraih tangan Anna yang memegang coklat, kemudian ia menitahnya untuk menyuapi dirinya sendiri. Anna memekik kesal karena perbuatan Alan.
"Alan! Jika kau memakan sebanyak itu, bagaimana aku bisa kenyang!" gerutu Anna saat Alan menggigit coklatnya terlalu banyak.
"Tenang saja, Anna. Aku bisa membelikanmu seratus coklat bahkan dengan tokonya jika kau mau," ujar Alan dengan santai.
Anna berdecih, dia melanjutkan kembali memakan sisa coklat yang tadi digigit Alan. Dia tidak perduli meskipun itu bekas gigitan Alan, yang terpenting perutnya terisi. Sesudah habis, bungkus coklat itu Anna remas dan ia masukkan ke dalam saku. Ketika pulang nanti, dia akan membuangnya ke tempat sampah.
"Kau masih lapar, An?" tanya Alan.
"Kau pikir?"
Alan merogoh sakunya, ada sebatang coklat lagi. Dia memberikan coklat itu pada Anna. Anna menerimanya masih dengan wajah yang terlihat jutek, tanpa mengucapkan terimakasih.
"Kuanggap kau sudah mengucapkan terimakasih di dalam hati. Kau terlalu gengsi mengucapkannya." kata Alan, dia sedikit terkekeh melihat Anna yang sedang mengumpat untuk dirinya.
Jujur saja, kau memang terlihat sangat cantik, batin Alan sambil melirik Anna.
Anna bangkit dari duduknya berjalan meninggalkan Danau Lugn. Alan turut beranjak dari duduknya, dan langsung mengejar Anna.
Alan berlari mengejar Anna. Sembari berjalan, Anna terus menyumpah serapahi Alan. Sebenarnya dia juga bingung, kenapa dia harus jengkel pada Alan, padahal Alan sudah memberinya coklat, tepat saat dirinya merasa lapar.
"Anna, tunggu!" ucap Alan, dia meraih tangan Anna yang seketika membuat Anna berhenti. Alan menghadapkan Anna ke arahnya.
"Kau marah padaku?" tanyanya.
Anna menggeleng pelan, dia melepas genggaman Alan pada lengannya yang begitu kuat, "Aku tidak marah padamu. Aku ingin pulang," ucapnya lalu melanjutkan lagi jalannya.
"Akan kuantar sampai rumahmu." titah Alan seraya mensejajarkan langkahnya dengan Anna.
*****
Pangeran Edmund sedang duduk menunggu seseorang. Dia tengah berkunjung ke kediaman tukang sisir Elena. Sudah hampir satu bulan dia tidak mengunjunginya, karena akhir-akhir ini pula Kerajaan Fackla sedang dalam masa kritis. Namun disaat ini, dia mencuri waktu hanya untuk menanyakan kabar adiknya pada tukang sisir Elena. Edmund merindukan Eliza.
"Yang Mulia, maafkan terlalu lama menunggu," ucap seorang wanita yang tak lain adalah tukang sisir Elena.
Pangeran Edmund tersenyum simpul, "Tidak mengapa."
Tukang sisir itu duduk bersebrangan dengan Pangeran Edmund, "Yang Mulia, apakah Anda ingin menanyakan kabar Putri Eliza?"
Pangeran Edmund mengangguk sekali, "Benar. Aku merindukannya. Aku harap dia baik-baik saja." ucapnya, bibirnya menyunggingkan senyum kepiluan. Sebagai kakak, dia pasti akan merindukan adiknya. Terkadang Edmund merasa dirinya tidak berguna tatkala mengingat bahwa yang membesarkan Eliza bukan keluarganya. Dia merasa sia-sia sebagai seorang kakak. Akan tetapi, di sisi lain dia tidak bisa berbuat lebih. Hanya ini yang bisa dibuat keluarganya untuk Eliza. Keluarga kerajaan sengaja menyembunyikan identitas Eliza untuk keamanannya, sebab Eliza tengah menjadi incaran empuk para musuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dodhéanta
FantasyMenjadi mahasiswi Arkeolog memang menyenangkan, apalagi bagi Anna yang sangat suka dengan sejarah. Dalam hidupnya, Anna selalu memimpikan bertemu dengan sosok peri yang selama ini sering kali ia baca di buku-buku tentang makhluk mitos. Semua orang h...